Friday, October 24, 2008

Hadapi Kemiskinan Dengan Jihad

Salah satu problem yang dihadapi kaum Muslim saat ini adalah kemiskinan. Karena miskin ekonomi, mayoritas masyarakat hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Kekurangan pangan, sandang, dan papan menyertai kehidupan sehari-harinya. Kemiskinan yang melanda umat tidak hanya karena kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat, tetapi juga dipengaruhi oleh persepsi yang kurang tepat dalam memaknai ajaran Islam. Konsep zuhud dan tawakal seringkali dimaknai sebagai sikap menjauhi dunia dan enggan berusaha. Berikut ini hasil perbincangan Yulmedia dari Center for Moderate Muslim (CMM) bersama KH. Dr. Tarmizi Taher, ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang juga Ketua Dewan Direktur CMM beberapa waktu lalu:

Indonesia mayoritas penduduknya pemeluk Islam, namun mayoritas juga dalam kemiskinan. Apanya yang salah?
Kemiskinan yang diderita mayoritas Muslim Indonesia merupakan hal yang menyedihkan. Di antara banyak etnis grup di Indonesia bidang perdagangan tidak disukai oleh semua etnis grup. Dalam kaitan ini boleh kita katakan etnis grup tertentu tidak berada dalam bagian kemiskinan itu, mereka berada pada posisi lumayan. Tetapi sebagian besar mereka itu dibenaknya menurut hasil penelitian LIPI, bahwa orang Indonesia itu idenya, cita-citanya sebagian besar adalah menjadi pegawai negeri, sedangkan menjadi wiraswasta atau pebisnis itu tidak banyak. Mereka menekankan jadi pegawai punya uang pensiun.

Sebagai contoh, ada cerita lucu dalam sebuah penemuan bahwa orang Indonesia itu dalam mengarahkan anak-anak atau keluarganya yang telah bekerja pada sebuah perusahaan asing dengan gaji lumayan besar disuruh berhenti dan masuk menjadi pegawai negeri. Alasan orangtua yang tradisional itu sederhana saja, diperusahaan asing itu pensiunnya nggak jelas tetapi dipegawai negeri pensiunnya jelas.

Bagaimana cara mengubahnya persepsi seperti itu?
Semangat menjadi pedagang atau pebisnis itu kita sosialisasikan pada masarakat banyak. Dalam masyarakat Cina itu kalau mereka Imlek itu dalam bersalaman mereka jelas mengharapkan saudara atau sahabatnya itu agar tahun depan lebih kaya. Bagi kita bukan kaya, sebagai orang Islam tujuan hidup kita keridhaan Allah Swt, tapi keridhaan Allah Swt. itu “bahagia di dunia dan bahagian di akhirat” (fiddun-ya hasanah wa fil akhirati hasanah), tangan yang di atas lebih mulia dari tangan yang di bawah. Naik haji itu disuruh dalam agama kita dan bagaimana mau naik haji kalau tidak punya duit. Isyarat dari Nabi kita bahwa “kemiskinan itu mendekatkan orang pada kekufuran” kurang disosialisasikan ketimbang hal-hal yang lain.

Bagaimana kaitan antara zuhud dan tawakal dengan kemiskinan umat?
Di Indonesia gerakan Islam terbagi-bagi ada Muhammadiyah, NU, sementara gerakan menuju masarakat sejahtera berhadapan dengan nilai-nilai yang tidak menuju kesejahteraan umpamanya zuhud. Apakah zuhud itu, zuhud itu sebenarnya kita tidak tergoda oleh dunia yang dihadapan kita. Dunia itu kita gunakan sekedar alat bagi kita untuk menyeberang ke akhirat. Ada hadits Nabi yang berbunyi, “bukan kemiskinan yang aku takutkan pada umatku ini” yang aku takutkan kata Nabi “kalau umatku tergoda, tergila-gila pada dunia, mengejar-ngejar dunia akhirnya dia akan ditelan oleh dunia.” Mestinya hadits ini bisa kita jadikan sebagai pengertian dari zuhud.

Sementara itu, tawakal artinya sangat tinggi dalam Islam. Tawakal itu ibarat burung pada pagi hari keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar, pulang kenyang. Artinya kesejahteraan dunia juga penting. Para sahabat itu kan tidak miskin semua bahkan ada yang konglomerat.

Sepanjang yang Kyai telusuri, apa yang jadi penyebabnya?
Ada kesalah pengertian dalam memahami Islam. Mereka menganggap kemiskinan itu sebagai lambang dari kesalehan. Ini yang kita tidak setuju. Dalam Islam kita disuruh membantu orang, memperhatikan anak yatim, membantu gerakan Islam, pelajar dan lain sebagainya itu. Jadi ironi ini bahwa umat Islam penduduk mayoritas tapi dalam kemiskinan juga mayoritas harus diubah. Siapa yang mengubah? Pihak pemerintah. Sedangkan dalam pengalaman kita selama enam puluh satu tahun merdeka pemerintah itu politik ekonominya yang memihak rakyat banyak tidak jelas. Rakyat banyak siapa? Ya umat Islam. Dulu orang menguasai tanah rakyat lalu minta duit di bank, seperti usaha real estate itu mengunakan tanah rakyat yang belum dibayarnya, pinjam duit di bank sekian tahun lamanya sehinnga rakyat itu makin lama makin tersingkir dari daerah-daerah sentra ekonomi dan akhirnya mereka tenggelam dalam kemiskinan.

Tapi sekarang kan ada gerakan ekonomi kerakyatan. Bagaimana dengan gerakan ini?
Timbulnya gerakan-gerakan “ekonomi kerakyatan”, “ekonomi Pancasila” kata Mubiarto, karena para ekonom ini melihat ketimpangan akibat kebijakan ekonomi pemerintah. Rakyat yang banyak ini akhirnya memberikan modal, memberikan usaha hanya kepada kelompok ekonomi tertentu. Menurut para pakar, sebetulnya belum jelas apa sebenarnya ekonomi kerakyatan itu, karena kita berhadapan dengan kelompok kapitalis yang sudah mapan sedangkan ekonomi kerakyatan itu paradigmanya, aksiomanya serta cara mencapainya itu belum jelas.

Bagaimana dengan aturan ekonomi dalam Islam tentang pembangunan ekonomi umat ?
Dalam membangun ekonomi umat itu jelas sekali antaranya baitul mal. Dari segala macam yang ada dalam baitul mal itu pemerintah Islam mengadakan gaji pegawai, mengadakan sumbangan untuk duafa, mengadakan bantuan-bantuan untuk bencana alam. Jadi baitul mal itu barangkali sekarang harus dipermoderen, umpamanya soal beras dipegang oleh bulog tapi begitu kita lihat bila beras petani surplus pemerintah mengimpor, ini menimbulkan pertengkaran.

Nah sekarang bagaimana menghubungkan persoalan kemiskinan ini dengan Jihad?
Jihad yang paling utama itu sekarang adalah “jihad menghadapi kemiskinan serta jihad menghadapi Korupsi” di republik ini. Saya cenderung pada apa yang telah digarap pemerintah pada waktu dulu, yaitu modal untuk pedagang-pedagang kecil. Misalnya diperbankan itu KMPK (Kredit Modal untuk Pedagang Kecil), sayangnya pemerintah tidak bertindak tegas pada orang yang memanipulasi ini. Ada pedagang-pedagang tertentu dia suruh pegawainya yang banyak untuk minta KMPK.

Jadi, menurut saya permainan pasar di Indonesia sudah sangat berbahaya. Ambil gula, ambil beras itu yang memainkan—kata Rizal Ramli—itu jelas dan seharusnya pemerintah sudah bisa menindak mereka. Apa yang dikatakan sekarang era pasar bebas, RRC yang rakyatnya lebih banyak dari kita dia tidak percaya pada mekanisme pasar bebas kecuali pasar bebas yang terkontrol, yang bisa dikontrol oleh pemerintah dengan tegas. Ketegasan regulator jangan disangkutpautkan dengan satu hal, disangkutpautkan dengan demokrasi, HAM itu sebuah ketakutan. PM Cina ini menyiapkan sekian peti mati. Kalau Dia yang korup satu untuk dia katanya. Jadi pemerintah kita baik di daerah maupun di pusat harus tegas terhadap manipulator tersebut.(CMM)

Wednesday, October 8, 2008

Bank AMERIKA

IMF: Akibat Krisis Keuangan, AS akan Kehilangan Pengaruh Politik dan Ekonominya di Dunia

IMF: Akibat Krisis Keuangan, AS akan Kehilangan Pengaruh Politik dan Ekonominya di Dunia
Thursday, 09 October 2008

Laporan Badan Moneter Internasional (IMF) mengenai kondisi ekonomi global yang dipublikasikan pada Rabu (8/10) menyatakan, akibat krisis keuangan yang tengah dihadapi, peran dan pengaruh politik dan ekonomi AS di dunia internasional akan berkurang. Menurut laporan tersebut, untuk masa-masa mendatang AS dan Uni Eropa akan lebih konsentrasi menyelesaikan permasalahan dalam negerinya sendiri, akibat dampak krisis tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh analis pasar uang di London, Antwan Matar kepada Aljazeera mengatakan bahwa krisis keuangan yang dihadapi AS dan akan menyusul negara-negara Uni Eropa akan mengurangi peran internasional AS dan Uni Eropa.

Hal ini dikarenakan, menurut Matar, AS selama ini adalah pemiliki perekonomian terbesar dan terkuat di dunia, sehingga kontribusi dan peranannya di lembaga-lembaga keuangan global juga besar, sehingga mampu mengendalikan kebijakan-kebijakan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF.

Dengan adanya krisis finansial yang dihadapinya, baik AS dan Uni Eropa dalam jangka menengah akan lebih mengarahkan kebijakan moneternya untuk membenahi kondisi ekonomi dalam negerinya. Oleh karena itu, menurut Matar, AS dan Uni Eropa akan mengurangi berbagai bantuan luar negerinya dan program-program kemanusiaan yang didanainya, khususnya di negara-negara berkembang.

Terkait dengan efektifitas UU Bailout dalam meredam gejolak krisis, Matar mengatakan tidak yakin UU itu akan mampu mengeluarkan AS dari ancaman resesi. Bahkan dia memperkirakan akan semakin banyak bank-bank dan perusahaan-perusahaan finansial AS yang akan menyatakan pailit. " UU itu tidak terlalu banyak berpengaruh", tukasnya seperti dikutip Aljazeera. [syarif/alj/www.suara-islam.com]

Americans Must Stop Congress Bailout Treason

Americans Must Stop Congress Bailout Treason
9-25-8

You must CALL your Congressmen and Senators and DEMAND they NOT support the bailout. They must be told that if the engage in the rape of America for financial gangsters, they will be voted OUT of office if not subjected to an immediate recall drive. -ed

This was just received and shows the TREASON which cannot be allowed to stand...

Jeff, I got this from a long time member of my email list, figures...

"I just spoke to Senator Bob Casey's staffer (D-PA), and they told me that they are getting THOUSANDS of phone calls which are running 99 to 1 against the BAILOUT - but that Bob has decided to support it none the less!

Can you spell "fascism"?

Menkeu AS: AS Akan Hadapi "Tsunami" Ekonomi

Menkeu AS: AS Akan Hadapi "Tsunami" Ekonomi
Thursday, 09 October 2008


Meski UU Bailout telah disepakati, AS masih akan tetap hadapi gejolak "Tsunami" ekonomi. Menteri Keuangan AS, Henry Paulson mengatakan sejumlah lembaga keuangan AS diperkirakan akan mengalami pailit, meski Pemerintah AS telah mengeluarkan dana talangan ratusan milyar USD.




"Satu hal yang harus diakui, meski otoritas finansial AS memiliki kekuasaan dan kewenangan baru, tapi sejumlah lembaga keuangan AS akan tetap menyatakan pailit," kata Paulson dalam jumpa persnya di Washington pada Rabu (8/10).

Paulson menegaskan bahwa UU Bailout senilai 700 Milyar USD yang telah disetujui Konggres AS pada Jumat lalu dirancang hanya untuk menahan sementara gejolak pasar uang.

Untuk menstabilkan krisis finansial, Paulson mengusulkan perlunya dilakukan pertemuan darurat internasional melibatkan negara-negara berkepentingan untuk sama-sama mencari solusi. Secara khusus, Paulson menyerukan diselenggarakan pertemuan negara-negara G20, termasuk Brazil, Rusia, China dan India.

"Saya menyerukan pertemuan negara-negara G20 dan para pemimpin lembaga keuangan dunia, gubernur Bank Sentral dan para regulator perbankan. Pertemuan ini untuk membahas dan mengkoordinasikan penanggulangan dampak krisis finansial global dan kelesuan pertumbuhan ekonomi dunia," tukas Paulson. [syarif/press/www.suara-islam.com]

Bailout Means Full Faith And Credit

Bailout Means Full Faith And Credit
Terrell E. Arnold
9-27-8

As the US Congress wrangles over a bailout package while Treasury Secretary Paulson literally goes on his knees to pray for immediate action, just what the crisis is remains obscure to most people. There are two main questions: Just who needs to be bailed out, and what is the specific funding problem? Plunging boldly into the chill waters of investment banking and such arcane devices as mortgage backed securities, commercial mortgage backed securities and et cetera, the answers are not what you might expect. For better or worse, the US Government is now in the home mortgage business.

A home or commercial property mortgage, as such, is straightforward: A buyer (individual, family or company) selects a property that is for sale, determines what he/she/they have as a down payment, how much they can borrow, and what amortization schedule and interest rate they can handle, and if the seller plus funding source are happy, the deal is done. The mortgage backed security creator, whether the bundle is commercial, individual home, or other property based, takes a bundle of similar such done deals and turns them into a marketable investment security. Over the past several years an estimated 5-6 trillion dollars worth of these packages have been sold to investors, principally by Fannie Mae and Freddie Mac. Over a trillion dollars worth of those deals have been picked up by foreign investors, including mainly central banks. The big bundles are in China, Japan and Western Europe, but there are others.

Who did most of the bundling for these deals? While all eyes are on investment bankers, the bundles-upward of 80% at least-were put together by Fannie Mae and Freddie Mac. These bundles were then marketed by investment bankers, and with triple, that is AAA ratings, the bundles were attractive to central banks, mutual funds and others looking for remunerative and safe places for funds.

How do subprime mortgages get into this act? For the uninitiated, an AAA rated bundle of high risk mortgages sounds like an oxymoron. There are two levels to the answer: First, if you take a bundle of 10 such high risk mortgages the chances of the whole bundle going belly up are pretty slim. Bundling is a real risk mitigation device. That in itself, however, still would not seem to justify AAA ratings, because the risk of some failures-as has been demonstrated at the subprime level-is substantially greater than zero. Second though, as seen by the mortgage backed security buyer, the risk of failure was rendered minimal, because _Fannie Mae and Freddie Mac guaranteed payment of the interest and principal on all mortgages in the bundle, even if individual mortgage holders defaulted_. The AAA rating flowed from this guarantee, not from the intrinsic security of any mortgage bundle.

Given this guarantee, Fannie Mae and Freddie Mac got caught in the middle when the subprimes started failing. Worth noting is that reportedly in 2008 upward of 98% of payments on mortgages underwritten by them were current. They apparently had based their business model on an expectation that failure rates would be low to minimal, certainly manageable. (At least that is a reasonable explanation of their operation). In fact, as subprime mortgage holders started to fail, Fannie and Freddie were faced by rapid reduction in liquidity as a result of non-payments. They were not getting expected revenues, but they had guaranteed principal and interest returns on the mortgage backed securities they had sold. Although it involved only a small proportion of outstanding mortgages, the arithmetic was simply murderous, and the two were going belly up when the government stepped in. Everybody in the chain was undercut by the subprime failures. Nobody in the chain appears to have anticipated this debacle. In effect, virtually all of the banks involved were operating on thin reserve margins that simply did not allow for the order of subprime failures that occurred. The ones most deeply into the subprime market, e.g. Washington Mutual and Lehmann Brothers, along with Fannie Mae and Freddie Mac were caught flat footed.

One can say that since no one anticipated the subprime mortgage holder meltdown or the collapse in housing values that undercut even prime mortgage markets that ensued, no one is to blame. But who to blame is not the issue. Who to look to for making things right is the matter on the table. We are back to Fannie Mae and Freddie Mac. They hold, or guarantee more than $5 trillion in mortgages. But they are now in government hands.

Where then does responsibility lie? The Federal Housing Finance Agency (FHFA) has the authority and responsibility and placed Fannie Mae and Freddie Mac in conservatorship. According to Wikipedia, the effect of this action is that FHFA will "support the soundness of the obligations and guarantees on securities issued by Fannie Mae and Freddie Mac to obtain funds." That means essentially that the Fannie Mae and Freddie Mac guarantees of principal and interest payments on mortgage backed securities have become obligations of the federal government, read the American taxpayer.

Just like that, the United States Government is now, full time, in the home mortgage business as the intermediary between banks that make and sell mortgages and investment houses or others who buy, sell or hold mortgage backed securities. This makes the alleged bailout not a bailout at all but funding to support a suddenly assumed Federal budgetary responsibility to maintain the liquidity of Fannie Mae and Freddie Mac, and to preserve their reputations in financial markets.

This is a critical action as foreign investors, especially the big holders of mortgage backed securities, may see it. In recent news reports, Japan and China, both big time holders of these securities, have indicated satisfaction with the takeover decision. Others who hold parts of the more than trillion dollar overseas component of the US mortgage backed securities market should also be pleased.

If it can be carried out successfully, the "bailout" will serve to minimize or avoid both further foreign and domestic losses. However, the President, Secretary Paulson and Fed Chairman Bernanke should be stressing the obvious argument: The takeover of Fannie Mae and Freddie Mac by the Federal Housing Finance Agency and the commitment of FHFA to support their guarantees and obligations puts the full faith and credit of the United States on the line. How this plays out will affect American business and financial relations both at home and with the rest of the world for years to come.

The writer is a retired Senior Foreign Service Officer of the US Department of State. He served in key economic interest countries such as Egypt, India, the Philippines and Brazil. He has an MA in political science and economics from San Jose State University, he is a graduate of the National War College, and he studied development economics at the University of California, Berkeley. He will welcome comments at wecanstopit@charter.net

Taxpayers Forced To Bailout Zionist Gangsters

Taxpayers Forced To Bailout Zionist Gangsters
The Financial Crisis On Wall Street & The Gang of Zionists Behind 9-11
By Christopher Bollyn
9-21-8




Ben Shalom Bernanke, the chairman of the Federal Reserve, is the dedicated Zionist Jew behind the $85 billion taxpayer-funded bailout of Maurice Greenberg's criminal enterprise, A.I.G.


Adding Insult to Injury:
Hard-pressed American Taxpayers Forced to Bailout
Zionist Gangsters Behind 9-11
Updated September 21, 2008




Maurice Greenberg, the Zionist criminal behind A.I.G.,
is deeply involved in the false flag terror of 9-11.
[Photo: www.cloakanddagger.de]


The current financial crisis in the United States involves some of the very same Zionist criminals and entities that I pointed out in my recent chapter, "The Architecture of Terror: Mapping the Israeli Network Behind 9-11."

The collapse of their criminal scams on Wall Street could result in more information coming out about the Zionist gangsters behind 9-11.
Such outrageous criminal scams cannot be kept hidden for long.

The government loan of $85 thousand millions of U.S. taxpayer dollars ($85 billion) to keep afloat Maurice Greenberg's criminal operation, American International Group (A.I.G.), brings into the spotlight one of the key individuals in the Zionist criminal network behind 9-11.






Maurice Greenberg
The criminal head of A.I.G.


THE DEVOTED ZIONIST BEHIND THE A.I.G. BAILOUT

It should come as no surprise that the key person behind this unprecedented government bailout of A.I.G., a huge Zionist criminal operation, is himself a devoted Zionist. Ben Shalom Bernanke, the chairman of the Federal Reserve System, is another Hebrew-speaking scion of the Jewish Theological Seminary of New York City, like Michael Chertoff and Alvin K. Hellerstein.

How can it be that the sons of small group of uneducated Jews from Eastern Europe, who immigrated to the Bronx in the 1900s, now control a nation of 300 million non-Jews? If you were to ask a Zionist Jew from the Jewish Theological Seminary why they control America, they would probably say: "Because we can."






Bernanke has been a religious supporter
of Zionist criminals since the 1970s.

Growing up, Bernanke attended the extremist Zionist summer camp (Ramah) of the Jewish Theological Seminary where he was immersed for months in the Zionist ideology of the JTS - in Hebrew. During college in the early 1970s, Bernanke began working directly with the Jewish political crime bosses in South Carolina.


BERNANKE'S YEARS WITH THE CRIME BOSS OF DILLON

Ben Shalom (Hebrew for "Son of Peace") Bernanke went to Harvard University and graduated with a B.A. in economics in 1975. Throughout college, however, Bernanke had a very odd summer job for an Ivy League student of economics. Every summer he returned to Dillon, South Carolina, to work for Alan Heller Schafer, the well-known Jewish criminal and political boss who ran a sprawling roadside gambling and drinking establishment called South of the Border. The adjacent counties in North Carolina had been "dry counties" when Schafer originally started his drinking and gambling establishment.
Such was his clout that he was reportedly able to have the route of Interstate 95 altered so it would directly pass his saloon operation.





Alan Schafer

Bernanke's criminal employer during his college years.


Alan Schafer was, after all, the long-standing chairman of the Democratic Party in Dillon County, where, since 1966, he ran the "state's smoothest-running political machine" by buying votes.
Schafer's political machine maintained power, said Craig C. Donsanto, director of the Justice Department's Election Crimes Branch, through a "carefully controlled and sophisticated system of rigging elections," the New York Times reported in 1982. This is the crime boss that Bernanke worked for, every summer, while he studied at Harvard.

"Alan didn't want any more stump meetings because they threatened his candidates," said A.W. (Red) Bethea, 66, who was defeated four times in Statehouse races by Schafer-backed candidates. "If you were running against the Schafer machine without his wanting you to, you were just wasting your time."

Mr. Donsanto said more than 1,000 Dillon County voters were paid $5 to $10 to sign their names to absentee ballots in 1980. In the 1980 primary, 1,500 of the 7,000 votes cast in Dillon County were absentee ballots. Two days after the primary, agents from the U.S. Justice Dept. "swooped down on Dillon County and seized the ballot boxes, touching off the largest voting fraud investigation ever conducted in the Southeast," the Times reported.

After an 18-month investigation, 30 residents of Dillon County were indicted on charges of violating federal election laws, most of them for buying votes. As the head of the election corruption and vote- buying machine, Schafer was sentenced to three and a half years in federal prison. The joint state and federal investigation, which finally busted Schafer's political machine, "broke up the county's leadership elite, men who had controlled and manipulated Dillon's political process since the mid-1960s," the Times reported.

This was the well-known Jewish criminal that Ben Shalom Bernanke, a student of economics at Harvard, worked for every summer. It is simply impossible that Bernanke was unaware of Schafer's wide-scale criminal activities, which were legendary in the state. (Now, Bernanke is behind the $85 billion taxpayer-funded bailout of another Zionist criminal, Maurice R. Greenberg, who ran A.I.G. for decades and who owned some $15 billion worth of A.I.G. stock, before it fell some 94 percent in value.)

The "pain and embarrassment" caused by Schafer's decades of criminal activity aimed at controlling elections deeply affected the people of Dillon County.

After college, Bernanke earned a doctorate at Massachusetts Institute of Technology, where his adviser was Stanley "Stan" Fischer.
Fischer, born in Rhodesia, also happens to be the current Governor of the Bank of Israel. If you look at Bernanke's biography you will find that he has spent his entire life engaged only in Zionist activities. I have not found any period of Bernanke's life when he was involved in anything other than Zionism.





Bernanke's advisor of Zionist economics at MIT was Stan Fischer,
head of the Bank of Israel; here with Ehud Olmert on April 1, 2008.
[Photo AP - Sebastian Scheiner]

(I am working on an article to explain the massive Zionist criminal enterprise of A.I.G., primarily owned by Maurice Greenberg. A.I.G. is much more than insurance fraud, and there is nothing "golden" about it, except for its Israeli subsidiary's name. Greenberg's criminal enterprise known as A.I.G. is sprawling and even includes a company (ILFC) that leases and finances aircraft for the airlines and secret government missions such as "enforced renditions."

One of Greenberg's aircraft, for example, a Gulfstream 4 with tail number N971L, was involved in the abduction of crew members who survived the Estonia catastrophe in September 1994. Greenberg's plane left Stockholm's Arlanda airport with half a dozen "unregistered passengers" and took them to Bangor, Maine, the day after 11 surviving crew members disappeared from Stockholm's Huddinge hospital.)

This is just a fragment of the criminal activity Greenberg's A.I.G. is involved in. As I wrote in one of the latest chapters of Solving 9-11, published in July 2008, Greenberg and A.I.G. are both involved in the 9-11 false flag terror attacks:


KROLL, GREENBERG & THE ISRAELIS

Rebuffed in 1987, the Mossad team of Malkin and Shalom didn't give up on Isser Harel's prophecy of 9-11, which meant getting the Port Authority security contract. They simply changed tack and decided to work in a less obvious manner, through dedicated and corrupt American Zionists like Jules Kroll and Maurice Greenberg. Shalom went to work for Kroll, according to the online 9/11 Encyclopedia entry for Maurice "Hank" Greenberg, the CEO of the American International Group (A.I.G.) insurance company.

In 1993, Maurice Greenberg became a partner and co-owner of Jules Kroll's company when A.I.G. bought 23 percent of Kroll. Greenberg is very close to Henry Kissinger, who became chairman of A.I.G.'s International Advisory Board in 1987.





Kissinger and Greenberg

Greenberg was deeply involved in China in the 80s, where Henry Kissinger was one of his representatives, according to the 9-11 Encyclopedia. Through the China trade, Greenberg became close to Shaul Eisenberg, the leader of the Asian section of the Israeli intelligence service Mossad, and agent for the sales of sophisticated military equipment to the Chinese military, it reports. Eisenberg was also the owner of Atwell Security of Tel Aviv...

Maurice Greenberg and Jules Kroll are connected to the key players of 9-11 in so many ways that their connections would fill a book. For the purpose of this chapter, however, there are a few key connections that need to be underlined:
1. Maurice Greenberg and Jules Kroll became partners in 1993, the same year Kroll Associates "was chosen over three other companies to advise the Port Authority on a redesign of its security procedures."
"We have such confidence in them that I have followed every one of their recommendations," Stanley Brezenoff, the Port Authority executive director, told the New York Times in 1994.

2. Kroll controlled security at the World Trade Center complex in 2001 and was responsible for hiring John O'Neill, the former chief of counterterrorism for the FBI, who died on 9-11, reportedly his first day on the new job.

3. Greenberg's son, Jeffrey W. Greenberg, became CEO of Marsh & McLennan (MMC) in 1999 and chairman in 2000. The first plane of 9-11 flew directly into the secure computer room of Marsh (Kroll) USA, part of Greenberg's company. Mark Wood, an eyewitness, said: "It looked like a mid-sized executive jet and the way it turned suggested it was being aimed deliberately at a target."
There is much more information about Maurice Greenberg's ties to 9-11 in "The Architecture of Terror: Mapping the Israeli Network Behind 9-11."




Christopher Bollyn

Please support my research and writing.
Donate by Pay Pal to:
bollyn@bollynbooks.com

Sources:

Bollyn, Christopher, "The Architecture of Terror: Mapping the Israeli Network Behind 9-11," July 24, 2008
http://www.bollyn.info/home/articles/911/theisraelinetworkbehind911/

Bollyn, Christopher, " 'Ghost Planes' Make Suspects Disappear: Pentagon has new secret weapon in 'War on Terror' " American Free Press, January 2004
http://www.americanfreepress.net/html/ghost_planes.html

Bollyn, Christopher, "Were Key Survivors from Estonia Catastrophe Kidnapped?" January 2005
http://www.elaestonia.org/eng/index.php?module=lingid&link=133
New York Times, "Carolina Revives its Stump Meetings," May 23, 1982 (Article about Alan Schafer's criminal activities in Dillon County elections, S.C.)

Momentum Krisis Eknomi Amerika

Moh. Arifin Purwakananta
purwakananta.wordpress.com

Momentum Krisis Eknomi Amerika
October 6, 2008 in Tulisan
Tags: krisis amerika


Amerika Serikat dirundung krisis ekonomi yang akut. Kiblat ekonomi dunia ini sedang berjuang mengjar ego keangkuhannya. Krisis ini pun segera menyebar kepada seluruh jejaring negeri Paman Sam ini, melalui virus dolar dan mitos modern tentang kejayaan ekonomi kapitalisme.

Bagaimana Indonesia?

Saya berharap dua hal. Yaitu kita cepat tersadar dan merubah kiblat ekonomi kemakmuran kita pada teori-teori, ukuran-ukuran dan mazhab kapitalisme dan pertumbuhan ekonomi yang bagus untuk dipidatokan dan di cetak tebal-tebal laporannya. Mau coba alternatif system ekonomi islam?

Hal kedua adalah segera membei vaksin kepada ekonomi rakyat agar tak berimbas krisis yang menggurita ini. Lalu apa itu ekonomi rakyat? Ya ekonomi riil yang dierakkan konsumsi rakyat. YakinlahkKita perlu segara menyetop konsumsi dari impor dan ajari rakyat menjadi konsumen produk bangsanya sendiri. Jika kita tak mungkin kendalikan pasar bebas, maka kendalikan komunikasi dan iklan media impor. Kita dapat memberi ruang seluasnya pada produk rakyat untuk beriklan di media TV. Ini akan memfungsikan metode yang sudah ada seperti permodalan dan sector social seperti zakat yang turut menopang kekokohan para ekonom kecil.

Profil konsumen Indonesia

Perlu sebuah gerakan untuk mengubah pola konsumsi kita. Di sisi lain kita perlu menguatkan aspek produksi. Saya berharap kita dapat memfokuskan pada produk dengan nilai impor paling besar. Kita perlu membuat substitusi dengan produksi masal produk-produk tersebut dari tangan pribumi.

Kita tak perlu mengandalkan penduduk kota yang kaya memulai gerakan ini, karena yang ada hanyalah perlawanan. Tak mudah melarang orang kota ke kafe. Maka yang perlu digerakkan adalah masyarakat umum di desa-desa. Kita berharap imbasnya di kota. Ini akan efektif bila gerakan ini disupport oleh media dan tangan besi pemimpin kepada oportinis politik.

Politik Ekonomi

Saya meyakini Indonesia dengan potensi sebesar ini haruslah menjadi pemegang kendali bagi sumber daya dunia. Kepemimpinan ekonomi kita yang lemah bukan karena kita kurang akal dan kalah negosiasi ekonomi, kita hanya belum mampu merekrut borokrasi yang anti korupsi dan membela kepentingan ummat diatas kepentingan diri dan keluarga.

Dengan menggeser isu ekonomi dari pertumbuhan menjadi isu distribusi, maka otomatis kemakmuran akan menjadi focus kita. Distriusi asset dan distribusi kemakmuran ini haruslah menjadi batu timbang bagi keberhailan ekonomi kita.

Siapa yang mau buat debat terbuka : Keruntuhan Kapitalisme dan Bangkitnya Ekonomi Distribusi?

BAILOUT apa artinya ?

BAILOUT apa artinya ?

Secara harfiah 'bailout' berarti penjaminan. Berkenaan dengan krisis finansial AS yang sangat berpotensi menjadi krisis finansial dalam skala global, pemerintah AS meminta persetujuan senat untuk mengucurkan $700 milyar guna menyelematkan aset-aset negara yang mulai tumbang satu demi satu setiap harinya. Pada hari Senin, waktu Indonesia, senat AS menolak rancangan penjaminan tersebut yang menyebabkan indeks Dow Jones Industrial Average terjun bebas tanpa parasut hingga mencapai kedalaman yang belum pernah tertembus sebelumnya di era modern ini. Hari ini senat akhirnya menyetujui rencana tersebut tapi tampaknya pelaku pasar belum terlalu yakin akan hal tersebut bahkan jika dilihat dari pergerakan pasar-pasar regional, para pelaku masih menganggap situasinya masih belum ada kepastian yang signifikan.

Penyebab Krisis Ekonomi AS

Apa penyebab krisis ekonomi AS:

1. Penumpukan hutang nasional hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan PDB hanya 13 trilyun dollar AS

2. Terdapat progam pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar. (mengurangi pendapatan negara)

3. Pembengkakan biaya Perang Irak dan Afganistan (hasilnya Irak tidak aman dan Osama Bin Laden tidak tertangkap juga) setelah membiayai perang Korea dan Vietnam.

4. CFTC (Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas keuangan tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) sebuah badan yang melakukan aktifitas perdagangan berjangka.Dimana ECE juga turut berperan mengdongkrak harga minyak hingga lebih dari USD 100/barel

5. Subprime Mortgage: Kerugian surat berharga property sehingga membangkrutkan Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UFJ.

6. Keputusan suku bunga murah dapat mendorong spekulasi.

Source Kompas 27 Jan 08

PROSES KEHANCURAN BURSA WALL STREET

Bailout disetujui tetapi...

Selasa, 07/10/2008
Bailout disetujui tetapi...

Setelah Senat AS menyetujui dana talangan US$700 miliar, pemimpin mayoritas Harry Reid berupaya 'merayu' para koleganya untuk 'menjual' kejatuhan ekonomi sebelum mereka reses.

Reid mendesak teman-temannya agar memperluas cakupan tunjangan bagi para pengangguran hingga mencapai sedikitnya 800.000 orang sasaran di AS.

Untuk menghadapi perlawanan dari pihak Republik, upaya politisi tersebut gagal. Keuntungan yang bisa dinikmati penganggur akan berakhir pekan ini.

Bila berjalan sesuai dengan rencana, dana talangan akan membantu operasional lembaga keuangan dan diharapkan� mampu menyelamatkan mereka. Namun, kita sama sekali tidak bisa untuk menyelamatkan semua orang AS dari dampak krisis keuangan. Mereka pasti ada yang menjadi korban PHK dan kepemilikan rumahnya dicabut.

Departemen Tenaga Kerja melaporkan pekan lalu bahwa 159.000 pekerjaan hilang selama September. Itu merupakan angka terbesar yang pernah terjadi dalam satu bulan selama lima tahun terakhir. Angka itu menggambarkan pula kontraksi lapangan kerja dalam sembilan bulan. Bila ditotal, pekerjaan yang melayang� mencapai 760.000.

Dari 9,5 juta warga AS yang akan kehilangan pekerjaan, dua juta orang di antaranya sudah menganggur selama lebih enam bulan.

Bursa belum kiamat

Kamis, 09/10/2008
Bursa belum kiamat

Kemarin otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) menutup perdagangan saham pada sesi I mulai pukul 11.08 WIB.� Keputusan suspensi sementara itu dilakukan setelah menyaksikan penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang semakin susah dikendalikan.

Ketika bursa ditutup, IHSG pada sesi pagi kemarin merosot tajam hingga 168,052 poin atau 10,38% ke posisi 1.451,669. Level indeks ini merupakan yang terendah sejak September 2006.

Secara akumulasi dalam tiga hari pada pekan ini, indeks turun� di atas 20%. Ketua Bapepam Fuad A. Rahmany mengatakan situasi pemodal di pasar sudah sangat irasional. Kepanikan itu berlaku di hampir semua bursa di dunia.

Charles P. Kindleberger yang meneliti sejarah krisis finansial menempatkan kepanikan (panic) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keserakahan dan krisis.

Investor yang mudah panik biasanya melakukan investasi dalam kerakusan. Pemodal kategori ini adalah yang paling mudah dihinggapi ketakutan. Tambahan lagi mereka melakukan investasi umumnya tanpa dibekali pengetahuan yang memadai.���

Secara umum investor global hingga saat ini belum berhasil diyakinkan bahwa kondisi finansial akan membaik setelah Pemerintah Amerika Serikat menyetujui pengucuran dana senilai US$700 miliar untuk menyelamatkan sejumlah institusi keuangan di negara itu.

Krisis keuangan di negara adidaya itu menyulut kekeringan likuiditas dan perlambatan ekonomi secara global. Menghadapi krisis demikian, setiap negara, termasuk Indonesia, diminta mengambil langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan perekonomian masing-masing.

Misalnya, apa yang dilakukan Bank Indonesia dua hari yang lalu dengan menaikkan BI Rate 25 basis poin menjadi 9,50% merupakan bagian dari langkah tersebut. Terlepas dari reaksi yang bermacam-macam dari pelaku pasar, langkah otoritas moneter itu dimaksudkan untuk mengendalikan� inflasi dan menjaga stabilitas rupiah.

Di lain pihak, kebijakan itu tentu saja justru sangat mencemaskan di tengah ketatnya likuiditas saat ini. Kenaikan BI Rate itu akan memaksa bank kembali meningkatkan bunga kredit yang pada gilirannya bakal menyulitkan dunia usaha mengakses pembiayaan.

Harian ini sangat berharap agar keputusan BI-yang langsung mendapat respons negatif dari pasar-bisa membawa dampak yang positif dalam jangka panjang. Gubernur BI Boediono dan kawan-kawan tentu saja sudah memikirkan dampak kebijakan tersebut secara matang.

Setelah otoritas moneter, kemarin tiba giliran manajemen bursa efek mengambil langkah yang sangat berani, yaitu menghentikan perdagangan saham.

Ini merupakan langkah yang pertama kali� diambil dalam� sejarah� bursa Indonesia sehubungan dengan koreksi indeks yang tajam. Pada 2000, perdagangan di bursa pun� pernah dihentikan, bukan karena kondisi pasar, melainkan karena hantaman bom di gedung Bursa Efek Jakarta.

Setelah mengambil keputusan itu, kemarin otoritas bursa langsung menyelenggarakan pertemuan dengan anggota bursa dan pelaku pasar untuk membahas dan meminta masukan mengenai kemungkinan dilakukan suspensi lanjutan pada perdagangan hari ini.

Apa pun keputusan yang diambil, kita berharap suspensi itu bisa menghentikan koreksi yang makin tajam. Apalagi� langkah serupa juga dilakukan oleh sejumlah bursa di negara lain, seperti Rusia, Rumania, dan Ukraina.

Selain melakukan suspensi, otoritas bursa diharapkan lebih tegas menegakkan aturan di pasar modal, seperti short selling, margin trading� yang selama ini sering menjadi pemicu kekisruhan di pasar.

Akhirnya, sekali lagi, kepada pelaku pasar diingatkan bahwa bursa memang� belum kiamat, tidak perlu ada panik dan perasaan takut yang berlebihan.

Krisis global & ekonomi RI

Seperti sudah diprediksi paket bailout senilai US$700 miliar ternyata� tidak cukup manjur untuk menahan kemerosotan perekonomian Amerika Serikat. Kemerosotan ekonomi itu-ditandai oleh kebangkrutan sejumlah lembaga keuangan di AS-tentu berimbas secara global.

Perekonomian Eropa akan mengalami dampak yastitusi keuangan negara-negara di kawasan itu memiliki eksposur yang besar. Demikian pula dengan perekonomian Jepang dan China.

Sebaliknya, imbas terhadap perekonomian Asia akan lebih minim karena kredit macet yang terjadi tidak sebesar di AS dan Eropa. Imbas yang dialami perekonomian negara-negara Asia, termasuk� Indonesia, terjadi seiring dengan pengalihan likuiditas para investor AS ke negaranya.

Krisis global itu memang baru dirasakan sekitar enam bulan hingga setahun ke depan, tetapi upaya menghalaunya perlu dilakukan sejak sekarang. Apalagi krisis ini berdampak terhadap pengeringan likuiditas dan perlambatan ekonomi global-dua kondisi� yang sangat memengaruhi perekonomian Indonesia.

Ini karena mengeringnya likuiditas global akan memengaruhi pembiayaan defisit APBN yang berasal dari pasar. Tahun ini, Pemerintah Indonesia memang tidak perlu menerbitkan surat utang baru untuk menutup defisit anggaran sebesar Rp60,5 triliun, tetapi bagaimana dengan tahun depan?

Bukankah tahun depan defisit anggaran ditargetkan 1,5% dari PDB? Dengan kondisi likuiditas yang mengering, pemerintah perlu menjajaki pinjaman dari lembaga-lembaga multilateral atau menggenjot sumber penerimaan dalam negeri. Namun, dapatkah lembaga-lembaga tersebut menaikkan jumlah pinjaman mereka?

Oleh karena itu, untuk mengatasi dampak krisis tersebut pemerintah bertekad memantau defisit APBN, dan memonitor penggunaan anggaran kementerian dan lembaga. Langkah ini tepat demi tetap mengontrol defisit anggaran, sehingga tidak menambah beban APBN.

Pemerintah juga berkomitmen mendorong ekspor dengan memberikan insentif, mengendalikan impor, dan meningkatkan pengamanan pasar domestik. Komitmen ini penting mengingat salah satu dampak dari krisis tersebut adalah perlambatan ekonomi global.���

Akibat lanjutannya adalah ekspor nonmigas kita akan terpukul. Ini karena ekspor nonmigas Indonesia lebih banyak ke Asia Timur dan Eropa-yang juga terkena dampak krisis tersebut-dibandingkan dengan ke AS, yang hanya sekitar 11,6%.

Untuk mencegah penurunan ekspor tersebut, diversifikasi pasar perlu segera didorong. Caranya, menurut harian ini, pemerintah perlu memberikan insentif ekspor, memperlancar arus barang, dan mengurangi praktik ekonomi biaya tinggi.

Selain melakukan diversifikasi pasar kita juga harus memanfaatkan pasar dalam negeri. Potensi pasar domestik sangat besar mengingat jumlah penduduk negeri ini mencapai 225 juta jiwa.

Oleh karena itu, pasar domestik harus segera diamankan dari membanjirnya produk impor, baik yang legal maupun ilegal. Bersamaan dengan itu, diperlukan pula langkah pengurangan impor, terutama dari negara-negara yang terkena dampak krisis global tersebut.

Jangan sampai produk impor yang tidak terserap di pasar AS, Eropa, dan negara-negara yang terkena dampak krisis global justru berbelok masuk ke Asia Timur, termasuk Indonesia. Maka, pemerintah perlu memperketat kebijakan masuknya produk jadi yang� justru dapat mematikan industri dalam negeri.�

Sebaliknya, pemerintah harus melonggarkan impor bahan baku agar sektor riil dapat bergerak. Bahan baku pun harus bisa diperoleh dengan mudah dan harga yang terjangkau.

How Rothschild Family Conspiracy Controls FED

How Rothschild Family Conspiracy Controls FED
by NEWS FROM THE WEST

Federal Reserve Directors: A Study of Corporate and Banking Influence
Published 1976

Chart 1 reveals the linear connection between the Rothschilds and the Bank of England, and the London banking houses which ultimately control the Federal Reserve Banks through their stockholdings of bank stock and their subsidiary firms in New York.

The two principal Rothschild representatives in New York, J. P. Morgan Co., and Kuhn,Loeb & Co. were the firms which set up the Jekyll Island Conference at which the Federal Reserve Act was drafted, who directed the subsequent successful campaign to have the plan enacted into law by Congress, and who purchased the controlling amounts of stock in the Federal Reserve Bank of New York in 1914.

These firms had their principal officers appointed to the Federal Reserve Board of Governors and the Federal Advisory Council in 1914. In 1914 a few families (blood or business related) owning controlling stock in existing banks (such as in New York City) caused those banks to purchase controlling shares in the Federal Reserve regional banks.

Examination of the charts and text in the House Banking Committee Staff Report of August, 1976 and the current stockholders list of the 12 regional Federal Reserve Banks show this same family control.

N.M. Rothschild , London - Bank of England
______________________________________
| |
| J. Henry Schroder

| Banking | Corp.
| |
Brown, Shipley - Morgan Grenfell - Lazard - |
& Company & Company Brothers |
| | | |
--------------------| -------| | |
| | | | | |
Alex Brown - Brown Bros. - Lord Mantagu - Morgan et Cie -- Lazard ---|
& Son | Harriman Norman | Paris Bros |
| | / | N.Y. |
| | | | | |
| Governor, Bank | J.P. Morgan Co -- Lazard ---|
| of England / N.Y. Morgan Freres |
| 1924-1938 / Guaranty Co. Paris |
| / Morgan Stanley Co. | /
| / | \Schroder Bank
| / | Hamburg/Berlin
| / Drexel & Company /
| / Philadelphia /
| / /
| / Lord Airlie
| / /
| / M. M. Warburg Chmn J. Henry Schroder
| | Hamburg --------- marr. Virginia F. Ryan
| | | grand-daughter of Otto
| | | Kahn of Kuhn Loeb Co.
| | |
| | |
Lehman Brothers N.Y -------------- Kuhn Loeb Co. N. Y.
| | --------------------------
µ
| | | |
8
| | | |
Lehman Brothers - Mont. Alabama Solomon Loeb Abraham Kuhn
| | __|______________________|_________
Lehman-Stern, New Orleans Jacob Schiff/Theresa Loeb Nina Loeb/Paul Warburg
------------------------- | | |
| | Mortimer Schiff James Paul Warburg
_____________|_______________/ |
| | | | |
Mayer Lehman | Emmanuel Lehman \
| | | \
Herbert Lehman Irving Lehman \
| | | \
Arthur Lehman \ Phillip Lehman John Schiff/Edith Brevoort Baker
/ | Present Chairman Lehman Bros
/ Robert Owen Lehman Kuhn Loeb - Granddaughter of
/ | George F. Baker
| / |
| / |
| / Lehman Bros Kuhn Loeb (1980)
| / |
| / Thomas Fortune Ryan
| | |
| | |
Federal Reserve Bank Of New York |
|||||||| |
______National City Bank N. Y. |
| | |
| National Bank of Commerce N.Y ---|
| | \
| Hanover National Bank N.Y. \
| | \
| Chase National Bank N.Y. \
| |
| |
Shareholders - National City Bank - N.Y. |
----------------------------------------- |
| /
James Stillman /
Elsie m. William Rockefeller /
Isabel m. Percy Rockefeller /
William Rockefeller Shareholders - National Bank of Commerce N. Y.
J. P. Morgan -----------------------------------------------
M.T. Pyne Equitable Life - J.P. Morgan
Percy Pyne Mutual Life - J.P. Morgan
J.W. Sterling H.P. Davison - J. P. Morgan
NY Trust/NY Edison Mary W. Harriman
Shearman & Sterling A.D. Jiullard - North British Merc. Insurance
| Jacob Schiff
| Thomas F. Ryan
| Paul Warburg
| Levi P. Morton - Guaranty Trust - J. P. Morgan
|
|
Shareholders - First National Bank of N.Y.
-------------------------------------------
J.P. Morgan
George F. Baker
George F. Baker Jr.
Edith Brevoort Baker
US Congress - 1946-64
|
|
|
|
|
Shareholders - Hanover National Bank N.Y.
------------------------------------------
James Stillman
William Rockefeller
|
|
|
|
|
Shareholders - Chase National Bank N.Y.
---------------------------------------
George F. Baker

Chart 2

Federal Reserve Directors: A Study of Corporate and Banking Influence
- Published 1983

The J. Henry Schroder Banking Company chart encompasses the entire history of the twentieth century, embracing as it does the program (Belgium Relief Commission) which provisioned Germany from 1915-1918 and dissuaded Germany from seeking peace in 1916; financing Hitler in 1933 so as to make a Second World War possible; backing the Presidential campaign of Herbert Hoover ; and even at the present time, having two of its major executives of its subsidiary firm, Bechtel Corporation serving as Secretary of Defense and Secretary of State in the Reagan Administration.

The head of the Bank of England since 1973, Sir Gordon Richardson, Governor of the Bank of England (controlled by the House of Rothschild) was chairman of J. Henry Schroder Wagg and Company of London from 1963-72, and director of J. Henry Schroder,New York and Schroder Banking Corporation,New York,as well as Lloyd's Bank of London, and Rolls Royce.

He maintains a residence on Sutton Place in New York City, and as head of "The London Connection," can be said to be the single most influential banker in the world.

J. Henry Schroder
-----------------
|
|
|
Baron Rudolph Von Schroder
Hamburg - 1858 - 1934
|
|
|
Baron Bruno Von Schroder
Hamburg - 1867 - 1940
F. C. Tiarks |
1874-1952 |
| |
marr. Emma Franziska |
(Hamburg) Helmut B. Schroder
J. Henry Schroder 1902 |
Dir. Bank of England |
Dir. Anglo-Iranian |
Oil Company J. Henry Schroder Banking Company N.Y.
|
|
J. Henry Schroder Trust Company N.Y.
|
|
|
___________________|____________________
| |
Allen Dulles John Foster Dulles
Sullivan & Cromwell Sullivan & Cromwell
Director - CIA U. S. Secretary of State
Rockefeller Foundation

Prentiss Gray
------------
Belgian Relief Comm. Lord Airlie
Chief Marine Transportation -----------
US Food Administration WW I Chairman; Virgina Fortune
Manati Sugar Co. American & Ryan daughter of Otto Kahn
British Continental Corp. of Kuhn,Loeb Co.
| |
| |
M. E. Rionda |
------------ |
Pres. Cuba Cane Sugar Co. |
Manati Sugar Co. many other |
sugar companies. _______|
| |
| |
G. A. Zabriskie |
--------------- | Emile Francoui
Chmn U.S. Sugar Equalization | --------------
Board 1917-18; Pres Empire | Belgian Relief Comm. Kai
Biscuit Co., Columbia Baking | Ping Coal Mines, Tientsin
Co. , Southern Baking Co. | Railroad,Congo Copper, La
| Banque Nationale de Belgique
Suite 2000 42 Broadway | N. Y |
__________________________|___________________________|_
| | |
| | |
Edgar Richard Julius H. Barnes Herbert Hoover
------------- ---------------- --------------
Belgium Relief Comm Belgium Relief Comm Chmn Belgium Relief Com
Amer Relief Comm Pres Grain Corp. U.S. Food Admin
U.S. Food Admin U.S. Food Admin Sec of Commerce 1924-28
1918-24, Hazeltine Corp. 1917-18, C.B Pitney Kaiping Coal Mines
| Bowes Corp, Manati Congo Copper, President
| Sugar Corp. U.S. 1928-32
|
|
|
John Lowery Simpson
-------------------
Sacramento,Calif Belgium Relief |
Comm. U. S. Food Administration Baron Kurt Von Schroder
Prentiss Gray Co. J. Henry Schroder -----------------------
Trust, Schroder-Rockefeller, Chmn Schroder Banking Corp. J.H. Stein
Fin Comm, Bechtel International Bankhaus (Hitler's personal bank
Co. Bechtel Co. (Casper Weinberger account) served on board of all
Sec of Defense, George P. Schultz German subsidiaries of ITT . Bank
Sec of State (Reagan Admin). for International Settlements,
| SS Senior Group Leader,Himmler's
| Circle of Friends (Nazi Fund),
| Deutsche Reichsbank,president
|
|
Schroder-Rockefeller & Co. , N.Y.
---------------------------------
Avery Rockefeller, J. Henry Schroder
Banking Corp., Bechtel Co., Bechtel
International Co. , Canadian Bechtel
Company. |
|
|
|
Gordon Richardson
-----------------
Governor, Bank of England
1973-PRESENT C.B. of J. Henry Schroder N.Y.
Schroder Banking Co., New York, Lloyds Bank
Rolls Royce

Chart 3

Federal Reserve Directors: A Study of Corporate and Banking Influence
- Published 1976

The David Rockefeller chart shows the link between the Federal Reserve Bank of New York,Standard Oil of Indiana,General Motors and Allied Chemical Corportion (Eugene Meyer family) and Equitable Life (J. P. Morgan).

DAVID ROCKEFELLER
----------------------------
Chairman of the Board
Chase Manhattan Corp
|
|
______|_______________________
Chase Manhattan Corp. |
Officer & Director Interlocks|---------------------
------|----------------------- |
| |
Private Investment Co. for America Allied Chemicals Corp.
| |
Firestone Tire & Rubber Company General Motors
| |
Orion Multinational Services Ltd. Rockefeller Family & Associates
| |
ASARCO. Inc Chrysler Corp.
| |
Southern Peru Copper Corp. Intl' Basic Economy Corp.
| |
Industrial Minerva Mexico S.A. R.H. Macy & Co.
| |
Continental Corp. Selected Risk Investments S.A.
| |
Honeywell Inc. Omega Fund, Inc.
| |
Northwest Airlines, Inc. Squibb Corporation
| |
Northwestern Bell Telephone Co. Olin Foundation
| |
Minnesota Mining & Mfg Co (3M) Mutual Benefit Life Ins. Co. of NJ
| |
American Express Co. AT & T
| |
Hewlett Packard Pacific Northwestern Bell Co.
| |
FMC Corporation BeachviLime Ltd.
| |
Utah Intl' Inc. Eveleth Expansion Company
| |
Exxon Corporation Fidelity Union Bancorporation
| |
International Nickel/Canada Cypress Woods Corporation
| |
Federated Capital Corporation Intl' Minerals & Chemical Corp.
| |
Equitable Life Assurance Soc U.S. Burlington Industries
| |
Federated Dept Stores Wachovia Corporation
| |
General Electric Jefferson Pilot Corporation
| |
Scott Paper Co. R. J. Reynolds Industries Inc.
| |
American Petroleum Institute United States Steel Corp.
| |
Richardson Merril Inc. Metropolitan Life Insurance Co.
| |
May Department Stores Co. Norton-Simon Inc.
| |
Sperry Rand Corporation Stone-Webster Inc.
| |
San Salvador Development Company Standard Oil of Indiana

Chart 4

Federal Reserve Directors: A Study of Corporate and Banking Influence
- Published 1976

This chart shows the interlocks between the Federal Reserve Bank of New York J. Henry Schroder Banking Corp., J. Henry Schroder Trust Co., Rockefeller Center, Inc., Equitable Life Assurance Society ( J.P. Morgan), and the Federal Reserve Bank of Boston.

Alan Pifer, President
Carnegie Corporation
of New York
----------------------
|
|
----------------------
Carnegie Corporation
Trustee Interlocks --------------------------
---------------------- |
| |
Rockefeller Center, Inc J. Henry Schroder Trust Company
| |
The Cabot Corporation Paul Revere Investors, Inc.
| |
Federal Reserve Bank of Boston Qualpeco, Inc.
|
Owens Corning Fiberglas
|
New England Telephone Co.
|
Fisher Scientific Company
|
Mellon National Corporation
|
Equitable Life Assurance Society
|
Twentieth Century Fox Corporation
|
J. Henry Schroder Banking Corporation

Chart 5

Federal Reserve Directors: A Study of Corporate and Banking Influence
- Published 1976

This chart shows the link between the Federal Reserve Bank of New York, Brown Brothers Harriman,Sun Life Assurance Co. (N.M. Rothschild and Sons), and the Rockefeller Foundation.

Maurice F. Granville
Chairman of The Board
Texaco Incorporated
----------------------
|
|
Texaco Officer & Director Interlocks -----------Liggett & Myers, Inc.
------------------------------------ |
| |
| |
L Arabian American Oil Company St John d'el Ray Mining Co. Ltd.
O | |
N Brown Brothers Harriman & Co. National Steel Corporation
D | |
O Brown Harriman & Intl' Banks Ltd. Massey-Ferguson Ltd.
N | |
American Express Mutual Life Insurance Co.
| |
N. American Express Intl' Banking Corp. Mass Mutual Income Investors

M. | |
Anaconda United Services Life Ins. Co.
R | |
O Rockefeller Foundation Fairchild Industries
T | |
H Owens-Corning Fiberglas Blount, Inc.
S | |
C National City Bank (Cleveland) William Wrigley Jr. Co
H | |
I Sun Life Assurance Co. National Blvd. Bank of Chicago
L | |
D General Reinsurance Lykes Youngstown Corporation
| |
General Electric (NBC) Inmount Corporation

** Source: Federal Reserve Directors: A Study of Corporate and Banking Influence. Staff Report,Committee on Banking,Currency and Housing, House of Representatives, 94th Congress, 2nd Session, August 1976.

ORIGINALLY PUBLISHED
http://newsfromthewest.blogspot.com/2008/05/who-owns-federal-reserve.html

Fed orders emergency rate cut, other banks follow

By JEANNINE AVERSA, AP Economics Writer
Wed Oct 8, 7:40 AM ET


WASHINGTON - The Federal Reserve, acting in coordination with other global central banking authorities, cut a key U.S. interest rate by half a percentage point Wednesday to steady a teetering economy.



The Fed reduced its key rate from 2 percent to 1.5 percent.



In Europe, which also has been hard hit by the financial crisis, the Bank of England cut its rate by half a point to 4.5 percent, while the European Central Bank sliced its rate to 3.75 percent.

Other central banks also taking part include the banks of Canada, Sweden, and Switzerland.

China also cut its key interest rates Wednesday for a second time in less than one month to stimulate slowing economic growth amid the global credit crisis.

Fed Chairman Ben Bernanke and his colleagues ratcheted down their key rate by 0.5 percentage point to 1.5 percent. The action revives the central bank's rate-cutting campaign which had been halted in June out of concerns that those low rates would worsen inflation. Since then, however, economic and financial conditions have dangerously deteriorated, forcing the Fed to reverse course.

The fact that the Fed felt it couldn't wait until its regularly scheduled meeting on Oct. 28-29, underscored the urgency of the situation.

The Fed took the action in a coordinated move with other central banks, which also were cutting their rates.

"The pace of economic activity has slowed markedly in recent months," the Fed said "Moreover, the intensification of financial market turmoil is likely to exert additional restraint on spending, partly by further reducing the ability of households and businesses to obtain credit."

Although inflation has been high, the Fed believes that the recent drop in energy prices and the weaker prospects for economic activity have reduced this threat to the economy.

The Wednesday cuts come as markets in Asia and Europe sink amid waning confidence, Britain steps in to support banks, and Russia closes its main stock market for two days.

In addition, the Fed reduced its emergency lending rate to banks by half a percentage point to 1.75 percent. Given the intense credit crisis, banks have been ramping up their borrowing from the Fed's emergency "discount" window.

In response, the prime lending rate for millions of borrowers will drop by a corresponding amount. The prime rate applies to certain credit cards, home equity lines of credit and other loans.

The hope was to spur nervous consumers and businesses to spend more freely again. They clamped down as housing, credit and financial problems intensified last month, throwing Wall Street into chaos. Many believe the country is on the brink of, or already in, its first recession since 2001.

The Fed's last rate cut was in late April, capping one of the most aggressive rate-cutting campaigns in decades as it scrambled to shore up the faltering economy. After that, the Fed moved to the sidelines, holding rates steady as zooming food and energy prices during that period threatened to ignite inflation. In the past few months, energy prices have retreated from record highs reached in mid-July, giving the Fed more leeway to drop rates again.

At its last meeting in September, the Fed struck a more dire tone about the economy, hinting that a rate reduction once again could be in the offing.

Even with the unprecedented $700 billion financial bailout quickly signed into law by President Bush on Friday, the failing economy and the jobs market probably will get worse. Many believe the economy will jolt into reverse later this year — if it hasn't already_ and will stay sickly well into next year.

One of the most crucial pillars of the economy — the jobs market — has cracked, and wage growth is slowing. This means that consumers will be even more hard-pressed to spend in the fashion that helps grow the economy.

Increasingly skittish employers slashed payrolls by 159,000 in September, the most in more than five years. A staggering 760,000 jobs have disappeared so far this year. The unemployment rate is 6.1 percent, up sharply from 4.7 percent a year ago.

The unemployment rate could hit 7 or 7.5 percent by late 2009. If that happens, it would mark the highest rate of joblessness since the months immediately following the 1990-91 recession. Some economists say the jobless rate could rise even more before the situation starts to get better.

Mounting job losses, shrinking paychecks, shriveling nest eggs and rising foreclosures all have weighed heavily on American voters. The economy is their No. 1 concern, polls have shown.

Spooked consumers and businesses have pulled back so much that some analysts fear the economy stalled — or even worse, shrank — in the July-to-September quarter. Many predict the economy will contract in both the final quarter of this year and the first quarter of next year, meeting the classic definition of a recession.

The financial crisis that intensified in September is forcing a seismic shake-up on Wall Street.

Lehman Brothers, the country's fourth-largest investment bank, filed for bankruptcy protection. A weakened Merrill Lynch, deciding it couldn't go it alone anymore, found help in the arms of Bank of America. American International International Group was thrown a financial lifeline. And, the last two investment houses — Goldman Sachs and Morgan Stanley — decided to convert themselves into commercial banks to better weather the financial storm. The number of banks that have failed this year are up sharply from last year. On Friday, Wachovia Corp. said it will be acquired by Wells Fargo & Co. wiping out Wachovia's previous plan to sell its banking operations to rival suitor Citigroup Inc.

IMF: World economy to slow sharply, led by US

By JEANNINE AVERSA, AP Economics Writer
1 hour, 45 minutes ago


WASHINGTON - The world economy will slow sharply this year and next, with the United States likely sliding into recession reflecting mounting damage from the most dangerous financial jolt in more than a half-century.



The International Monetary Fund, in a World Economic Outlook released Wednesday, slashed growth projections for the global economy and predicted the United States — the epicenter of the financial meltdown — will continue to lose traction.

"The world economy is now entering a major downturn in the face of the most dangerous shock in mature financial markets since the 1930s," the IMF said in its report.

The IMF now projects that the global economy, which grew by a hardy 5 percent last year, will lose considerable speed, slowing to 3.9 percent this year. It is forecast to weaken even more — to just 3 percent — next year, marking the worst showing since 2002. In the past, the IMF has called global growth of 3 percent or less the equivalent to a global recession.

The IMF's projection was made before the Federal Reserve and six other major central banks from around the world slashed interest rates Wednesday in an attempt to prevent a financial crisis from becoming a global economic meltdown.

The Fed reduced its key rate from 2 percent to 1.5 percent. In Europe, which also has been hard hit by the financial crisis, the Bank of England cut its rate by half a point to 4.5 percent, while the European Central Bank sliced its rate to 3.75 percent.

Also taking part were the central banks of China, Canada, Sweden, and Switzerland. The Bank of Japan said it strongly supported the actions.

The financial crisis, which erupted in the United States in August 2007 and has quickly spread around the globe, entered a tumultuous new phase last month, badly shaking confidence in global financial institutions and markets, the IMF said. It has triggered a cascading series of bankruptcies, forced mergers and radical government interventions — such as the United States' unprecedented $700 billion financial bailout — to stem the fallout.

The new projections come before a gathering of the world's top economic powers on Friday and the weekend meetings of the IMF and the World Bank. The jarring financial crisis is likely to figure prominently in those discussions.

In the United States, the economy, which grew by 2 percent last year, is projected to slow to 1.6 percent this year. Growth would screech to a virtual halt in 2009, barely budging at just 0.1 percent. That would mark the worst showing since 1991, when the country was pulling out of a recession.

"With a recession now looking increasingly likely, the key questions are, how deep will the downturn be, when will a recovery get under way and how strong will it be?" the IMF asked. Much will hinge on how effective the United States' steps to stabilize financial markets and get credit flowing more freely again turn out to be. Another important factor is whether these and other actions turn around U.S. consumers, whose retrenchment is hurting the economy.

The IMF — and many private economists — believe the U.S. economy will probably contract in the final three months of this year and the first three months of next year, meeting a classic definition of a recession. The economy's last recession was in 2001.

The government's bailout package is aimed at thawing lending by buying bad mortgage-related debt from troubled financial institutions. The idea is that the banks' books would then be cleaner, putting them in a better position to lend and get the economy moving.

The IMF said this effort should help to stabilize markets but even so "the process of balance-sheet repair will be long and arduous." Credit availability is likely to remain constrained throughout 2009, the IMF said.

Fed Chairman Ben Bernanke warned in a speech Tuesday that the economy's outlook for this year has darkened and the pain could last for some time. His remarks were seen as heralding the rate cut Tuesday.

Looking at other countries, Germany's growth will slow to 1.8 percent this year, down from 2.5 percent last year. France's growth will weaken to just 0.8 percent, compared with 2.2 percent in 2007. Britain's economy will see growth taper to 1 percent, down from 3 percent last year. Canada's growth will tail off to 0.7 percent this year, from 2.7 percent last year.

In Japan, growth will cool to just 0.7 percent, from 2.1 percent last year.

Global powerhouses China and India will see growth clock in this year at a robust 9.7 percent and 7.9 percent, respectively. Even if those projections prove correct, they would still mark downgrades from their blistering performances last year. Russia's economy should grow by a brisk 7 percent this year, down from 8.1 percent last year.

Inflation around the world remains high, driven up by surging energy and food prices through much of this year.

It will be tricky for Bernanke and his counterparts in other countries to navigate weak growth and inflation pressures, the IMF said.

"The immediate policy challenge is to stabilize financial conditions, while nursing economies through a period of slow activity and keeping inflation under control," it said.

the X files : Alasan Bush serang Iraq


Saya coba postingkan tulisan (dari millis alumni ipb) mengenai motivasi si bush sang evil presiden amerika untuk menyerang irak. Tulisan ini dibuat pada tahun 2003 lalu, akan tetapi masih relevan dan bahkan mendekati kenyataan sebagaimana hingga sekarang ini Iraq masih diduduki tentara Amerika. Dalam tulisan ini memang banyak kata2 yang cukup bebas & vulgar. Tapi pola pikirnya cukup cerdas dan logis. Silahkan mmebaca..

Saat ini kita semua ramai membicarakan masalah perang Iraq, tapi apa semuanya mengerti kenapa koq Amerika ngotot sekali pergi perang? Orang awam rata-rata menduga-duga kalau perang Iraq ini karena:
01. Amerika mau menghancurkan Islam;
02. Amerika mau melibas terorisme;
03. Amerika itu memang bajingan tengik;

04. Bush itu dendam secara pribadi sama Saddam;
05. Ini ulahnya si Yahudi [si intelektual kriminal Perle & Wolfowitz] yang saat ini jadi penasehat utamanya Bush;
06. Ini perang salib modern, Amerika yang Kristen mau menghancurkan Islam supaya si Yahudi Israel bisa tetap eksis di Timteng;
07. Ini perang buat menguasai minyaknya Iraq...
08. Dan variasi-variasi lainnya.

Semua pandangan itu nggak 100% salah tapi juga "salah" karena itu semuanya cuman remeh temehnya saja. Itu semuanya tidak menjelaskan alasan utamanya perang Iraq ini dari sudut pandang si Amerika sendiri.

So, tujuan yang paling utama dari perang Iraq ini adalah:


1. Menyelamatkan dollar dari euro




Di matanya Amerika si bajingan yang menghadiahkan rezim Suharto ke Indonesia itu, dosanya Iraq yang terbesar itu adalah waktu Iraq [Saddam] tahun 2000 lalu minta ke PBB supaya semua minyaknya dibayar pake euro; plus semua duitnya [10 bilyun] dikonversikan ke euro dari dollar. Semua orang waktu itu bilang kalau itu tindakan tolol karena euro waktu itu masih 90% dari nilai dollar dan euro pun dari sejak dilaunch [Jan 99] terus menerus terdepresiasi lawan dollar yang waktu itu demandnya memang kuat sekali karena penipuan akuntasi besar-besaran lagi terjadi di bursa efeknya -- dan investor asing pun perlu dollar buat main di bursanya.

Tapi, saat ini euro ternyata sudah terapresiasi sebesar 17% dari harga sebelumnya! Berarti, langkah "gilanya" si Saddam itu ternyata sangat menguntungkan dan bahkan jenius! Langkah ini sekarang pun sedang dikaji sama Iran yang cuman mau terima transaksi minyak dengan euro dan emoh dollar. Dan di dunia ini, kartel perdagangan yang terkuat itu cuman minyak saja. Kartel mobil, atau komputer, atau produk-produk lain praktis nggak eksis.

Minyak -- siapapun harus beli minyak. Terus perhatikan lagi, anggota OPEC itu rata-rata isinya adalah musuh-musuhnya Amerika yang nyata-nyata memang benci sama Amerika, kayak Venezuela, Iraq, rata-rata negara Islam. Kalau semua anggota kartel minyak ini memang mau "jahat" dan main "evil" terhadap Amerika, maka caranya gampang sekali: mereka cukup bilang, kita sekarang cuman mau transaksi pake euro dan mampuslah dollarnya Amerika! Mampus serta bangkrut jugalah si kapitalis Amerika ini!

Kalau Anda nggak punya background ekonomi tentu bingung. Koq bisa bangkrut?
Nah, ini ekonomi 101: Anda di tangan punya uang tunai $1, maka secara ekonomi itu artinya adalah Anda memberi hutang ke Bank Federalnya Amerika dan Bank Federalnya Amerika itu "berjanji" akan membayar hutangnya sebesar $1 itu!




Sekarang, karena Anda tinggal di Indonesia yang rupiahnya sangat bloon itu; maka jelas secara rasional Anda berusaha terus memegang $1 ditangan itu dari pada ditukar ke rupiah. Iya khan! So, secara ekonomi itu artinya si Bank Federalnya Amerika nggak perlu menebus hutangnya karena toh hutangnya yang $1 itu tidak Anda minta bayar. Artinya: Amerika itu bisa ngutang tanpa perlu bayar sama sekali -- [sepanjang ekonominya memang masih kuat!] sepanjang greenback atau dollar itu masih jadi standard pengganti emas. Dengan alasan ini juga maka Amerika itu berani main defisit gila-gilaan selama ini karena toh mereka MEMANG nggak perlu membayar defisitnya sebab orang sedunialah yang harus mbayar defisitnya Amerika itu! Supaya jelas lihat rupiah; kalau budget RI itu defisit maka negara RI harus nomboki dengan cara jual barang [eksport] atau cari utangan [CGI]. So, defisitnya negara kayak RI itu betul-betul adalah "defisit" yang harus dibayar; yang kalau nggak bisa bayar yach krismon! Tapi Amerika lain!

Defisit buat Amerika berarti justru malah positif karena defisit Amerika itu cara bayarnya adalah dengan cara memotong nilai $1 yang Anda pegang itu secara intristik. Berarti, kalau Amerika defisit maka yang rugi adalah Anda orang non-Amerika yang pegang dollar!

Cara kerjanya sistem ekonomi kapitalis yang imperialistik ini berlaku sepanjang orang kayak Anda dan negara RI itu masih "percaya" sama dollar dan menyimpan cadangan devisanya dalam bentuk dollar! Eropa tahu persis tentang strategi makan gratis dan utang nggak perlu bayar ini. Karena itulah Eropa sekarang punya euro. Tujuannya Euro sebetulnya yach cuman satu itu: ikut menikmati utang gratisan dari orang-orang kayak Anda tadi. Nah, celakanya..., sekarang banyak orang yang mulai diversifikasi cadangan devisanya! Cina yang punya cadangan emas nomor dua sedunia pelan-pelan sudah mendiversifikasi dollar dan euronya. Sementara Jepang yang masih jajahan Amerika itu mau nggak mau terpaksa masih cuman bisa pegang dollar terus. Kemarin ini Jepang si jajahan Amerika ini ditekan sama
Federal bank buat intervensi dollar agar dollarnya bisa naik.

So..., KALAU dunia ini memang BEBAS, maka treasurer yang rasional bakal mendeversifikasi kekayaannya ke dollar, euro, emas dan portfolio lainnya.



BEBAS berarti treasurer tadi bisa memilih secara rasional tanpa tekanan politik atau pun tekanan militer dari US atau Eropa. Tapi kayak saya tadi bilang..., semuanya itu dalam sekejab bisa berantakan KALAU mendadak saja semua negara penghasil minyak bilang "sekarang kita transaksi cuman pake euro"! Dan ini mungkin sekali karena semua negara perlu beli minyak! Sehingga tekanan dari negara penghasil minyak itu bakal membuat negara-negara tadi [kayak Cina atau Jepang] menjual dollarnya dan beli euro. Buat Amerika sendiri, ini berarti dia sekarang harus bayar utang! Dan tentu saja: kalau dalam sekejab Amerika pun harus membayar hutangnya dan mendongkrak Euro tadi, dalam sekejab pun ekonomi Amerika bangkrut berantakan persis kayak waktu bank dalam di rush nasabahnya. Dan lebih mengerikan lagi, ekonomi Amerika pun bisa dalam sedetik bakal inflasi ribuan persen [karena semua jual dollar dan beli euro], perusahaan Amerika jadi nggak ada harganya [persis kayak krismon Indo 1998] dan ajaib -- orang Amerika pun jadi nggak beda sama pariah-pariah dari Afrika karena mendadak saja semua kekayaannya itu cuman kertas nggak nggak ada harganya. Lebih sial lagi..., praktis Amerika bakal bangkrut sendirian karena Euro bisa jadi si penyelamatnya!

Sekarang bayangkan Anda jadi si Bush. Dari awal jadi presiden [Jan 2001] Anda sudah tahu persis ekonomi dunia ini bakal mengarah ke mana sejak Euro lahir. Dan secara faktual pun Anda juga sudah tahu bahwa si "bajingan" dari Iraq itu berani-berani jual minyaknya dan terima Euro [http://www.rferl.org/nca/features/2000/11/01112000160846.asp

perhatikan tanggalnya itu sebelum 911 dan juga: The euro reached record lows last week as it traded at 82 cents to the dollar, down 30 percent since its launch in January last year! Berapa keuntungan Iraq dari langkah jeniusnya si Saddam itu!?] Lebih jauh lagi, Anda pun tahu persis kalau Iran pun juga sedang merencanakan hal yang sama
http://www.iranexpert.com/2002/economicsdriveiraneurooil23august.htm

Sebagai Bush, job description kepresidenan Anda sekarang adalah menghancurkan ancaman Euro, mengimbangi permainan si eksportir minyak yang mau menghancurkan dollar [thus ekonomi Amerika] dan melancarkan kebijakan offensif! Secara ringkas, tugas itu adalah: mencegah sirkulasi Euro.


02. Nggak ada jalan damai



Sebagai Bush Anda melihat bahwa ekonomi Amerika [2001] lagi masuk tahap resesi. Harga stocknya sudah turun berantakan dan itu berarti aktivitas ekonomi bakal melesu. Melesu berarti investor yang sebelumnya HARUS menggunakan dollar untuk main di Wall Street itu sekarang mereka lebih bebas mendiversifikasikan portfolionya, termasuk portfolio forexnya. Melesu pun berarti dollar secara alamiah bakal melemah karena orang Amerika sendiri memang terkenal nggak pernah bisa menabung. So, sebagai Bush Anda mencari solusi dengan cara "damai" dan ternyata memang nggak ada solusinya untuk keluar dari ancaman Euro itu.

Berarti, sekarang yach harus pake cara kasar. Nah..., cara kasarnya Bush [pra 9/11] yang dari awal sekali memang sudah cari gara-gara dan cari-cari musuh bisa dilihat kayak:

- Cina dinominasikan sebagai "strategic competitor" [Cina adalah salah satu negara kaya yang sudah nyata-nyata mendeversifikasikan assetnya ke Euro serta memberi tekanan inflatoir ke dollar];
- diplomat Rusia diusir dan dicap mata-mata [Rusia adalah penghasil minyak yang besar];
- politiknya Venezuela diobrak-abrik [Venezuela itu anggota Opec, sangat kritis terhadap Washington, pro Kuba, berani-berani ke Irak bertamu ke Saddam Hussein, tapi sialnya Amerika import minyak banyak sekali dari sana];
- sama orang Eropa cari gara-gara dan cari permusuhan dengan cari memboikot Kyoto Treaty;
- sama Korut, India, Cina dan negara-negara yang punya nuklir lainnya [terutama Rusia] si Bush nyata-nyata bilang kalau dia keluar dari ABM Treaty dan terus secara sepihak meneruskan program StarWars-nya si Reagan dulu -- yang otomatis kirim signal ke kanan kiri kalau Amerika memang lagi mau siap- siap perang!

Sialnya, selama 9 bulan si Bush cari gara-gara dan musuh ke kanan kiri buat dihantam namun --sialnya-- sama orang sedunia pun dia cuman dipandang sebelah mata sebagai si junior yang kekanak-kanakan! So, jalan damai buntu; cari gara-gara ke kanan kiri pun nggak ditanggapi serius. Kalau Anda jadi Bush maka apa yang Anda lakukan? Tentu saja, kayak film 'Wag the dog', yach fabrikasi!

Rekayasa dan bikin peristiwa gawe-gawean yang menggegerkan! Itulah 9/11!

Anda yang pro Amerika tentu --kayak orang bangun dari hipnotis-- nggak percaya!
Okey, tapi coba pertimbangkan fakta-fakta ini:

- tudingan si Islam itu secara legal sampe sekarang pun masih berlaku: sama sekali BELUM TERBUKTI kalau si Osama itu mendalangi 9/11;
- Amerika sendiri sudah menegaskan kalau 9/11 itu NGGAK PERLU DIBUKTIKAN LAGI karena memang "nggak bisa dibuktikan" kayak kasus kriminal biasa!
- nggak ada satu pun orang-orang Al Qaeda yang bisa didengar keterangannya.
Mereka itu secara faktual cuman dituding --kayak yang di Jerman itu--didakwa, tapi nggak dikasih kesempatan buat membela diri; dan kesalahan satu- satunya pun cuman "mentransfer duit" ke teman kosnya. 'Tak pikir kalau say a punya teman kos yang minta tolong untuk transfer duit, yach pasti dia 'tak
bantu yach!
- Paul Wolfowitz si Yahudi yang jadi deputynya si Rumsfeld itu sudah bilang serta membayangkan: "some catastrophic and catalysing event-like a new Pearl Harbour".

- semua omong kosong tentang jaringan Al Qaeda itu ternyata cuman domino effect yang nggak ada isinya; kayak bom di Indonesia itu sekarang sudah nyata-nyata terbukti nggak ada kaitannya sama sekali sama Al Qaeda.

Yang di Filipina pun sama saja; semuanya itu praktis cuman gejolak daerah yang dipas-paskan agar bisa masuk ke format fabrikasi 911 itu.

Dan yang terpenting, siapa yang paling diuntungkan dari 911 itu? Cuman satu orang saja khan! Yach si Bush plus administrasinya ini; plus cuman satu negara saja, yaitu yach Amerika sendiri!!

Nah, Amerika saat ini praktis sudah menguasai Afghanistan secara politik --tidak secara "real" karena yang dikuasai penuh itu praktis cuman Kabulnya saja, sementara Amerika nggak berani ke daerah-daerah diluarnya. Selain Afghan yang berbatasan langsung sama Cina [si kompetitornya Amerika itu] , yang terpenting juga Amerika sekarang sudah melebarkan pengaruh-pengaruhnya ke negara- negara Asia tengah.

Anda mungkin sudah mendengar itu, tapi Anda mungkin belum tahu bahwa pengaruh Amerika ke Asia Tengah itu sekaligus membubarkan rencana Cina untuk membangun pipa minyak yang melintasi negara-negara itu karena Cina memang langka minyak dan sangat perlu sekali suply minyak buat industrinya. Buat si Washington, sekali pukul strategi ini bisa langsung memandulkan banyak lalat!

Mengangkangi minyak di Afghan dan di Asia Tengah, sekaligus mengurung ruang gerak Cina.

Sementara di Selatan sendiri si Washington tanpa tahu malu sudah berbaik-baikan dengan India buat menggolkan tujuannya.

Perang Iraq sendiri sebetulnya dari dulu sebelum si Bush diseleksi jadi presiden pun juga sudah digariskan. Ini memang adalah golnya si Wolfowitz dan si Perle yang Yahudi itu. Tujuannya perang Iraq itu simple: menguasai cadangan minyaknya dan kemudian mendeter, kirim ultimatum ke kanan kiri -- terutama ke Iran -- untuk nggak main gila sama dollar, sekaligus ke Saudi Arabia yang barusan ini mentransfer uangnya keluar dari Amerika sebesar 200Bilyun!

Nah, sekali si Bush dan US bisa menguasai minyaknya Iraq, maka itu sekaligus berarti dia bisa mengontrol Cina yang sangat butuh minyak!

Sekarang coba tanya, kenapa Perancis dan Jerman harus mati-matian menjegal advonturisme kriminalnya si Amerika ini? Apa karena Perancis dan Jerman itu manusiawi, cinta damai, menghargai HAM, sayang sama orang Irak? Gombal!

Perancis dan Jerman tahu persis bahwa tujuan Amerika itu adalah buat menghantam Euro yang mereka berdua adalah penjaga gawangnya; karena itulah mereka pun ngotot harus menjegal rencana gila Amerika yang dalam segala cara mau mempertahankan status super powernya itu. Sementara Rusia sendiri pro ke Euro karena dia memang mau lebih dekat ke Nato dari pada ke Washington. Rusia sendiri sudah profit lumayan banyak dari minyaknya, serta tahun depan ini pun dia sudah mau mbayar lunas semua hutang-hutangnya ke IMF & World Bank yang sangat dipengaruhi Washington itu.

Si Tony Blair sendiri memang kefefet habis. Secara geografis dia di Eropa tapi si Blair memang masih pake Pound, jadi dia pun nggak terlalu punya kepentingan sama Euro. Lebih jauh lagi, dollar yang kuat dan bisa mengimbangi Euro bakal menguntungkan si Pound yang ngos-ngosan. Si Italy dan Spanyol dari sudut pandang EU yach memang bangsat karena bisa pro US; tapi itu sebetulnya lebih merujuk ke persaingan di dalamnya EU itu sendiri.

So, kita sekarang tahu persis kenapa si Washington ini koq bisa ndableg luar biasa kayak begini! Ini memang perang buat relevansinya si Amerika di masa depan! Ini memang masalah survivalnya Amerika!


03. Welcome back: Colonialism & Imperialism!



Buat negara dunia ketiga sendiri, tingkah polahnya Amerika ini artinya cuman satu: kita bakal kembali ke jaman kolonialisasi lagi. Washington itu sudah nyata-nyata bilang bahwa mereka bakal mengangkangi Iran dan menempatkan Gubernur Jendral di sana! Persis kayak di Jowo dulu ada si Gubernur Jendral londo di Batavia. Bedanya itu cuman kalau dulu komoditi yang diperebutkan adalah rempah-rempah, sekarang adalah minyak. Komoditinya beda, tapi strateginya sama saja.

Nah..., Anda yang merasa "modern" dan "ngerti finance" pasti bakal langsung mengkritik saya dan bilang:

- kolonialisme dan imperialisme itu sudah lawas karena sekarang ini yang berkuasa itu CUMAN kapital yang nggak mengenal tapal batas negara;

- teori ekonomi modern itu menomor satukan 'competitive advantage' buat menarik serta memikat modal buat singgah di negara itu; sekarang ini sudah nggak jamannya lagi buat orang menguasai tanah, bangunan; karena costnya bakal terlalu gede mana secara politik pun itu sudah terbelakang!

- dan teori-teori text-bookist lainnya.

Okey..., itu memang betul SEPANJANG kapital itu sendiri cuman punya satu wajah!

Sebelum 01 Januari 1999, kapital itu cuman punya satu muka: dollar. Kapitalnya memang bisa lari kanan kiri melintasi tapal batas kedaulatan negara, tapi bentuknya sendiri nggak berubah dan tetap saja adalah "dollar". Tapi setelah 01 Januari 1999, kapital itu sekarang bisa punya muka Euro atau dollar.

[Kita memang pernah eksperimen sama Yen, tapi jangan pernah lupa kalau Jepang itu yach masih jajahan si Amerika sejak dia kalah perang. Karena itulah Caucus Asia Timur pun gagal terus gara-gara Jepang masih dikangkangi sama si Amerika] So, karena power house-nya itu cuman satu [dollar & US], maka jelas si kapitalis yang menjaga gawang itu cukup menjaga nilai dollarnya saja tanpa perlu MENGUASAI teritorinya.

Tapi setelah Euro lahir, power housenya sekarang jadi ada dua sehingga mau nggak mau kedua power house ini pun harus bersaing untuk dipilih sama si pemilik modal. Situasi multiple power house inilah yang merubah semua aturan mainnya para kapitalis sedunia menjadi balik kucing persis di abad ke 16 waktu semua negara Eropa secara otonom adalah si power house itu sehingga mereka pun harus keluar mencari teritori perahan baru yang kemudian melahirkan kolonialisme. Inggris ke India, Portugis ke Indonesia, terus Belanda mengalahkan Portugis dan menguasai Indonesia, Perancis ke IndoCina dan Burma, Spanyol ke Filipina dan menemukan Amerika. Tujuannya para bule itu cuman satu: memback-up power housenya karena mereka harus bersaing satu sama lainnya gara-gara "ekspresi kapital" itu tidak tersatukan!

Nah..., JANGAN LUPA, ekspresi kapital yang cuman satu itu praktis baru dimulai sejak perang dunia ke dua berakhir dan semua bentuk kapital diekspresikan ke dalam dollar. Jangan lupa bahwa unifikasi ekspresi kapital itu umurnya praktis cuman 10%-nya sejarah kapitalisme sejak 1500-an. Dan jangan lupa juga bahwa sejarah sudah menunjukan kalau power house itu bakal bermunculan terus tanpa habis-habisnya, saling bersaing dan saling menghabisi!

So, karena itulah semua text book yang bilang "kapital itu berkuasa" sudah waktunya dibuang habis dari rak buku Anda! Tanpa dinyana kita bisa balik kucing ke model perekonomian Eropa abad ke 15-an yang para power housenya harus bersaing satu sama lain.


04. Akhirnya



Perang Irak memang sama sekali belum dimulai, tapi buntutnya mau kemana sudah bisa dibaca. Amerika mau mengaborsi si jabang bayi Euro agar dirinya bisa tetap jadi nomor satu. Jelas itu masuk akal buat interestnya si Amerika sendiri.

Perang Irak ini sendiri bisa diprediksikan bakal begini:
- kalau Amerika memang bisa menang perang dengan cepat, maka PASTI Amerika bakal mengkoloni Irak dengan alasan sekuriti taik kucing itu, terus menggedor Iran buat dikuasai sekalian [tetap dengan alasan palsu "terorisme"], terus menyerang Iran juga dengan alasan "pre-emptive strike", terus mungkin sekali Amerika pun bakal mendongkel si Saud yang dibenci kanan kiri dari Saudi itu sekaligus menempatkan satu Suharto di sana, membabat Palestina abis dan memindahkan mereka ke Jordan agar si Israel bisa tetap bercokol di tanah terkutuk itu. Semua ini dengan mudah bisa dilakukan dalam waktu 2 tahunan kalau saja si Amerika memang bisa menang perang dengan cepat.

- kemungkinan besar sekali US nggak bakalan bisa menang dengan cepat karena --saya percaya-- muslim sedunia bakal melihat intervensi yang dikutuk kanan kiri ini persis sama kayak mereka melihat Soviet menginvasi Afghan. So, mujahidin bakal muncul lagi dan mudah-mudahan saja orang orang FPI itu bisa kita eksport saja ke Irak supaya perang syahid beneran (daripada ribut disini..)

- saya percaya Cina [plus Rusia] nggak goblog dan mereka pun tahu persis pikirannya si Uncle Sam. Karena itulah, saya yakin mereka pasti bakal menggunakan si Korut buat mulai perang sama Amerika. Tembak saja salah satu pesawat mata-matanya Amerika di Korut, maka otomatis si US pun bakal kewalahan musti perang dibanyak front.

- Jerman & Perancis pun jelas nggak bakalan diem -- tapi saya nggak bisa membayangkan persis apa yang bakal mereka lakukan. Saya masih kesulitan membayangkan mereka bakal buka front sama Amerika dan terus perang terbuka melawan Amerika -- karena mereka ini memang sekutu dekat. Tapi jangan pikir mereka bakal diam, karena mereka pun juga tahu persis tujuan perang Amerika ini yach cuman buat menghabisi Euro. 'Tak pikir, kemungkinan besar sekali mereka bakal memboikot produk Amerika, atau nagih hutang ke US kayak Inggris tahun 1930 dulu buat membangkrutkan Amerika; atau perang diplomatik di PBB [pasti!] mengutuk perang Iraq ini!

Saya sendiri, pribadi, yakin kalau ini adalah kiamatnya si Amerika!

Saya nggak yakin Amerika bisa menang cepat dalam perang Irak itu!

Ekonomi Amerika sendiri sekarang sudah masuk ke kategori "berbahaya" dan semua orang pun selalu saja menganalogikan situasi ini sama situasi Great Depression dulu. Sekarang banyak perusahaan bangkrut, investor asing pun banyak yang cabut keluar dari Amerika membawa uangnya out dari Amerika. Penganggurannya mulai mengerikan.

Masa depannya pun lagi suram. Anda mau dikolonialisasi lagi sama satu negara imperialis kapitalis.

Makanya tidak heran ada sebuah buku "Stupid White Man" karangan Michael Moore, sebab dari kacamata bangsa Amerika sendiri si Bush ini memang benar benar "STUPID". Dan ini menunjukkan serangan lawan lawan Bush didalam negerinya juga tidak kalah dahsyatnya (red)

Date: 3/17/2003 21:33:37 -0000
From: "Ken Aulia Irawadi"
Subject: [alumni-ipb] Bandit AS dan rencana busuk si bush Salam,

Mencermati Pesan Ganda IRAN

Mencermati Pesan Ganda IRAN

Di saat bangsa Indonesia sibuk lomba balap karung, Iran justru meluncurkan satelit. Fase baru perkembangan sebuah perang dingin

Oleh Musthafa Luthfi *



Tradisi menyambut bulan puasa khususnya di dunia Arab telah berubah terutama sejak maraknya stasion-stasion TV satelit dalam rentang waktu dua dekade belakangan ini yang lebih menonjolkan hiburan-hiburan di layar kaca untuk menunggu waktu sahur.

Tradisi lainnya yang hampir menyeluruh di seluruh dunia Islam adalah meningkatnya kebiasaan komsumtifisme yang terkesan berlebihan. Stasion-stasion TV satelit menjadi sarana iklan besar-besaran bagi produk makanan menjelang bulan Ramadhan tiba.

Karena itu, biasanya sebelum sebelum Ramdhan tiba, bau puasa demikian terasa di negara-negara Arab dengan maraknya iklan-iklan sinetron terbaru menarik yang siap ditayangkan terutama di malam Ramadhan hingga menjelang sahur agar mata siap melek sepanjang malam.

Demikianlah, tradisi yang makin sulit untuk dihilangkan bahkan cenderung makin “meriah” yang menyebabkan tujuan puasa La’allakum Tattaquun (menjadi hamba-hamba yang bertakwa) makin sulit tercapai. Puasa akhirnya tak lebih sebatas menahan lapar dan dahaga.

Menjelang puasa kali ini, ada kejadian penting yang patut dicermati kaum Muslimin terlepas dari mazhab dan aliran yang dianutnya. Sekitar dua pekan menjelang bulan suci tiba, Iran telah menyebarkan dua pesan ganda, pertama ditujukan kepada dunia Barat dan kedua sebagai risalah (pesan) buat kaum Muslimin terutama kalangan pakar dan cendekiawan.

Sekitar pertengahan bulan Sya`ban yang lalu bertepatan dengan bulan Agustus , Iran berhasil menguasai teknologi luar angkasa dengan meluncurkan satelit buatan sendiri. Teknologi ini tidak kalah pentingnya dengan penguasaan teknologi nuklir untuk tujuan damai yang telah dicapai sebelumnya.

Secara kebetulan peluncuran satelit pertama negeri Mullah itu bertepatan dengan hari Minggu, 17 Agustus 2008 yang bertepatan dengan peringatan 63 tahun kemerdekaan RI yang hampir setiap tahun dimeriahkan dengan berbagai acara yang terkesan “hura-hura” yang sudah banyak ditinggalkan negara lain seperti negeri jiran kita, Malaysia.

Pada saat bangsa Indonesia sedang asyik dengan aneka hiburan pesta rakyat seperti upaya pemecahan rekor panjat pinang, lari karung dan “dangdutan”, Iran secara mengejutkan mengumumkan peluncuran satelit pertama sehingga memasukkannya dalam daftar 10 negara produsen satelit di dunia disamping AS, Rusia, sejumlah negara Eropa, China, Jepang dan India .

Meskipun teknologi luar angkasa negeri Persia itu masih tahap pemula dibandingkan negara-negara maju lainnya, namun yang perlu dicatat adalah, keberhasilan tersebut berlangsung pada saat Iran diembargo secara ketat oleh Barat sejak sekitar 30 tahun yang lalu.

Iran saat ini mampu menempatkan satelit di orbit seputar bumi dengan ketinggian sekitar 600 km. Teknologi balastik yang digunakan untuk membawa satelit ke angkasa juga bisa digunakan untuk meluncurkan senjata, namun Teheran menyatakan tidak berencana melakukan hal tersebut.

Meskipun demikian, Iran tidak akan ragu-ragu menggunakan kemampuan balastiknya guna mempertahankan diri atau untuk membalas serangan luar baik dari Israel maupun AS. Komandan Garda Revolusi Iran , Jenderal Ali Ja`fari Rabu (27/8) menegaskan tentang hal tersebut.

“Evaluasi strategi yang kita lakukan mengisyaratkan kemungkinan pemerintah Zionis (Israel ) melakukan serangan sendiri atau dengan bantuan AS. Bila terjadi maka seluruh kawasan terancam sebab Israel tidak memiliki kedalam startegis karena berada dalam jangkauan rudal-rudal Iran ,” paparnya.

Pesan kepada Barat

Pesan pertama kepada Barat bahwa Iran secara jelas telah berhasil melepaskan diri dari berbagai upaya dan belenggu Barat untuk tetap menjadikan negeri Mullah itu sebagai salah satu negara terbelakang di dunia ketiga.

Embargo teknologi secara ketat yang dilakukan Barat akhirnya terbukti tidak mampu menghentikan usaha keras negeri kaya minyak Teluk itu untuk menguasai teknologi super canggih seperti teknologi luar angkasa yang selama ini hanya monopoli negara-negara besar.

Masih teringat pada tahun 80-an dan 90-an abad 20 lalu, ketika Indonesia akhirnya urung menjual sejumlah helikopter produk IPTN saat itu ke Iran atas desakan AS karena dikhawatirkan dimanfaatkan untuk tujuan militer. Negara-negara di dunia yang berada dibawah ketiak Washington pun melakukan embargo serupa.

Segala kesulitan yang dihadapi oleh negeri itu tidak membuatnya putus asa bahkan saat ini berhasil memproduksi pesawat-pesawat tempur dengan jarak jelajah 3 ribu kilo meter non stop tanpa memerlukan pengisian bahan bakar di udara.

Ketika TV Iran menayangkan peluncur roket mutakhir yang dapat membawa satelit ke orbit, nampak para pemimpin Barat dalam keadaan penuh kekhawatiran dan sikap kecewa yang berlebihan. Tidak ada yang tersisa dari Barat untuk mencoba kembali menggoyang negeri Persia itu kecuali dengan memutar kembali kampanye sebelumnya tentang keanggotaan Iran sebagai poros jahat yang mendukung terorisme.

Di lain pihak sebagian kekuatan Eropa terutama Rusia ditambah Cina, Jepang dan India mulai bersikap menerima anggota baru dalam klub nuklir dan teknologi angkasa luar. Karena dengan kemampuan Iran ``berswasembada`` teknologi mutakhir, sudah tidak ada lagi manfaatnya untuk mengganjal negeri itu menguasai teknologi nuklir dan luar angkasa.

Sedangkan pesan kedua adalah ditujukan kepada negara-negara terkemuka di dunia Islam seperti Indonesia , Turki, Mesir , Pakistan dan Saudi Arabia . Pesan ini juga ditujukan kepada dunia ketiga di negara-negara Amerika Latin, Afrika dan Asia .

Negara-negara tersebut sebenarnya dapat bangkit dengan kemampuan kolektif yang mereka miliki selama memiliki political will (kehendak politik) untuk menentukan nasib sendiri. Dunia Islam harus segera melepaskan kendala pisikis dan semangat juang yang lembek selama ini akibat belenggu Barat.

Dunia Islam terutama negara-negara Arab sebenarnya memilki sumber daya manusia (SDM) yang handal di bidang penguasaan teknologi mutakhir. Namun karena situasi politik dalam negeri masing-masing yang tidak kondusif, menyebabkan mereka lebih memilih dunia Barat sebagai tempat mengamalkan kemampuannya sehingga hanya dimanfaatkan untuk kepentingan Barat.

Sudah menjadi rahasia umum sejak lama bahwa lebih dari separo pakar-pakar terkemuka di berbagai bidang sains di dunia Barat berasal dari keturunan negara-negara dunia ketiga. Dalam konteks ini Iran sering menegaskan tekadnya untuk menjadikan kemampuan teknologi yang dimilikinya untuk kepentingan dunia ketiga terutama negara-negara Islam.

Persekutuan baru

Prestasi Iran tersebut yang dibarengi dengan perkembangan penting di kawasan Laut Hitam terutama “unjuk otot” Rusia di Georgia menghadapi AS dan Barat memunculkan wacana persekutuan baru. Bahkan sebagian analis menyebutnya sebagai kembalinya perang dingin dalam bentuk lain.

Seperti dimaklumi rezim Georgia pimpinan Presiden Mikhail Saakashvili adalah antek AS yang berusaha untuk menggabungkan negaranya dengan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa (EU). Dengan demikian konflik di Georgia soal Ossetia Selatan seperti perang antara Rusia dan AS.

Selama dekade terakhir ini pandangan dunia hampir sama bahwa Rusia dibawah Mikhail Gorbachev dan Borris Yeltsin telah berubah menjadi sebuah negara dibawah pengaruh Barat terutama ditinjau secara ekonomis. Namun Presiden Vladimir Putin dan dengan dukungan kuat militer mengembalikan wibawa Rusia sebagai salah satu negara besar yang disegani.

Putin mulai mengembalikan wibawa Rusia dan menjadi salah satu unsur penentu dalam percaturan dunia menghadapi hegemoni AS. Perang Georgia terakhir dan pengakuan Moskow atas kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia makin menunjukkan bahwa Rusia merupakan kekuatan yang dapat mengembalikan wibawa bekas Uni Soviet pada masa perang dingin dulu.

Perkembangan diatas menunjukkan fase baru sebuah perang dingin antara dua kekuatan. Tidak sulit untuk memprediksikan bahwa perang dingin tersebut akan meluas sehingga meliputi kawasan Timur Tengah yang membersitkan isyarat akan kesediaan Moskow untuk membangun persekutuan strategis termasuk dengan bergabungnya Iran dan sebagian negara Arab menghadapi dua sekawan AS-Israel.

Yang masih menjadi pertanyaan apakah ada negara Arab yang menyusul Suriah yang berani mengatakan ``tidak`` kepada Washington dalam kondisi negeri adidaya itu yang sedang lemah. Dan bagi negara Islam lainnya seperti Indonesia apakah harus menunggu dimusuhi AS ``lahir-batin`` (sebab secara batin AS memusuhi dunia Islam) baru bangkit melepaskan diri dari pengaruh AS seperti Iran ??? [www.hidayatullah.com]