Friday, March 7, 2008

KETEGARAN INDONESIA-2



Menteri Kesehatan RI, Ibu Siti Fadilah Supari. Membongkar konspirasi WHO dan AS di balik Virus Flu Burung.

KETEGARAN INDONESIA-1



SATU-SATUNYA : Wakil TEtap RI di PBB, Marty Natalegawa mengacungkan tangan untuk menyatakan 'abstain' saat pemungutan suara oleh DK PBB, di Markas Besar PBB, New York, Senin (3/3). Indonesia menjadi negara satu-satunya yang tidak mendukung pengesahan Resolusi 1803 tentang Iran.

Heboh Bakteri E. sakazakii di Susu Formula

Heboh Bakteri E. sakazakii di Susu Formula

Beberapa hari terakhir ini kita dihebohkan dengan adanya klaim dari para peneliti IPB bahwa beberapa susu formula mengandung bakteri E. sakazakii. Bakteri tersebut dapat menyebabkan diare akut.
Saya bukan seorang ahli di bidang kesehatan, apalagi seorang dokter ataupun farmasis, namun adanya berita tersebut cukup menarik perhatian saya. Salah satu sebabnya adalah karena dua orang anak saya dahulu juga mengkonsumsi susu formula. Dan ternyata sampai sekarang mereka sehat-sehat saja, bahkan tergolong anak-anak yang cerdas.

Google adalah sarana pemuas rasa penasaran saya. Melalu google pulalah saya menemukan artikel tentang E. sakazakii yang diterbitkan oleh WHO di sini. Artikel tersebut tersedia dalam bentuk PDF, Anda bisa mendownload dan membacanya juga. Karena dipublikasikan oleh WHO, isi artikel tersebut tidak perlu diragukan lagi, bukan?.
Melalui artikel tersebut ada beberapa hal yang saya dapatkan:

Bakteri E. sakazakii memang ada di susu formula, bahkan telah ada penelitian mengenai bakteri tersebut yang dilakukan pada tahun 1960an.
WHO dan FAO telah melakukan pertemuan pada tahun 2004 terkait dengan adanya bakteri tersebut.
Di Belanda, hanya 10 kasus infeksi bakteri tersebut yang terjadi selama 40 tahun.
Bayi yang paling berpotensi terkena infeksi bakteri tersebut adalah bayi yang lahir dengan berat badan rendah (< 2500 g).
Probabilitas terserang bakteri tersebut adalah 8.9 × 10-6 atau 1 berbanding 8.900.000, itupun untuk bayi yang lahir dengan berat badan rendah.
Probabilitas tersebut bisa berkurang hingga 10.000 kali lipat bila susu dilarutkan dengan air di atas suhu 70 °C.
Terkait dengan point nomor 1 dan 2 yang saya sebutkan di atas, mengapa kita baru ribut-ribut sekarang? Karena baru saja ditemukan oleh para peneliti IPB? Apakah itu berarti sebelum ditemukan oleh para peneliti IPB, tidak ada susu formula yang terkontaminasi bakteri E. sakazakii? Saya kok enggak yakin. (Saya jadi ingat suatu kejadian yang 68% mirip, yaitu tentang seseorang yang mengaku menemukan sebuah lagu).
Yang saya sesalkan, mengapa bila ada kejadian seperti ini, media massa selalu mengemasnya secara bombastis. Tidak ada upaya untuk memberikan informasi tambahan seperti catatan sejarah bakteri tersebut di dalam susu formula, probabilitas bayi yang mungkin terinfeksi bakteri tersebut, cara penanggulannya, ataupun upaya untuk menyelidiki, setidaknya selama kurun waktu 2004 hingga sekarang, ada berapa kasus bayi yang terinfeksi bakteri tersebut. Dengan demikian, pemberitaan menjadi berimbang, dan bukannya “pokoknya sejumlah susu formula terkontaminasi bakteri dan itu berbahaya. Titik.”
Jadi ibu-ibu yang memiliki bayi, kalau menurut saya sih rasanya tidak perlu merasa kuatir yang berlebihan. Apalagi sampai mengganti susu dengan air tajin. Apakah juga jaminan bahwa air tajin bebas bakteri?

Adanya kehebohan seperti ini kadang menjadi blessing in disguise juga. Ibu-ibu akan semakin terdorong untuk memberikan ASI Eksklusif sampai usia bayi 6 bulan. Masalahnya, bagaimana dengan ibu bekerja? Cuti yang diterima umumnya hanya dua bulan setelah melahirkan. Setelah ibu bekerja kembali, faktor kegagalan pemberian ASI Eksklusif tentu sangat besar. Padahal Departemen Kesehatan Indonesiapun menyerukan para ibu untuk memberikan ASI Eksklusif sampai usia bayi 6 bulan.
Usul saya sih, DepKes melakukan koordinasi dengan Depnakertrans agar memberikan hak cuti kepada ibu melahirkan hingga usia bayi 6 bulan, agar program pemberian ASI Eksklusif bisa berhasil. Bisa?

http://yahyakurniawan.net/seputar-kita/heboh-bakteri-e-sakazakii-di-susu-formula/

Monday, March 3, 2008

Ducks in Detention



Ducks in Detention
Photograph by Lynn Johnson

Farmers and animal health workers in Thailand corral ducks to be tested for the H5N1 bird flu virus. Deadly to chickens and people, the virus can also infect ducks, yet the birds remain healthy as they are herded through the rice fields to fatten on leftover grains. "These gypsy ducks or wandering ducks are spreading H5N1 around South Vietnam and parts of Thailand and, of course, China," says flu expert Malik Peiris. This flock will spend eight days waiting for the results of the blood tests; only if they are free of the virus will their owner be allowed to move them to new paddies. Such measures have helped control the spread of avian flu in Thailand.
http://ngm.nationalgeographic.com/ngm/0510/feature1/gallery1.html



Half Measure
Photograph by Lynn Johnson

A bundle of live chickens gets a quick squirt of disinfectant on its way into the poultry section of the Long Bien market in Hanoi, Vietnam. At "wet" markets like this one, where chickens and ducks are sold and slaughtered on the spot, flu viruses can spread among the live birds and infect customers. The perfunctory spray is unlikely to do much good against a virus that lives in the birds' lungs and intestines. In any case, vendors headed into the market the day this picture was taken often bypassed the disinfection station.



Feathered Frenzy
Photograph by Lynn Johnson

Fighting cocks spar at the Thon Buri Club in Bangkok, Thailand. Watching them is Rungrueng Yingchareon, the chairman of the club and a cockfighting devotee, like millions of other Thais. Fighting cocks are both victims and culprits in the bird flu epidemic: Thousands have died of the flu or been killed to stop its spread. But the roosters are also suspected of spreading the virus, and at least one man died after catching the disease from his rooster. Fans advocate vaccinating the birds. But Thailand's export-driven poultry industry has opposed the measure, fearing a vaccine would simply mask infections that could cause other countries to ban Thai poultry.