Thursday, June 28, 2007

Sejak Kehadiran Pasukan Asing, Produksi Ganja di Afghanistan Meningkat


Laporan PBB secara mengejutkan mencantumkan Afghanistan sebagai negara yang paling banyak menghasilkan ganja selama tahun 2006. Laporan tahunan UN Office on Drugs and Crime (UNODC) itu menyebut 92% opium dunia, berasal dari wilayah Afghanistan.

Mereka memperingatkan dugaannya bahwa jumlah sebenarnya, akan lebih besar dari data yang berhasil diperoleh. Karena wilayah yang terdata oleh pihak PBB tidaklah mencakup seluruh wilayah Afghanistan.

Dalam laporan tahunan PBB terkait narkotika dan kriminalitas, disampaikan bahwa penanaman ganja di Afghanistan tahun ini bertambah berlipat-lipat, meskipun ada 30 ribu orang lebih tentara internasional yang kini ditempatkan di lokasi itu. Selama tahun 80-an, Afghanistan memproduk sekitar 30% opium dunia. Tapi pada beberapa tahun terakhir, terutama setelah kehadiran pasukan internasional, kapasitas produksi ganja Afghanistan meningkat tajam menjadi tiga kali lipat. Opium juga merupakan salah satu bahan produk heroin.

Laporan PBB menuliskan, wilayah Helmand Selatan yang kini tunduk di bawah penguasaan Taliban, merupakan separuh sumber ganja ilegal. Ia menyebutkan bahwa hasil ganja yang diperoleh dari lokasi itu jauh melebihi jumlah ganja yang dihasilkan di tempat lain. “Ada sekitar 70 ribu hektar di Helmand Selatan yang ditanami ganja. Ini sama dengan tiga kali lipat dari wilayah perkebunan ganja di Myanmar yang dianggap negara terbesar kedua penghasil ganja di dunia. ”

Ditambahkan pula, “Kami melihat adanya hubungan kuat antara produktifitas opium dan aksi perlawanan serta menurunnya keamanan di Afghanistan. Jelas sekali strategi pasukan koalisi asing yang ada di Afghanistan tidak berhasil mengatasi perluasan perkebunan ganja, karena masalah ini memberi keuntungan bagi banyak pihak yang punya kepentingan politik."

Disebutkan pula dalam laporan itu, bahwa hasil opium Afghanistan berkisar 4.500 ton sampai 6.700 ton sepanjang tahun 2006. Dan jumlah itu sama dengan 92% hasil ganja di dunia. (na-str/iol)

http://www.eramuslim.com/berita/int/7627103841-sejak-kehadiran-pasukan-asing-produksi-ganja-afghanistan-meningkat.htm

Cara Mudah Hancurkan Zionis (Tamat)


Fatwa boikot produk Israel dan AS yang diserukan Yusuf Qaradhawy disambut gegap-gempita oleh aktivis kemanusiaan dunia dari Eropa hingga Asia, setelah Denmark, Perancis, Inggris, maka Swedia dan lainnya juga merespon dengan sangat antusias. Inilah di antaranya:

Respon di Swedia

Anna Lind, Menteri Luar Negeri Swedia, menegaskan dirinya akan turut menyukseskan kampanye boikot produk Israel. Ini dikutip oleh semua media terbitan Swedia tanggal 20 April 2002. “Saya akan memboikot produk-produk Israel yang banyak dijajakan di sejumlah supermarket negeri ini, khususnya buah-buahan seperti jeruk dan alpukat, ” ujar Lind.

Saat berbicara dalam sebuah tayangan televisi Swedia (19 April 2002), Anna Lind menyatakan, “Jika pun saya tidak mampu untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah Swedia untuk bersatu dalam barisan kampanye boikot produk Israel, saya pribadi akan tetap melakukan aksi ini. ” Tindakannya ini, ujar Lind, dilakukan sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap kebiadaban tentara Zionis-Israel terhadap warga Palestina.

Lind merupakan salah satu aktivis dari Partai Sosial Demokrat yang secara resmi memang bersimpati pada perjuangan bangsa Palestina dalam merebut kemerdekaannya dari penjajahan Zionis-Israel. Menteri Luar Negeri yang baru, Stein Anderson, juga berasal dari partai yang sama dengan Lind dan secara pribadi juga bersahabat akrab dengan Presiden Palestina Yasser Arafat.

Menteri Kerjasama Internasional Palestina, Nabil Shaat, ketika berkunjung ke Ibukota Swedia, Stockholm, bertemu dengan PM Goeran Persson. Pemerintah Swedia, ujar Persson, akan memberikan bantuan uang kepada Palestina sebesar 350 Swedish Corona atau mendekati 35 juta dollar AS untuk membangun kembali kamp pengungsian di Jenin dan wilayah sekitarnya yang luluh-lantak akibat kekejaman tentara Zionis yang melancarkan aksi pembantaian di Jenin.

Shaat juga bertemu dengan Lind yang menyatakan kaget dengan apa yang menimpa warga Palestina. Lind dalam kesempatan itu berjanji akan membantu bangsa Palestina dengan sekuat tenaga. Shaat sangat terharu atas perhatian pemerintah Swedia yang menunjukkan empati demikian tinggi terhadap nasib bangsa Palestina. Di kantor-kantor pemerintah, dari pegawai rendahan hingga pejabat tingginya banyak yang memakai pin bertuliskan “Boikot Israel”.

Setelah terjadinya pembantaian warga Palestina di Jenin, segenap masyarakat Swedia turun ke jalan-jalan melakukan unjuk rasa mengecam ulah biadab tentara Zionis pimpinan Ariel Sharon waktu itu. Dalam aksinya, mereka mengusung pamflet dan spanduk panjang yang berisi kecaman terhadap Sharon dan menyebutnya sebagai pembunuh berdarah dingin. Ada pula yang menulisi spanduknya dengan kalimat “Bush is a killer” atau “Zionism is Fascism”.

Beberapa kelompok Yahudi di Swedia juga menggelar aksi tandingan. Di sejumlah tempat, bentrokkan tak terelakkan yang berakhir dengan kedatangan polisi yang menyemprotkan gas air mata untuk melerai kedua kelompok tersebut.

Di kota Obsala, peserta aksi unjuk rasa mengenakan pakaian hitam-hitam, menutup mulutnya, sambil membawa lilin dalam satu acara di malam hari. Mayoritas warga Swedia dengan tegas menyatakan berdiri di samping Palestina. Kian hari kian banyak warga Swedia yang bergabung dalam kampanye boikot produk Israel. Bahkan masalah Palestina menjadi salah satu agenda utama pembahasan di dalam pemilihan umum parlemen di bulan September 2002.

Di Rusia

Liga Muslim Rusia juga tidak ketinggalan ikut serta dalam menyukseskan kampanye boikot produk Israel dan Amerika. Mereka men-sweeping pasar-pasar dan sejumlah supermarket di Rusia. Aneka selebaran dan poster berisi seruan boikot ditempelkan di sejumlah tempat keramaian. Ini dilakukan sebagai bentuk protes atas kekejaman tentara Zionis yang terus-menerus melakukan pembantaian terhadap bangsa Palestina.

Pada tanggal 2-4 Mei 2002, di timur Rusia diselenggarakan konferensi Liga Muslim Rusia mengambil tema “Muslim Rusia dan Isu-Isu Kontemporer”. Sheikh Nafiullah Ashirov, pimpinan Liga Muslim Rusia, menyerukan agar Muslim Rusia wajib memboikot produk Israel dan Amerika. “Membeli produk Israel dan Amerika berarti Anda telah membantu mereka membunuhi bangsa Palestina!” tegas Ashirov seperti termuat dalam situs www.Islam. Ru.

Ashirov juga menyebut aksi boikot sebagai jihad kecil melawan Israel bagi siapa pun yang belum diberi kesempatan untuk melakukan jihad besar melawan Israel di tanah Palestina. Ashirov juga menuding Amerika sebagai negara yang dengan nyata membantu Israel dan juga secara langsung memerangi umat Islam dunia.

Mufti Republik Tataristan, Othman Isaacov, dengan penuh empati menyatakan sikapnya, “Hati kami berada di Palestina, dan jiwa kami ada di Afghanistan. Kami menyerukan kepada saudara-saudaraku seiman di seluruh dunia untuk mengambil bagian dalam peperangan abadi melawan musuh-musuh Allah ini. Salah satu jalan terbaik untuk menolong saudara-saudara kita di Palestian dan Afghan adalah dengan jalan memboikot produk-produk mereka. ”

Harian Islam Rusia, Al-Fikr, memuat sejumlah produk AS dan Israel yang diserukan untuk diboikot, antara lain produk Coca-Cola, Pepsi-Cola, Heinz, New Alex, Rodina, California Gardens, dan sebagainya.

Kampanye boikot produk Israel dan AS yang bergema di seluruh dunia ditanggapi Israel dengan sikap reaktif. Asosiasi Manufaktur Israel menyatakan kekecewaannya atas kampanya boikot yang diserukan oleh Eropa. Akibat seruan boikot ini, banyak rekanan Israel di Eropa yang membatalkan pembelian dan perjanjian bisnisnya.

Asosiasi ini juga mendesak pemerintahnya untuk sesegera mungkin memberikan bantuan dan menjamin kelancaran ekspor produk-produk Israel ke luar negeri agar permintaan bisa kembali lancar. Ini dilakukan karena di sejumlah negara Eropa, produk-produk Israel tertahan di bandara atau pelabuhan karena serikat buruh setempat menolak untuk mengangkut atau memproses barang-barang negeri Zionis tersebut. Walau tidak disebutkan dengan jelas, diduga kuat, kerugian yang dialami perusahaan Israel sangatlah besar.

Israel Kolaps

Dalam waktu tidak lebih dari dua tahun, jumlah turis ke Israel turun lebih dari 90 persen, tingkat hunian hotel-hotel di Israel turun drastis hingga 47 persen (Jerusalem Post, Haim Shapiro, “Israel Hotel visits drop 47% in first half”, 24 Juli 2002).

Perusahaan maspakai penerbangan Israel, El Al, mengurangi jumlah penerbangan ke Eropa dan Amerika hingga 10-30 persen (Data dari CEO El-Al-Yitzchak Amitai dalam. Www.Globes. Co.il, “El Al-Cuts Flights to Europe & US”, 5 Mei 2002).

Israel Military Industries, mem-PHK 1. 000 pekerjanya, menutup 5 unit pabrik senjatanya, menggabungkan unit-unit usaha sebagai langkah efisiensi, dan merencanakan privatisasi (Data dari CEO IMI, Arieh Mizrahi, dalam rapat resmi dengan Federasi Pekerja Histadrust yang dipimpin oleh MK Amir Peretz, seperti dikutip dari Harian Ha’aretz, by Haim Bior, “Israel Military Industries set to fire 1000 workers and close factories”, 11/8/ 2002).

IMI mengalami defisit keuangan sekitar 30-40 juta dollar AS di tahun 2002. Venture Capital Funds (VCs) yang menanamkan investasi di Israel antara tahun 1999 hingga 2001 telah kehilangan hingga 5 miliar dollar AS dari keseluruhan investasi sebesar 6, 5 miliar dollar AS (Ha'aretz, by Oded Hermoni, “Investors lose $5 billion on Israeli startups”, 5 Agustus 2002).

Yoram Tietz dari Ernst & Young Israel (Kost, Forer & Gabbay): “Dua miliar dollar AS hilang akibat penutupan sejumlah perusahaan, tiga miliar dollar AS hilang akibat terdepresi oleh situasi perekonomian dan politik di Israel yang menunjukkan grafik yang kurang menguntungkan. ”

Dalam kuartal kedua 2002, laba perusahaan-perusahaan hi-tech di Israel dari sisi investasi dan kerjasama proyek turun 43 persen atau 291 juta dollar AS dibanding pendapatan dalam kuartal yang sama di tahun 2001 (Data Israel Venture Capital, dari The Jerusalem Post, by Mati Wagner, “Venture Capital Investments in Israel down 43% in Q2”, 24/7/ 2002).

Dana Dari Amerika

Mengetahui Zionis-Israel sekarat, Zionis Amerika lekas-lekas menolong. Paul Wolfowitz menggelar acara penggalangan dana besar-besaran untuk Israel bertajuk “Stand with Israel”. Dana miliaran dollar AS mengalir deras ke Israel dalam tempo singkat. Perusahaan-perusahaan AS bergotong royong dengan pemerintahan Bush menggelontorkan dana miliaran dollar ke negeri Zionis tersebut. Israel tidak jadi tewas. Amerika menjadi dewa penolongnya.

Sekarang, masihkah kita mau menyalurkan uang kita ke perusahaan-perusahaan pro Zionis? Masihkah kita sudi membelanjakan uang kita ke mereka? Jika Yahudi Neturei Karta saja memboikot produk AS dan Israel, maka jika kita masih saja berbelanja produk AS dan Israel, maka sesungguhnya kita lebih buruk dari pada Yahudi. Bukan saja Yahudi terlaknat, tapi bisa jadi, kita pun terlaknat. (Tamat/Rizki Ridyasmara)

http://www.eramuslim.com/berita/lpk/7619105850-cara-mudah-hancurkan-zionis-tamat.htm

Mencium Hajar Aswad


Tanya :

Apa hikmah thawaf(disekitar Ka'bah)? Apakah hikmah mencium Hajar Aswad adalah tabarruk (memohon barakah) kepadanya?

Jawab :

Hikmah thawaf telah dijelaskan Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam tatkala beliau berkata: "Thawaf di Al-Bait (Ka'bah) Shafa dan Marwah, serta melempar jumrah, dijadikan hanya untuk menegakkan dzikir kepada Allah. " Orang yang thawaf mengitari Baitullah (Ka'bah), melakukannya karena mengangungkan Allah, sehingga dia membuat dirinya sebagai orang yang berdzikir kepada-Nya. Semua perbuatannya, entah itu mencium dan mengusap Hajar aswad maupun Rukun Yamany, maupun memberi isyarat kepada Hajar Aswad, dimaksudkan sebagai dzikirkepada Allah, karena semua itu merupakan ibadah kepada-Nya. Semua ibadah adalah dzikir kepada Allah dengan pengertian secara umum.

Sedangkan apa yang diucapkannya, seperti takbir, dzikir dan do'a, zhahirnya adalah mengingat Allah. Sedangkan mencium Hajar Aswad adalah ibadah. Sebab seseorang mencium sebongkah batu yang tak memiliki hubungan kecuali dengan ibadah kepada Allah, dengan cara mengagungkan-Nya dan mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sebagaimana yang pernah diriwayatkan, bahwa Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab berkata tatkala mencium Hajar Aswad, "Aku benar-benar tahu bahwa engkau hanyalah sekedar batu yang tidak bisa memberi madharat dan tidak pula manfaat. Kalau tidak karena aku melihat Nabi menciummu, aku tak kan sudi menciummu." Tentang anggapan sebagian orang-orang yang bodoh, bahwa hal itu dimaksudkan untuk memohon barakah dengannya, maka anggapan itu tidak ada dasarnya sama sekali dan batil.

Tentang apa yang diriwayatkan sebagian orang-orang zindiq, bahwa thawaf di Ka'bah tak jauh berbeda dengan thawaf di kuburan para wali, ini adalah watsaniyyah (paganisme). Itu merupakan gambaran zindiq dan ateisme mereka. Orang-orang Mukmin tidak melakukan thawaf kecuali karena atas perintah Allah. Melaksanakan apa pun yang telah diperintahkan Allah adalah ibadah kepada-Nya. Tidakkah engkau tahu bahwa sujud kepada selain Allah adalah syirik yang amat besar? Tatkala Allah memerintahkan malaikat agar bersujud kepada Adam, maka sujud itu adalah ibadah kepada Allah, dan tidak sujud kepadanya karena sujud kepada diri Adam berarti kufur. Berarti thawaf di Ka'bah adalah ibadah, karena ia merupakan rukun dalam haji, dan haji adalah satu rukun Islam. Maka jika orang yang thawaf di Ka'bah melakukannya dengan perasaan tenang karena kenikmatan thawaf dan curahan sanubarinya, maka dia akan mendapatkan kedekatan dengan Rabb-nya, yang bisa dirasakan dengan ketinggian kedudukannya dan keutamaannya.

http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatfatwa&id=205

Wala' Dan Bara'

Makna Wala’

Wala’ dalam bahasa berasal dari kata kerja waalaa-yuwaalii-muwalatan wa walaa-an (وَالى- يُوَالِيْ- مُوَالاَةً وَوَلاَءً ).Dalam kamus Lisanul Arab Ibnul ‘Arabi berkata, “Ada dua orang yang bertengkar kemudian datang orang ketiga untuk mendamaikan keduanya, namun si penengah ini mempunyai kecenderungan kepada salah satunya, lalu dia membela dan pilih kasih terhadapnya.Maka dapat dikatakan, وَالَى فُلاانٌ فُلاناً berarti apabila dia mencintai orang tersebut. Dan الوَلِي adalah bentuk kata yang berarti pelaku pekerjaan tersebut. وَلِيَه artinya dia mengurusinya. Firman Allah, ( الله ولي الذين آمنوا ) Allah Pelindung orang-orang yang beriman; (QS. 2:257)
Adapun arti wala’ dalam istilah adalah kecintaan seorang hamba terhadapRabb-nya dan nabi-Nya dengan mengikuti perintah dan menjauhi larangan dan mencintai para wali-Nya dari orang-orang yang beriman.

Makna Bara’

Pengertian bara’ dalam bahasa adalah dari kata baraa برى)) berarti memutuskan atau memotong, yang dimaksud disini adalah memutuskan hubungan dengan orang-orang kafir, dengan demikian dia tidak mencintai mereka, tidak tolong-menolong dengan mereka dan tidak tinggal di negara mereka. Ibnul Arabi berkata, “Bara’ berarti jika dia melepaskan diri, dan bari-a berarti jika dia menjauhkan diri, dan juga berarti memberikan alasan dan peringatan. Firman Allah, ( براءة من الله ورسوله ) artinya (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan dari Allah dan Rasul-Nya.

Arti bara’ dalam istilah adalah menjauhkan, membebaskan diri dan mengumumkan permusuhan setelah memberikan alasan dan peringatan. Dikatakan بَرَى وَتَبَرَّأَ مِنَ الْكُفَّارِ artinya memutuskan hubungan antara dirinya dan orang-orang kafir, oleh karenanya dia tidak membela, tidak mencintai, tidak cenderung dan tidak pula meminta pertolongan dari mereka.

Kedudukan wala’ dan bara’ dalam Islam

Wala’ dan bara’ merupakan salah satu dasar agama dan pokok keimanan dan aqidah, maka tidak shah keimanan seseorang tanpa keduanya (wala’ dan bara’).
Oleh karenanya wajib bagi setiap muslim untuk berteman karena Allah, cinta karena Allah, memusuhi karena Allah dan benci karena Allah dengan demikian dia berteman dengan wali Allah (orang-orang yang beriman), dan mencintainya serta memusuhi musuh-musuh Allah, melepaskan diri dari mereka, dan membencinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

( أَوْثَقُ عَرَى اْلِإيْمَانِ الْمُوَالَاةُ فِي الله وَالمْعُاَدَةُ فِي الله وَالْحُبُّ فَي الله وَالبُغْضُ فِي الله )

“Pengikat iman yang paling kuat adalah setia karena Allah, memusuhi karena Allah, cinta karena Allah dan benci karena Allah.”

Dari keterangan di atas maka jelaslah bahwa wala’ berasas pada cinta, pertolongan, dan mengikuti. Barangsiapa cinta karena Allah dan benci karena Allah, berkawan dan bermusuhan karena Allah maka dialah wali Allah.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, “Barangsiapa cinta karena Allah, benci karena Allah, berkawan karena Allah, bermusuhan karena Allah, dan kewalian (pertolongan kedekatan) dari Allah bisa didapat hanyalah dengan hal itu, dan seorang hamba tidak akan mendapatkan rasa (kenikmatan) iman walaupun banyak shalat dan puasanya sehingga dia menjadi seperti di atas (mencintai, membenci, berkawan dan bermusuhan karena Allah) dan persaudaraan antara manusia sekarang telah berdiri di atas kepentingan dunia, hal yang sedemikian tidak akan memberikan manfaat sedikitpun juga.”

Adapun orang yang setia kepada kaum kafir, menjadikan mereka sebagai teman dan saudara maka dia seperti mereka, Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. 5:51)

Dan Al-Qur’an mengandung banyak ayat yang mengingatkan kita agar tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin atau teman setia seperti dalam firmannya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaan orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. (QS. 3:118)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang;. (QS. 60:1)
Bara’ adalah termasuk dasar-dasar aqidah Islam yang artinya menjauhkan diri dari orang kafir, memusuhi mereka dan memutuskan hubungan dengan mereka, maka tidak shah iman seseorang sehingga dia mencintai para wali Allah (orang-orang yang beriman) dan memusuhi musuh-musuh Allah dan melepaskan diri dari mereka walau pun mereka adalah kerabat yang terdekat, Allah berfirman :

Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. 58:22)

Ayat ini mengandung pengertian bahwa iman tidak akan terealisasi kecuali bagi orang yang menjauhkan orang-orang kafir yang menentang Allah dan Rasul-Nya, melepaskan diri, dan memusuhi mereka walaupun kerabat terdekat, dan Allah telah memuji Ibrahim ketika dia melepaskan diri dari bapak, kaumnya dan sesembahan mereka. Firman Allah :

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:"Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah.Tetapi (aku menyembah Rabb) Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku". (QS. 43:27-27)

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka:"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (QS. 60:4)

Dengan keterangan singkat tentang wala’ dan bara’, jelaslah urgensi dua pondasi ini dan kedudukannya dalam Islam.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Hal kedelapan (yang dapat mengeluarkan orang dari agama Islam) adalah bahu-membahu dan menolong orang kafir untuk memerangi kaum muslimin berdasarkan firman Allah :

Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. 5:51)

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh ketika ditanya tentang seorang muslim yang tidak memusuhi kemusyrikan beliau menjawab, “Sesungguhnya seseorang itu tidaklah menjadi orang Islam kecuali bila dia mengetahui tauhid, tunduk /meyakininya, mengamalkan tuntutannya, membenarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam apa yang beliau kabarkan, menaatinya dalam larangan dan perintahnya, dan beriman kepadanya dan kepada apa yang beliau bawa, maka siapa orangnya mengatakan saya tidak memusuhi orang-orang musyrik atau dia itu memusuhinya namun tidak mengkafirkannya atau dia itu mengatakan saya tidak akan mengganggu orang-orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah meskipun mereka itu melakukan kekufuran dan kemusyrikan serta memusuhi agama Allah atau dia mengatakan saya tidak akan mengganggu kubah-kubah itu (rela dengan kemusyrikan,red), maka orang semacam ini tidaklah dianggap sebagai orang muslim, bahkan dia itu justru tergolong orang-orang yang difirmankan Allah subhanahu wa ta'alaa dalam surat an-Nisaa ayat 151,”Kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir terhadap sebahagian (yang lain),” serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman dan kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya,”

Allah subhanahu wa ta'alaa mewajibkan memusuhi orang-orang musyrik, menjahuinya dan mengkafirkannya, Dia berfirman,”kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,” dan Dia berfirman,”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu,” [1]

Dari uraian di atas tampak jelas sekali bahwa tauhid atau keimanan dan syirik atau kekufuran adalah dua hal yang saling bertentangan dan tidak akan pernah bertemu selamanya.Tidak mungkin seseorang yang mengaku Islam dan faham makna tauhid akan mencintai kekufuran, kemusyrikan dan para pelakunya.Karena konsekuensi dari tauhid adalah membuang segala hal yang berbau musyrik dan kufur serta tidak berwala’ terhadap musyrikin dan kafirin.Dalam hal ini jalan tengah yang menerima kedua duanya adalah sebuah kemunafikan yang pada hakekatnya merupakan kekufuran juga.Wallahu A’lam.

[1] Bab hukum murtad juz delapan hal : 111,112
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=94

Muslim Nasionalis

Sesungguhnya identitas kita sebagai muslim tidaklah bertentangan dengan fitrah, yakni merasa cinta kepada tanah air yang kita menisbatkan diri kepadanya. Tidak pula bertentangan dengan keinginan untuk kebaikan negeri kita tersebut. Bahkan seorang muslim adalah nasionalis sejati, bukan dalam arti fanatik terhadap kewarga negaraannya, namun dalam makna dia menghendaki kebaikan dan kebahagiaan negaranya di dunia dan di akhirat dengan merealisasikan syari'at Islam, pembinaan aqidah serta menyelamatkan seluruh warga dari siksa neraka. Allah subhanahu wata’ala berfirman mengisahkan seorang mukmin keluarga Fir’aun,
(Musa berkata),"Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita!" Fir'aun berkata, "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar". Dan orang yang beriman itu berkata, "Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu.” (QS. al-Mukmin:29-30)

Tampak sekali pengertian nasionalisme ini dalam kisah seorang mukmin dari keluarga Fir'aun, yang menghendaki kebaikan kaum dan bangsanya.

Akan tetapi negeri yang sesungguhnya bagi seorang muslim adalah surga, tempat bapak kita nabi Adam ’alaihis salam tinggal pertama kali. Sementara kita di dunia ini sedang kehilangan negeri (surga) tersebut, dan sedang berusaha untuk dapat meraihnya kembali. Dan ajaran Islam telah menuliskan bagi kita peta perjalanan untuk kembali ke negri asal tersebut.

Surga adalah negeri kebahagiaan yang jika seseorang telah memasukinya, maka dia tidak akan mau lagi untuk berpindah darinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
"Seandainya dunia ini sama di sisi Allah dengan satu sayap nyamuk, maka tentu Allah tidak akan memberi minum orang kafir darinya walau hanya seteguk air." (HR at-Tirmidzi no. 2320 dan dia berkata, Hadits shahih gharib. Di shahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 686 karena banyak pendukungnya). Jika dunia seisinya tidak ada artinya di sisi Allah subhanahu wata’ala jika dibandingkan dengan sayap seekor nyamuk, maka bagaimana dengan hanya sebuah negara?

Di dunia ini tidak ada negeri yang paling dicintai oleh seorang mukmin dibanding Makkah al-Mukarramah, al-Madinah an-Nabawiyah, dan Baitul Maqdis di Palestina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa negri yang paling beliau cintai adalah Makkah al-Mukarramah, karena ia merupakan negri yang paling dicintai Allah subhanahu wata’ala dan diberkahi.

Sedangkan selain tiga negeri yang disucikan tersebut, maka Islamlah negeri kita, keluarga dan kerabat kita. Di mana syari'at Islam ditegakkan dan kalimat Allah ditinggikan, maka di sanalah negeri kita tercinta. Adapun negara dalam arti sempit, yakni sepotong tanah yang ditulis batas-batasnya oleh manusia, dibuat pemisah, dibatasi warna kulit, suku dan kebangsaan maka itu sesuatu yang tidak pernah dikenal oleh kaum salaf maupun kholaf. Hal itu muncul dalam kerangka memberikan pemahaman yang rusak dan merusak yang ditebarkan oleh Barat dan para pengekornya untuk menyingkirkan semangat keislaman, meredupkan jati diri Islam yang telah mempersatukan berbagai suku, bangsa dan ummat serta menjadikannya sebagai satu ummat saja "Ummat Islam" serta "Ummat Tauhid".

Saksi dari semua itu adalah seorang sejarawan yahudi Bernard Louis yang mengatakan, "Semua orang yang memperhatikan sejarah Islam maka dia akan mengetahui kisah Islam yang menakjubkan dalam memerangi penyembah berhala sejak permulaan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian bagaimana Nabi dan sahabatnya mendapatkan pertolongan dan menegakkan ibadah hanya kepada Ilah yang Esa serta memporak porandakan agama-agama berhala kaum Arab Jahiliyah. Dan pada hari ini mereka berhadapan dengan berhala yang lain. Mereka tidak berhadapan dengan Latta, Uzza dan tuhan-tuhan orang jahiliyah lainnya. Mereka melawan bebagai berhala-berhala baru, yang bernama negara (nasionalisme dan fanatik kebangsaan), kesukuan (rasialisme), serta qaumiyah (fanatik golongan).

Sesungguhnya barat tidak memandang kita dengan dua kaca mata, namun hanya satu kaca mata saja, yaitu kacamata fanatik buta, kedengkian dan kezhaliman yang nyata terhadap kaum muslimin. Tatkala Islam tegak dengan tanpa mempermasalahkan batas-batas wilayah, bersatu dalam amal serta telah rekat persatuannya maka tiba-tiba saja mereka merobek-robek dan mencerai beraikan kita.

Aqidah Islam merupakan satu-satunya pandangan yang dengannya seorang muslim mampu melihat kesalahannya dalam bersikap, berfikir dan mengambil dasar hidup. Aqidah Islam merekomendasikan kepada kita untuk mengambil warisan sejarah agar kita tahu batas, mana yang harus kita terima dan mana yang wajib kita tolak.

Fir'aun dan pengikutnya adalah orang Mesir namun mereka kafir. Nabi Musa ’alaihis salam juga orang Mesir, tetapi dia Islam dan beriman. Maka wajib seorang mukmin memusuhi musuh-musuh Allah dan berlepas diri dari mereka meskipun mereka adalah satu bangsa, ras dan satu bahasa. Dan seorang mukmin berwala' (loyal) kepada golongan Allah dan para wali-Nya, siapa pun mereka, di mana pun mereka berada dan kapan saja waktunya. Abu Jahal dan Abu Lahab adalah orang Arab, dari suku Quraisy dan masih kerabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Namun karena mereka memusuhi Allah subhanahu wata’ala, maka Rasulullah pun memusuhi mereka.

Allah subhanahu wata’ala juga berfirman tentang sekelompok orang mukmin dari Bani Israil di bawah pimpinan Thalut, yang berperang menghadapi Raja kafir yang juga Bani Israil yang bernama Jalut.

Kita orang mukmin selalu memegang prinsip ini, yaitu menolong aqidah Islam dari orang-orang kafir siapa pun orang kafir itu, meski seorang yang berbangsa Palestina.

Seandainya saja Allah subhanahu wata’ala menakdirkan Nabi Sulaiman ’alaihis salam dan Nabi Dawud ’alaihis salam hidup kembali di dunia ini, maka tentu mereka berdua akan mengikuti syariat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Demi Allah, seandainya Musa hidup di tengah-tengah kalian, maka dia tidak ada pilihan lain kecuali akan mengikutiku." (HR. ad-Darimi, Imam Ahmad dan selain meeka, dihasankan oleh al-Albani).

Andaikan Nabi Musa ’alaihis salam, Nabi Sulaiman ’alaihis salam, Nabi Dawud ’alaihis salam dibangkitkan kembali tentu mereka akan memerangi yahudi, nashara, kaum sekuler dan orang-orang mulhidin.

Sesungguhnya aqidah adalah pondasi jati diri yang paling besar yang mengikat seorang muslim dengan saudaranya, sehingga menjadi ibarat satu tubuh. Jika ada salah satu anggota badan yang sakit maka anggota badan yang lain ikut merasakannya dengan susah tidur dan demam, seperti disebutkan dalam hadits.

Inilah ikatan yang hakiki dan yang sesungguhnya. Adapun selain itu seperti hubungan kerabat, teman, keluarga, suku, bangsa, ras adalah bersifat nisbi. Dalil yang menunjukkan hal ini yaitu firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. al-Mujadilah:22)

Dalam kisah Nabi Nuh ’alaihis salam Allah subhanahu wata’ala berfirman tentang putranya, "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik.” Dan dalam kisah Nabi Ibrahim ’alaihis salam beliau dan pengikutnya berkata, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” Juga dalam kisah Nabi Isa ’alaihis salam ketika beliau menyeru Bani Israil agar menjadi penolongnya, maka sebagian ada yang beriman yakni kaum Hawariyyun dan sebagain ada yang kafir. Maka Allah subhanahu wata’ala menolong orang yang beriman atas musuh mereka. Demikian pula dalam surat al-Lahab yang menceritakan paman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Lahab, "Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak." (QS. 111:3). Sebuah syair menyebutkan,

Islam tekah memuliakan Salman, seorang berbangsa Persi
Kekufuran telah menghinakan bangsawan mulia, Abu Lahab

Dalil lainnya adalah bahwa seorang mukmin yang memiliki anak kafir maka hartanya tidak diwarisi oleh anaknya, tetapi diwarisi kaum muslimin dan masuk ke baitul mal. Ini menunjukkan bahwa saudara yang hakiki adalah saudara seaqidah, sesama muslim tanpa memandang bangsa, ras, suku dan warna kulit.

Disadur dari kitab, “Huwiyyatuna awil Hawiyah”, Muhammad Ahmad Islamil al-Muqaddam, hal 19-32.

http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=428

BALASAN SESUAI DENGAN PERBUATAN

BALASAN SESUAI DENGAN PERBUATAN

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguh nya Allah menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang". (HR. al-Bukhari). Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula), barangsiapa menyayangi makhluq Allah maka Allah akan menyayanginya. Sebagai mana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Orang-orang yang penyayang, maka Allah akan menyayangi mereka. Sayangilah penduduk bumi maka penduduk langit akan menyayangi kalian". (HR. At-Tirmidzi).

Balasan itu sesuai dengan jenis amal perbuatan yang dilakukan. Allah subhanahu wata’ala akan memperlakukan hamba-Nya sebagaimana perlakuan hamba tersebut terhadap hamba-hamba Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya, "Jikalau kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. At-Taghabun:14). Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat An-Nur ayat 22 yang artinya, "Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?".

Bersegeralah untuk meringankan kesulitan-kesulitan orang lain agar Allah meringankan kesulitan dari dirimu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa menghilangkan satu kesulitan dari seorang muslim maka Allah akan membalasnya dengan menghilangkan satu kesulitan dari kesulitan-keslitan yang ada pada hari Kiamat". (HR. al-Bukhari).

Bantulah manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, maka dengan cara itu engkau akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya". Juga sabda beliau, "Barangsiapa berada di dalam kebutuhan saudaranya maka Allah berada di dalam kebutuhannya". (HR. Imam Muslim).

Jadilah engkau seorang hamba Allah yang menghilangkan kesukaran orang-orang yang tertimpa kesulitan niscaya Allah akan memberi kemudahan kepada kamu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang memudahkan orang yang kesulitan maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat". (HR. Muslim).

Bersikap lemahlembutlah terhadap hamba-hamba Allah, semoga engkau termasuk golongan yang tersirat dalam do'a yang dipanjatkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, "Ya Allah, barangsiapa bersikap lembut terhadap umatku, maka perlakukanlah ia dengan lembut dan barangsiapa yang membuat kesukaran kepada mereka maka ciptakanlah kesukaran baginya". (HR. Ahmad). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha lemah lembut dan mencintai kelembutan. Dia memberikan pada kelemah lembutan apa yang tidak Dia berikan pada kekerasan". (HR. Muslim). Dan juga sabda beliau, “Barangsiapa terhalang untuk mendapat sifat lemah lembut maka ia terhalang dari semua kebaikan". (HR. Muslim).

Tutupilah aib hamba-hamba Allah, maka Allah subhanahu wata’ala akan menutupi aibmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat". (HR. Muslim). Dan sabda beliau, "Barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari Kiamat". (HR. Ibnu Majah).

Berilah makan kaum muslimin niscaya Allah subhanahu wata’ala akan memberi makanan kepadamu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Mukmin manapun yang memberi makan seorang mukmin ketika lapar maka Allah akan memberikannya makanan dari buah-buahan Surga.” (HR. Imam At-Tirmidzi).

Berilah minum kaum muslimin maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan minuman kepadamu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah besabda, "Mukmin manapun yang memberi minum seorang mukmin yang sedang kehausan maka Allah akan memberinya minum pada hari Kiamat dari Ar-Rohiq Al-Makhtum". (HR. At-Tirmidzi)

Berilah kaum muslimin pakaian niscaya Allah akan memberi pakaian kepadamu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Mukmin mana pun yang memberi pakaian kepada seseorang yang telanjang maka Allah akan memberinya pakaian sutra halus berwarna hijau dari Surga". (HR. at-Tirmidzi).

Sebagaimana perlakuanmu terhadap hamba-hamba Allah, maka seperti itu pula perlakuan Allah terhadapmu. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali engkau menyiksa manusia karena sesungguhnya Allah akan menyiksamu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia". (HR. Imam Muslim). Allah subhanahu wata’ala juga telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 49 yang artinya, "Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya". Dalam ayat lain Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya, "Dan pada hari terjadinya kiamat, (dikatakan kepada malaikat), "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras". (QS. Al-Mukmin: 46).

Hindarilah dirimu dari mempersulit hamba-hamba Allah karena hal itu dapat membuatmu tertimpa do'a yang diucapkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, "Ya Allah, barangsiapa yang mengurusi urusan umatku lalu membuat susah mereka, maka buatlah kesusahan baginya". (HR. Muslim).

Janganlah engkau menyakiti hati kaum muslimin dengan mencari-cari aib mereka karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, "Barangsiapa mencari-cari aib seorang muslim, maka Allah akan mencari-cari aibnya. Dan barangsiapa yang Allah menelusuri (mencari-cari) aibnya maka Allah akan membongkarnya meskipun berada di dalam rumahnya". (HR. At-Tirmidzi).

Janganlah engkau cabut rasa kasih sayangmu kepada manusia karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, "Barang siapa yang tidak menyayangi manusia, maka Allah Azza wa Jalla tidak menyayanginya". (HR. Muslim).

Ingatlah baik-baik wahai hamba-hamba Allah! Di mana engkau memperlakukan hamba-hamba Allah dengan sebuah perbuatan, maka engkau akan mendapatkan balasan yang sesuai dengan apa yang telah engkau kerjakan di sisi Sang Pencipta. Imam Ibnul Qoyyim berkata, "Sesungguhnya Allah Maha Mulia dan Ia mencintai kemuliaan dari hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui (berilmu), dan mencintai para ulama. Allah Maha berkuasa, mencintai para pemberani. Allah Maha Indah, mencintai keindahan. Allah Maha Penyayang, menyayangi orang-orang yang penyayang. Sesungguhnya Allah menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang. Allah Maha Menutupi (aib), mencintai orang-orang yang menutupi aib hamba-hamba-Nya. Allah Maha Pemaaf, mencintai hamba-Nya yang senang memberi maaf. Allah Maha Pengampun, mencintai hamba-Nya yang mengampuni kesalahan orang lain. Allah Maha Lembut, mencintai kelembutan dari hamba-hamba-Nya dan membenci kekerasan. Allah Maha Santun, mencintai sopan santun. Allah Maha Baik, mencintai kebaikan dan pelakunya. Allah Maha Adil, mencintai keadilan. Allah Maha Menerima udzur (alasan yang dibenarkan), mencintai orang yang menerima udzur hamba-hamba-Nya.

Allah subhanahu wata’ala akan memberi balasan kepada hamba-Nya sesuai dengan sifat-sifat ini. Maka barangsiapa memaafkan maka Allah akan memaafkannya. Barangsiapa siapa yang mengampuni kesalahan manusia maka Allah akan mengampuninya. Barang siapa bersikap dermawan kepada orang lain maka Allah subhanahu wata’ala akan bersikap dermawan kepada nya. Barangsiapa memusuhi hamba-hamba Allah maka Allah akan memusuhinya.

Barangsiapa bersikap lemah lembut kepada hamba-hamba Allah maka Allah akan bersikap lemah lembut kepadanya. Barangsiapa menyayangi makhluk Allah maka Allah akan menyayanginya. Barangsiapa berbuat baik kepada manusia maka Allah akan berbuat baik kepada-Nya. Barangsiapa memberi manfaat kepada manusia maka Allah akan memberikan manfaat kepadanya. Barangsiapa menutupi aib saudaranya maka Allah subhanahu wata’ala maka menutupi kekurangan atau kesalahannya. Barangsiapa berusaha untuk tidak marah kepada manusia maka Allah tidak akan marah kepadanya.

Barangsiapa mencari-cari aib manusia maka Allah akan menelusuri aib-aibnya. Barangsiapa membuka kejelekan hamba-hamba Allah maka Allah akan membuka dan membeberkan kejelekannya. Barangsiapa enggan berbuat baik kepada manusia maka Allah tidak akan berbuat baik kepadanya. Barangsiapa membuat sulit seseorang maka Allah akan memberinya kesukaran (masalah). Barangsiapa berbuat makar, maka Allah akan membalas makar kepadanya. Barangsiapa menipu Allah maka Allah akan memberikan balasan kepadanya dengan tipuan pula.

Dan barangsiapa memperlakukan seseorang dengan sebuah sifat maka Allah akan memperlakukannya dengan sifat itu sendiri di dunia dan akhirat. Allah akan memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan perlakuan hamba terhadap makhluk-Nya.

Maka tamaklah engkau -semoga Allah memberi taufik kepadamu- untuk senantiasa memberi manfaat kepada hamba-hamba Allah, untuk merealisasikan sebuah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Barangsiapa diantara kalian mampu memberi mafaat terhadap saudaranya maka lakukanlah". (HR. Muslim). Berbuat baiklah kepada mereka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.

Jadilah engkau seorang yang lembut yang senang memudahkan urusan mereka. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, "Neraka itu haram menyentuh setiap orang yang lunak, lembut, mudah (dalam bermuamalah) dan dekat (dengan manusia)". (HR. Imam Ahmad).

Maafkanlah mereka, janganlah mudah marah, toleransilah terhadap mereka dan senantiasalah menjadi seorang pengampun. Semoga Allahsubhanahu wata’ala mengampuni segala dosa dan kesalahanmu. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala seseorang yang memperbagus amal perbuatannya. (Zainal Abidin)

Disarikan dari: "Kama Takuunu Li 'Ibadillahi Yakunullahu Lak" karya Abdul Qayyum As-Suhaibany"

http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=428

SEBAB SEBAB KEHANCURAN UMAT

Pembaca yang budiman! Lembaran kita kali ini akan membicarakan tentang sebab sebab mengapa Allah subhanahu wata’ala menghancurkan penduduk sebuah negeri dan bahkan sebuah umat. Mengapa mereka dihancurkan? Apakah Allah subhanahu wata’ala berbuat zhalim kepada mereka? Tidak sama sekali, bahkan itulah balasan kezhaliman yang mereka lakukan. Allah subhanahu wata’ala befirman, artinya,
"Dan kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS. Huud:101)

Berikut ini di antara sebab-sebab mengapa sebuah negeri atau umat di hancurkan. Jika di suatu tempat telah tampak sebab-sebab ini maka artinya mereka sedang menunggu kebinasaan dan kehancuran dari Allah subhanahu wata’ala

1. Kezhaliman

Kezhaliman merupakan sebab paling dominan mengapa Allah subhanahu wata’ala menghancurkan sebuah negeri. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
”Dan begitulah azab Rabbmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS Huud:102)

Amat banyak kezhaliman yang terjadi di suatu negeri atau kampung, kezhaliman kepada Allah subhanahu wata’ala, kezhaliman terhadap sesama manusia antara satu dengan yang lainnya. Berapa banyak kezhaliman yang terjadi di suatu negara, baik terhadap orang-orang kecil, para pegawai, buruh dan warga negara yang mereka semua tidak mampu untuk mendapatkan sebagian hak-haknya, apa lagi keseluruhan haknya. Dan di antara kezaliman yang sangat besar adalah kezhaliman terhadap orang-orang mukmin, muwahidin, kepada para da'i yang menyeru ke jalan Allah, kepada para wali Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.” (QS. al-Kahfi: 59)

2. Kemegahan Hidup Dan Nikmat Yang Melimpah

Di masa ini kita melihat banyak orang berpakaian mewah, tinggal di istana-istana dan gedung megah, naik kendaraan mewah, dengan perabotan rumah yang serba lux yang hampir-hampir tidak bisa dinalar. Padahal berapa banyak kemewahan yang menyeret manusia ke dalam dosa, maksiat dan kefasikan. Sampai-sampai orang menjadi lupa kepada agama Allah subhanahu wata’ala dan perintah-Nya, hanya lantaran tinggal di rumah mewah, naik kendaraan mewah. Tidak senang dan tidak mau menerima nasihat jika ada orang lain yang beramar ma'ruf nahi munkar.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (untuk mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadap nya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al Israa': 17)

3. Kufur Nikmat

Sebagian orang ada yang jika diberikan nikmat oleh Allah subhanahu wata’ala maka dia tidak mau bersyukur, Allah subhanahu wata’ala memberi nikmat namun dia melupakan hak-hak Allah subhanahu wata’ala yang ada dalam nikmat tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl:112)

Kelaparan dan ketakutan adalah dua hal yang selalu berdampingan, manusia jika kufur nikmat lalu Allah subhanahu wata’ala menimpakan kepada mereka kelaparan dan mereka tidak mau kembali kepada Allah subhanahu wata’ala maka Dia akan menimpakan ketakutan. Demikian juga jika mereka sudah ditimpa ketakutan, hilangnya rasa aman dan ketenangan namun tetap tidak mau kembali kepada Allah subhanahu wata’ala maka Dia timpakan kepada mereka kelaparan.

4. Banyak Orang Munafik

Salah satu sebab hancurnya umat adalah karena banyaknya orang munafik yang memegang urusan kaum muslimin. Orang munafik adalah orang yang menampak kan Islam namun memendam kekufuran, memerangi wali-wali Allah, para da'i di jalan Allah, para ulama dan orang-orang yang istiqamah menjalankan agama. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
”Dan bila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab, "Sesungguh nya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan". (QS. Al-Baqarah:11)

Mereka mengaku sedang melakukan perbaikan, sebagian dari mereka berkata sebagaimana yang dikatakan Fir'aun kepada pengikutnya, dalam firman Allah, artinya, "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Rabbnya, karena sesungguhnya aku khawatir ia akan menukar agama-agamamu atau menimbul kan kerusakan di muka bumi". (QS Ghafir:26)

5. Berwala' (Setia) Kepada Kaum Kufar

Memberikan wala' (loyalitas) kepada orang kafir dan tidak bersikap setia kepada orang mukmin masih banyak terjadi di masyarakat. Mereka setia kepada musuh-musuh Allah dan bangga dapat membantu serta menolong mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal: 173)

Maksudnya jika orang mukmin tidak berwala' dengan orang mukmin, tidak berwala dengan penyeru penyeru kebaikan, tidak berwala' dengan ahli ilmu dan ahli takwa, maka itu akan menyebabkan fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.

6. Meninggalkan Amar Ma'ruf Dan Nahi Munkar

Sesungguhnya di antara sebab hancur nya umat adalah karena meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar. Allah subhanahu wata’ala telah berfirman, artinya,
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (al-Anfal 25)

Hal ini sebagaimana digambarkan dalam hadits tentang safinah (perahu), yakni jika ada seseorang yang ingin mengambil air dengan cara melobangi perahu, lalu penumpang yang lain tidak mencegahnya, maka seluruh penumpang perahu akan tenggelam semua, bukan hanya orang yang melobangi perahu. Memang terkadang banyak alasan untuk meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar. Misalnya, "nanti saya tidak punya penghasilan, saya khawatir keluarga dan rumah, saya malu untuk berbicara, ini urusan ulul amri (penguasa), ini dan itu."

7. Menyebarnya Riba

Jika riba sudah merajalela di suatu negeri maka ketahuilah -wahai sekalian hamba Allah- itu hanya tinggal menunggu peperangan dari Allah subhanahu wata’ala. Adzab dari Allah subhanahu wata’ala mungkin berupa krisis, kelaparan , hutang, dikuasai musuh, bencana dan lain-lain. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mu." (QS. al-Baqarah:278-279)

8. Penghacuran Masjid

Di antara sebab hancurnya sebuah negeri adalah jika masjid-masjid dirobohkan. Merobohkan masjid sebagaimana dikatakan Imam asy-Syaukani ada dua macam:

1. Takhribul hissi , yakni merobohkan masjid secara fisik.

2. Takhribul ma'nawi, yakni menelantarkan dari tujuan dibangunnya masjid, tidak ada kajian, ta'lim, muhadharah, digembok setiap saat, orang dilarang masuk dan lain-lain. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
"Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)." (QS. al-Baqarah: 114)

9. Meninggalkan Jihad

Bagaimana tidak, sebab meninggalkan jihad fi sabilillah artinya membiarkan kerusakan di muka bumi tanpa mau mencegahnya, tidak mau menolong agama Allah subhanahu wata’ala dan al-Haq. Maka jelas sekali jika tidak ada jihad, kerusakan dan keburukan akan terus bercokol. Lihatlah bagaimana akibat meninggalkan jihad, sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, "Jika kalian asyik berjual beli dengan 'inah (satu jenis riba), mengikuti ekor-ekor sapi (bertani dan beternak) lalu meninggalkan jihad fi sabilillah maka Allah akan menguasakan kepadamu kehinaan yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian." (HR. Abu Dawud)

10. Menyebarnya Kekejian

Bentuk-bentuk perbuatan keji amatlah banyak, di antara yang disebutkan dalam hadits adalah khabats (perzinaan), dan ini yang sangat mengkhawatirkan, juga minuman keras, alat-alat musik dan kemungkaran-kemungkaran lainnya. Dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah meyebutkan beberapa kemungkaran beserta akibatnya, di antaranya adalah:

1. Tidaklah tersebar perzianaan kecuali Allah akan menurunkan tha'un dan penyakit aneh yang tidak pernah ada di masa lalu.

2. Tidaklah manusia mengurangi timbangan dan takaran (termasuk riba, menipu dalam jual beli dll) kecuali Allah akan menimpakan paceklik (kelaparan) kekurangan makanan pokok dan penguasa yang buruk (zhalim).

3. Tidaklan manusia menahan zakatnya kecuali Allah akan menahan turunnya air hujan dari langit, kalau bukan karena binatang ternak maka Allah tidak akan menurunkannya.

4. Tidaklah mereka merusak janji dengan Allah dan Rasul kecuali Allah akan menguasakan mereka kepada musuh. (Kholif Abu Ahmad)

Sumber: Naskah Khutbah Jum’at “Asbab Hilak al-Umam”, Syaikh Nabil al-’Awadhi.


http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=431

Menguak Keimanan Yahudi dan Nasrani

(Tafsir QS al-Baqarah [2]: 62)

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi’in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta beramal salih akan menerima pahala dari Tuhan mereka; tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (QS al-Baqarah [2]: 62).

Sabab Nuzûl

Dikemukakan Ibnu Abi Hatim dari Salman al-Farisi, “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang para pemeluk agama yang pernah saya anut.” Dia pun menerangkan shalat dan ibadah mereka. Lalu turunlah ayat ini.[1]

Diriwayatkan Ibnu Jarir dari Mujahid bahwa Salman al-Farisi pernah bertanya kepada Nabi saw. tentang orang-orang Nasrani dan pendapat Beliau tentang amal mereka. Beliau menjawab, “Mereka tidak mati dalam keadaan Islam.” Salman berkata, “Bumi terasa gelap bagiku dan aku pun mengingat kesungguhan mereka.” Lalu turunlah ayat ini. Setelah itu Rasulullah saw. memanggil Salman seraya bersabda, “Ayat ini turun utuk para sahabatmu.” Beliau kemudian bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam agama Isa sebelum mendengar aku maka dia mati dalam kebaikan. Barangsiapa yang telah mendengar aku dan tidak mengimaniku maka dia celaka.[2]

Tafsir Ayat

Allah Swt. berfirman: Inna al-ladzîna âmanû wa al-ladzîna hâdû wa an-nashârâ wa ash-shâbi’îna (Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Shabi’in).

Setidaknya ada tiga penafsiran mengenai siapa yang dimaksud dengan al-ladzîna âmanû. Pertama: orang-orang yang beriman kepada Isa as. yang hidup sebelum diutusnya Rasulullah saw. Pada saat yang sama mereka berlepas diri dari kebatilan agama Yahudi dan Nasrani. Di antara mereka ada yang sampai menjumpai Rasulullah saw. dan mengikuti Beliau; ada pula yang tidak sempat.[3] Demikian menurut Ibnu Abbas dalam suatu riwayat.[4] Kedua: orang-orang munafik yang mengaku beriman. Penafsiran itu dikemukakan Sufyan ats-Tsauri, az-Zamakhsyari, dan an-Nasafi.[5] Ketiga: orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw. secara benar. Di antara yang berpendapat demikian adalah al-Qurthubi, ath-Thabari, asy-Syaukani, dan al-Jazairi.[6] Dua pendapat terakhir itu dibenarkan oleh al-Baidhawi. Menurutnya, kata al-ladzîna âmanû mencakup semua orang yang memeluk agama Muhammad (Islam), baik yang mukhlis maupun yang munafik.[7] Tampaknya, pendapat ini lebih dapat diterima. Alasannya, jika Yahudi adalah pemeluk agama Musa as., Nasrani merupakan pengikut agama Isa as., maka Mukmin adalah sebutan untuk umat Nabi Muhammad saw.[8] Disebut Mukmin, kata Ibnu Katsir, karena banyaknya keimanan mereka. Mereka mengimani seluruh nabi yang terdahulu dan perkara gaib yang akan datang.[9]

Adapun kata al-ladzîna hâdû merujuk kepada pemeluk agama Yahudi.[10] Menurut az-Zujaj, secara bahasa kata hâdû bermakna tâbû (bertobat).[11] Mereka dinamai demikian karena mereka pernah bertobat setelah melakukan penyembahan terhadap al-ijl (patung sapi betina). Al-Quran menyitir pernyataan mereka: Inna hudnâ ilayk” (Sesungguhnya kami kembali [bertobat] kepada Engkau) (QS al-A‘raf [7]: 156). Demikian penjelasan Ibnu Mas‘ud.[12]

Kata an-Nashârâ bentuk jamak dari kata Nashrani.[13] Mereka adalah para pengikut Nabi Isa as. Disebut Nashrani karena di antara mereka yang menjadi pengikut setianya—al-hawariyyin—pernah menyanggupi permintaan Isa as. untuk menjadi anshâr Allâh. Allah Swt. mengabadikan jawaban mereka: Nahnu anshâr Allâh (Kami adalah penolong-penolong agama Allah) (QS Ali Imran [3]: 52, ash-Shaff [61]: 14). Ada pula yang mengaitkan sebutan Nasrani dengan nama daerah kelahiran Isa yang dikenal dengan Nâshirah (Nazareth).[14]

Para mufassir berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud dengan ash-Shâbi’în. Menurut Wahab bin Munabbih, mereka adalah kaum yang mengetahui keesaan Allah, tidak memiliki syariah yang diamalkan, dan tidak membicarakan kekufuran. Ibnu Zaid menuturkan, mereka adalah pemeluk suatu agama di daerah Mosul. Mereka mengucapkan kalimat: Lâ ilâha illâ Allâh. Mereka tidak memiliki amal, kitab, dan nabi kecuali kalimat tauhid itu. Oleh karena itu, kaum musyrik pernah menyebut Nabi saw. dan para Sahabatnya sebagai shâbi’ûn karena menyerupai mereka dalam kalimat: Lâ ilâha illâ Allâh.[15]

Mujahid, Ibnu Abi Najih, Atha’, dan Said bin Jubair menyatakan bahwa mereka adalah kaum antara Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Adapun Abu Aliyah, Rabi’ bin Anas, as-Sudi, dan adh-Dhuhak berpendapat bahwa mereka adalah salah satu firqah (sekte) dari Ahlul Kitab yang membaca Zabur.[16] Pendapat ini juga didukung Abdurrahman as-Sa’di.[17] Walhasil, memang tidak ada kesamaan tentang siapa mereka. Namun demikian, dari berbagai pendapat tersebut, setidaknya didapatkan gambaran bahwa mereka adalah suatu kaum yang memeluk agama tertentu.

Selanjutnya Allah Swt. berfiman: man âmana bi Allâhi wa al-yawm al-âkhir wa ‘amila shalih[an] (siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir serta beramal salih).

Kata man dalam ayat di atas kembali pada semua kelompok yang disebutkan. Man âmana memberikan pengertian, siapa saja di antara mereka yang menjaga imannya (hingga mati), jika mereka sudah beriman; atau masuk ke dalam iman, jika mereka masih belum beriman.[18]

Perkara yang harus diimani adalah iman kepada Allah Swt. dan Hari Kiamat. Kendati yang disebutkan hanya iman kepada Allah dan Hari Akhir, bukan berarti hanya mengimani dua perkara itu sudah dapat mengeluarkan seseorang dari kekufuran dan menjadi Mukmin. Sebab, sebagaimana dinyatakan al-Alusi, iman kepada Allah Swt. itu meliputi iman terhadap sifat dan af‘âl-Nya.[19] Keimanan pada sifat dan af‘al-Nya itu bisa benar jika didasarkan pada pemberitahuan-Nya. Itu berarti, keimanan kepada Allah Swt. meniscayakan iman kepada rasu-rasul dan kitab-kitab-Nya.

Demikian juga dengan iman pada Hari Kiamat. Keimanan ini juga mencakup iman kepada rasul dan kitab. Sebab, Hari Kebangkitan tersebut tidak akan dapat diketahui kecuali melalui informasi rasul Allah.[20] Oleh karenanya, meski yang disebutkan hanya dua perkara, keimanan yang dimaksudkan tidak terbatas hanya dua perkara itu. Keimanan tersebut harus komprehensif sebagaimana dinyatakan dalam nash-nash lain, yakni beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Kiamat, dan al-Qadha wa al-Qadhar.

Sebuah amal dapat dikategorikan sebagai amal salih jika sejalan dengan ketentuan syariah dan dikerjakan semata-semata untuk Allah Swt. Artinya, amal keempat kelompok itu dapat dikategorikan sebagai amal salih jika amalnya sejalan dengan syariah yang dibawa rasul pada zamannya masing-masing sebelum ada nasakh dan perubahan.[21]

Allah Swt. berfirman: falahum ajruhum ‘inda Rabbihim (mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka). Ini merupakan janji Allah Swt. kepada setiap orang yang memenuhi syarat atau sifat yang disebutkan sebelumnya, bahwa Allah Swt. akan memberikan kepada mereka pahala yang besar.

Balasan lain yang dijanjikan Allah Swt. kepada mereka adalah: wa lâ khawf[un] ‘alayhim wa lâ hum yahzanûn (tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak pula mereka bersedih hati). Keadaan ini mereka alami terutama di akhirat kelak.[22]

Bukan Dalil Pluralisme Agama

Pengkajian tentang ayat ini secara mendalam menunjukkan bahwa ayat ini sama sekali tidak melegitimasi kebenaran agama-agama selain Islam atau menjadi dalil bagi keselamatan pemeluk Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in sebagaimana sering digemborkan kaum Liberal.

Dari segi sabab nuzûl-nya, ayat ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan Salman al-Farisi tentang nasib teman-temannya dulu. Artinya, jelas bahwa kaum Yahudi, Nasrani, dan Shabi’in yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kaum yang hidup sebelum diutusnya Rasul saw., yakni bahwa umat-umat terdahulu yang mengikuti agama nabinya dengan konsisten akan mendapatkan pahala di sisi Allah Swt.

Dari segi ungkapannya juga jelas, bahwa janji pahala dan keselamatan itu hanya diberikan jika mereka beriman dengan keimanan yang benar dan komprehensif. Sebab, pengingkaran terhadap sebagian perkara yang wajib diimani dapat menyebabkan pelakunya menjadi kafir (QS al-Nisa’ [4]: 136, 150-150).

Berpijak pada kenyataan tersebut, sebagaimana dinyatakan asy-Syaukani, al-Qasimi, dan al-Qinuji, yang dapat memenuhi kriteria keimanan tersebut saat ini hanyalah orang-orang yang memeluk Islam.[23] Sebaliknya, semua penganut agama selain Islam saat ini dapat dikategorikan sebagai orang kafir. Sebab, secara pasti mereka mengingkari Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul-Nya dan al-Quran sebagai Kitab-Nya.

Karena itu, siapa saja—termasuk pemeluk Yahudi dan Nasrani—yang menginginkan dikelompokkan sebagai kaum beriman, tidak ada pilihan lain kecuali harus mengimani perkara-perkara akidah yang telah ditetapkan Islam tersebut. (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 137).

Lebih dari itu, akidah dan syariah mereka juga banyak diliputi dengan mitos dan kesesatan. Akidah Trinitas yang menjadi pokok pangkal agama Nasrani menjadi salah satu bukti nyatanya. Secara tegas al-Quran menyebut orang yang mengakui ketuhanan Isa atau akidah Trinitas tergolong sebagai orang kafir (QS al-Maidah [5]: 72, 73).

Demikian juga dalam amal salih. Sejak diutusnya Rasulullah saw, syariah Beliau telah me-naskh (menghapus berlakunya) syariah yang dibawa rasul sebelumnya sehingga yang boleh diamalkan hanyalah syariat Islam.

Ibnu Abbas menegaskan bahwa tidak akan diterima, baik tharîqah atau amal perbuatan, kecuali sesuai dengan syariat Nabi Muhammad saw. setelah Beliau diutus. Adapun sebelum itu, setiap orang yang mengikuti rasul pada zamannya, maka ia berada di atas petunjuk, jalan, dan keselamatan.[24] Al-Wahidi juga menyimpulkan, kata wa ‘amila shâlih[an] merupakan dalil tentang keimanan kepada Nabi Muhammad saw. Sebab, orang yang tidak beriman kepada Beliau, amalnya tidak ada yang salih.[25]

Hal lain yang juga sering diabaikan oleh kaum Liberal dalam memahami ayat ini—juga ayat-ayat lainnya—adalah petunjuk ayat-ayat muhkam. Padahal, di antara kaidah penting dalam menafsirkan al-Quran adalah keharusan menjadikan ayat-ayat yang muhkam sebagai patokan dalam memahami ayat-ayat yang mutasyabih. Dengan kata lain, semua nash, baik ayat al-Quran maupun Hadis Nabi saw., yang mengandung kesamaran dan banyak takwil harus dikonfirmasikan dan dirujukkan pada nash-nash yang jelas dan pasti.

Ayat-ayat muhkamât jelas menolak kesimpulan kaum Liberal tersebut. Nabi Muhammad saw. diutus sebagai nabi dan rasul untuk seluruh manusia tanpa terkecuali (QS Saba’ [34]: 28, al-A‘raf [7]: 158). Karena itu, semua manusia harus mengimani dan mengikutinya, termasuk Ahlul Kitab. Secara khusus, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menawarkan Islam kepada Ahlul Kitab. (QS Ali Imran [3]: 19; an-Nisa’ [4]: 47; al-Maidah [5]: 15-16).

Sejarah juga mencatat, Nabi saw. sering mengajak kalangan Ahlul Kitab untuk masuk Islam. Tindakan Rasulullah saw. ini menjadi bukti nyata, bahwa pemeluk agama Nasrani dan lainnya termasuk bagian dari obyek yang harus diajak masuk Islam dan meninggalkan agama lama yang sebelumnya diyakininya. Sebab, jika mereka telah dianggap cukup dengan memeluk agama mereka, untuk apa Rasulullah saw bersusah-payah mengajak mereka masuk Islam?

Ditegaskan pula, agama yang diridhai Allah Swt. setelah diutusnya Rasulullah saw. adalah Islam (QS al-Maidah [5]: 3, Ali Imran [3]: 20). Artinya, semua agama selain Islam tidak akan diterima Allah (QS Ali Imran [3]: 85).

Rasulullah saw. juga menegaskan:

وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ نَصْرَنِيٌ وَلاَ يَهُوْدِيٌ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Demi Zat Yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah mendengar tentang aku seseorang dari umat ini, baik dia Yahudi atau Nasrani, lalu ia mati dan tidak mengimani risalah yang aku bawa (Islam), kecuali termasuk penghuni neraka (HR Muslim).

Tiga argumentasi di atas sudah cukup membatalkan klaim kaum Liberal yang menyelewengkan ayat ini untuk dijadikan dalil bagi pluralisme agama. Jika demikian halnya, atas dasar kebohongan apalagi mereka menyeret ayat ini untuk menjustifikasi kekufuran?

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Oleh: Rokhmat S. Labib,M.E.I.]

http://www.hizbut-tahrir.or.id/index.php/2007/04/03/menguak-keimanan-yahudi-dan-nasrani/#more-148

Wednesday, June 27, 2007

Pandangan Hidup; Antara Islam dan Barat

Memasuki abad 21 umat Islam di negeri-negeri yang tertindas menerapkan strategi operasi istisyhadiyah. Istisyhadiyah artinya adalah mencari kamatian syahid, sebuah kematian mulia di sisi Allah Swt. Operasi ini membuat negara-negara barat kebingungan dan ketakutan yang luar biasa. Mereka berangapan bahwa karena umat Islam sudah sudah putus asa maka mereka melakukan tindakan kalap, bunuh diri. Bukan hanya orang Barat, bahkan sebagian umat islam pun memiliki pandangan serupa, dan ulama’nya menyerukan bahwa perjuangan dengan bunuh diri itu adalah haram.

Reaksi masyarakat Barat terhadap operasi istisyhadiyah di Palestina dan tempat-tempat lain secara jelas menunjukkan adanya perbedaan antara pandangan hidup Islam dan pandangan hidup mayoritas masyarakat Barat

Pandangan hidup Islam diderivasikan dari tiga sumber; al-Qur’an, Sunnah, serta pengetahuan dan keimanan bahwa hidup di dunia ini hanya sebuah etape, yang penuh dengan tantangan dan ujian menuju kehidupan akhirat yang lebih penting

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) . Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Jadi, pandangan hidup seorang muslim adalah pandangan ukhrawi, pandangan yang didasarkan kepada keputusan Allah, mengikuti jalan yang telah ditetukan oleh Allah. Pandangan ini adalah manifestasi dari al-Qur’an dan sunnah, yang bisa kita tempuh untuk meraih Jannah (sorga). Insya Allah.

Jadi, pandangan itu adalah keyakinan dan pengetahuan bahwa tiada tuhan selain Allah, hanya Allah saja lah yang memutuskan dan menentukan segala sesuatu; Dia saja lah yang bisa memberikan kemenangan atau kekalahan; Dia saja lah yang bisa memberikan keamanan dan kedamaian, dan Dia saja lah yang berhak menentukan garis jalan kehidupan kita. Singkat kata, keyakinan dan pengetahuan ini adalah esensi tauhid.

Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir. (al-Anfal:18)

Tampak perbedaan yang sangat kontras antara pandangan hidup dunia Barat dengan pandangan hidup Islam. Pandangan hidup Dunia Barat adalah pandangan untuk mencapai kebahagiaan dan kemakmuraan materi; pandangan untuk mendapatkan rasa aman -baik secara personal maupun nasional- sehingga militernya boleh melakukan aksi offensif; pandangan yang meyakini bahwa setiap individu memiliki kebebasan memilih dan menentukan, atau membuat nasib mereka sendiri. Bahkan, dunia Barat meyakini bahwa hukum-hukum kemanusiaan dan sistem pemerintahan mereka dapat mendatangkan kebahagiaan, keamanan, kemakmuraan, yang mereka inginkan. Lebih dari itu, di Barat ada –di antara masyarakat atau bahkan pada pemerintahannya– meyakini bahwa mereka memiliki hak dan tugas untuk memaksakan hukum mereka, metode, dan sistem pemerintahan mereka terhadap suatu bangsa. Itulah, ada suatu sikap arogan yang terdapat pada sebagian kepercayaan Bangsa Barat, bahwa hukum-hukum kemanusaan dan metode mereka adalah superior.

Keyakinan Barat dan kebiasaan arogan ini, memiliki banyak bukti sejak serangan pada Jumadi Tsani. Di antaranya adalah intervensi Barat di Afghanistan, dimana kekuatan militer Barat telah digunakan untuk melumpuhkan pemerintahan Islam dan menyokong pemerintahan boneka pro-Barat. Bukti yang lain adalah adanya penangkapan daan pemenjaraan terhadap mujahidin di berbagai belahan dunia.

Mencari Surga

Pandangan Islam adalah bukti utama dalam operasi syahid (istisyhad). Orang-orang yang melakukan operasi demikian benar-benar meyakini bahwa meraka melakukan sesuatu yang benar –menurut kriteria Islam (al-Qur’an dan Sunnah)– sebagaimana mereka berusaha, insya Allah, untuk mempraktekkan keyakinan Islam bahwa hidup ini adalah suatu kesempatan, suatu alat untuk meraih sorga. Itulah, kaum muslimin sebagaimana halnya mujahidin memahami bahwa Allah akan memberi balasan terhadap orang-orang yang melakukan praktek jihad; yang menyerahkan kehidupan dunianya untuk mendapatkan pahala.

“Karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisa’:74)

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. (Ali Imran:142)

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda; Barangsiapa bertemu dengan Allah tanpa ada bekas jihad maka ia menemui Allah dan pada dirinya ada tandanya” [HR At-Tirmidzi]

Adalah suatu pernyataan jujur untuk mengatakan bahwa mayoritas orang Barat mengutuk operasi istisyhad atas dasar pandangan barat, menggunakan kriteria Barat. Sebab mereka salah dalam memahami keyakinan muslim bahwa hidup ini bagi kita hanyalah suatu alat, suatu ujian. Mereka juga salah dalam memahami bahwa kaum muslimin sudi mengorbankan kehidupan mereka untuk melaksanakan tugas Islam, penuh kepercayaan bahwa apa yang dilakukan oleh beberapa orang islam itu adalah keputusan Allah swt dan dilakukan dengan penuh harapan untuk mendapatkan balasan sorga.

Intinya, ini semua dapat diungkapkan dengan singkat kata; orang islam menempatkan kepercayaan terhadap Allah sebagai penguasa mutlak. Sedangkan bangsa Barat pada umumnya percaya kepada kekuatan sendiri, keyakinan mereka, keberanian mereka dan keinginan pemerintah mereka untuk melayani mereka dengan mewujudkan keamanan dan kesuksesan.

Bagi muslim, sesuatu yang paling penting adalah kehidupan akhirat; dengan melakukan sesutau yang menjadi kewajibannya kelak akan mendapatkan balasan pahala dari Allah, sehingga ada suatu kemungkinan untuk meraih sorga. Jadi, kehidupan makhluk saat ini –dengan dengan segala bentuk keamanan, kebahagiaan individu, kenikmatan, dan kesenangan duniawi– hanyalah bersifat sekunder. Apabila seorang muslim ditawari untuk memilih antara keamanan, kebahagiaan individu, kenikmatan, dan kesenangan duniawi ataukah sorga, maka seorang muslim akan memilih jannah (sorga)

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya , dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya , tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir. (24) Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki- Nya kepada jalan yang lurus (Islam) (25) Dari Anas, dari nabi saw bahwasannya beliau bersabda; tidak ada seoraang hamba pun yang mati lalu ia mendapatkan ganjaran yang baik masih menginginkan untuk dikembalikan ke dunia, padahal kalau dia
kembali ke dunia akan mendapatkan dunia daan segala isinya; kecuali orang yang mati syahid, karena ia melihat keutamaan mati syahid maka ia ingin dikembalikan ke dunia lagi sehingga bisa teerbunuh sebagai syahid sekali lagi [al-Bukhari dan Muslim]

Ini menunjukkan bahwa ada muslim, khususnya di barat, telah lupa bahwa kehidupan kita di atas planet yang bernama bumi saat ini hanyalah satu kesempatan –yang tidak akan kembali lagi– untuk mendapatkan kesempatan masuk ke dalam sorga, dan bahwa salah satu bekal terbaik untuk dapat masuk sorga adalah dengan berusaha keras, dan bila perlu jika mati di jalan Allah.

wallahu A’lam

oleh: Syaikh Omar Bakrie Muhammad

Ba'asyir Siap Beber 500 Korban Densus 88

JAKARTA -- Penangkapan tersangka teroris Abu Dujana alias Aenul Bahri yang dianggap menyalahi prosedur, menggugah Ustaz Abu Bakar Ba'asyir. Kemarin amir Majelis Mujahidin Indonesia itu, terbang dari Solo ke Jakarta untuk mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam gugatannya itu, Ba'asyir menuntut pembubaran Densus 88 Antiteror Mabes Polri."Gugatan itu mewakili diri saya sendiri dan ratusan korban teror Densus 88 yang disiksa dan diperlakukan secara kejam," ujar Ba'asyir kepada wartawan di Gedung Menara Dakwah, Jakarta, Selasa 26 Juni kemarin.

Dia menguasakan hak hukumnya kepada 12 pengacara muslim yang diberi nama Tangkap Densus 88 (Tim Advokasi Korban Penangkapan Densus 88).
Menurut ustaz kelahiran Jombang itu, Densus 88 merupakan kepanjangan tangan kepentingan Amerika Serikat dan Australia. "Saya serukan kepada polisi yang masih punya hati nurani untuk segera keluar dari Densus 88," katanya. Kemarin Ba'asyir didampingi belasan ulama dari Forum Umat Islam dan para pengacara yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM).

Menurut Ba'asyir, tindakan Abu Dujana dan teman-temannya bukan termasuk tindak terorisme. "Justru kontra terorisme terhadap kejahatan Amerika. Hanya, saya tidak setuju dengan pengeboman yang dilakukan di negara yang tidak sedang berkonflik langsung. Kalau mau ngebom, di Afghanistan atau Iraq. Itu benar dan pantas ditiru," tuturnya.

Sejak bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang 14 Juni 2006, Ba'asyir mengaku selalu dikuntit polisi. "Mungkin, mereka menganggap saya ini berbahaya. Padahal, bom saya ini ya cuma mulut," ujarnya.

Salah seorang pengacara Tangkap Densus 88 Munarman menambahkan, pihaknya mempunyai data 500 korban penyiksaan dan tindakan semena-mena yang dilakukan anggota Densus 88. "Mereka melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 tentang Hak Asasi Manusia," katanya.

Dalam draf gugatannya, Tangkap Densus 88 melampirkan beberapa data. Misalnya, pengakuan Syaiful Anang alias Mujadid --ditangkap di Temanggung-- yang ditembak tanpa perlawanan. Lalu, penyiksaan yang dilakukan terhadap Andi Ipong alias Yusuf Asapa di sel Polda Metro Jaya. Andi ditelanjangi, disetrum, dirantai, dan tidak boleh melakukan salat Jumat.

Selain itu, data yang menyebutkan bahwa Ali Gufron alias Muklas, terpidana bom Bali, dibakar bulu-bulu di tubuhnya setelah ditelanjangi. Demikian juga, kesaksian Imam Samudera yang disiram air panas terus-menerus di kamar mandi agar mengakui keterlibatan Abu Bakar Ba'asyir dalam peristiwa bom Bali 1.

Munarman optimistis, gugatan mereka akan menang. "Kami juga melapor ke DPR karena selama ini mereka tidak pernah menyerahkan laporan keuangan yang digunakan untuk operasionalisasi Densus 88," kata mantan aktivis YLBHI itu.

Semua keluarga korban, kata Munarman, juga membenarkan adanya tindakan penyiksaan dan penangkapan yang sewenang-wenang oleh Densus 88. "Ada subtim intelijen di Densus 88 yang bertugas membuat rekayasa dan skenario," tuturnya.

Bagaimana tanggapan Kapolri? Ditemui di sela-sela peresmian panti rehabilitasi narkoba di Lido, Bogor, kemarin, Kapolri Jenderal Pol Sutanto tak mau komentar. "Saya tak usah menanggapi ya," katanya. (rdl/naz)

Teroris Membeli Media Massa ?

Y Herman Ibrahim
Mantan Kepala Penerangan Kodam III/Siliwangi
Kalau Anda tidak memiliki cukup waktu untuk membaca, tolong sempatkanlah untuk membaca satu alinea saja tulisan Ilham Prisgunanto di opini Republika, Selasa 19 Juni 2007. Alinea tersebut berbunyi, "Dengan demikian terjawablah pertanyaan besar, mengapa jaringan teroris lebih memilih Indonesia sebagai medan perang aksi mereka? Faktor kunci adalah dari begitu ‘longgar’ dan penuh lubangnya sistem pemberitaan dan pers Indonesia. Tidak adanya ketegasan aturan perundang-undangan adalah 'opsi' dari mudahnya lahan publikasi dibeli karena masuk ke ranah yang tak bertuan dan tak terkontrol."


Sungguh ini suatu kebohongan publik yang sangat dahsyat. Adhian Husaini mengatakan bahwa Barat mengontrol informasi dunia dan memproduk rata-rata 6 juta kata per hari, sementara Timur (Islam) hanya mampu 500 ribu kata per hari. Dari perbandingan produksi kata melalui berbagai jenis media cetak, elektronik, dan dunia maya tampak jelas bahwa diseminasi nilai yang terus menerus dicangkokan ke benak manusia adalah nilai-nilai, doktrin, ideologi serta budaya Barat.

Tengok jaringan informasi seperti CNN yang ditayangkan 24 jam terus-menerus melalui jaringan satelit yang bisa ditonton di seluruh pelosok dunia melakukan cuci otak tanpa henti. Media massa nasional pun lebih banyak merujuk kepada informasi yang diproduksi oleh kantor berita seperti UPI, Reuters, dan BBC. Tidak ada ceritanya media di Indonesia mengambil referensi dari As Sahab, Ar Rahmah, Al Muhajirun, atau secara mandiri mengembangkan informasi tanding.

Salah merujuk
Ilham juga menyoal lubuk hati manusia yang jika ada rasa pembenaran terhadap aksi teroris merupakan keberhasilan taktik komunikasi jaringan teroris terhadap Indonesia. Ilham tidak salah dengan merujuk konsep agenda setting Maxwell Mc Comb 1995, tapi jika itu ditujukan kepada terorisme di Indonesia jelas menyesatkan. Semua orang menyaksikan betapa pemberitaan media ihwal kejahatan terorisme di Indonesia sungguh berlebihan.

Jauh sebelum proses pengadilan dijalankan, media menyebar informasi bahwa Abu Bakar Ba’asyir melakukan kejahatan makar, merancang membunuh Megawati, dan melakukan pelanggaran imigrasi. Tatkala pengadilan dijalankan, semua tuduhan itu tidak terbukti dan hanya satu pelanggaran (bukan kejahatan) yang terbukti yakni pemalsuan nama pada KTP tatkala kabur ke Malaysia untuk menghindari kejaran Benny Moerdani. Sebuah pelanggaran yang sama dengan yang dilakukan Casingkem, seorang TKW yang memalsu nama menjadi Novita Sari. Bedanya, Casingkem disambut Megawati di Istana Negara sementara Abu Bakar Ba’asyir dihukum 3 tahun penjara. Bukankah ini hasil pembentukan opini?

Bisa jadi agenda setting Maxwell Mc Comb yang dirujuk Ilham benar sejauh itu digunakan justru untuk membenarkan terorisme yang dilakukan oleh Barat. Operasi Northwood yang kendati dibatalkan oleh Kennedy dirancang untuk memojokkan Kuba. Demikian juga operasi intelijen Teluk Babi di-setting seakan-akan dilakukan oleh teroris komunis.

Belakangan masyarakat dunia terhenyak dengan sinyalemen Ahmadinejad bahwa Holocaust sebuah kekejaman teror yang luar biasa dahsyat adalah suatu kebohongan Yahudi untuk mempengaruhi opini dunia. Dusta tentang pembunuhan 6 juta Yahudi oleh Jerman diperlukan untuk pembenaran exodus Yahudi ke Tanah Palestina dan mendirikan negara di sana.

Dr Frederisk Toben, asli Jerman dan menjadi warga negara Australia mengatakan bahwa Holocaust adalah kebohongan yang dilindungi secara legal. Tanpa Holocaust tidak ada alasan bagi Yahudi untuk membantai rakyat Palestina. Di negara-negara Eropa, Anda boleh mengritik atau menghina Yesus, Bunda Maria, dan sebagainya, tetapi anda dilarang mengkritik Yahudi dan Holocaustnya.

Terorisme memang memerlukan kebohongan untuk pembenaran aksinya, tetapi tidak untuk Islam. Islam tidak mengenal konsep teror, yang ada adalah jihad. Di dalam Islam harus ada kekuatan untuk membuat musuh gentar tetapi bukan seperti terorisme yang dilakukan oleh Barat. Bahwa ada sebagian orang Islam di Indonesia yang marah kepada Barat karena kejahatan yang dilakukan Barat di Palestina, Irak, Afghanistan, Somalia, dan Chechnya lantas melakukan aksi perlawanan berupa pengeboman terhadap kepentingan Barat di negeri ini, memang itu kenyataan.

Meski demikian David O Shea, orang Australia mengatakan bahwa aksi bom di Indonesia merupakan jalinan dari tiga kepentingan. Tiga kepentingan itu adalah pertama, Barat memerlukan aksi bom di Indonesia untuk membenarkan perang melawan terorisme. Kedua, ghiroh yang tinggi di kalangan anak-anak muda Islam khususnya alumni Afghanistan, dan ketiga budaya korupsi di kalangan aparat keamanan.

Jadi, untuk konteks terorisme di Indonesia sesungguhnya bukanlah hasil persahabatan kental antara terorisme dan media massa seperti yang dirujuk oleh Ilham dari pendapat ahli masalah teroris Walter Laqueur. Tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa teroris di Indonesia memiliki kemampuan finansial untuk menyewa media massa. Yang ada adalah justru sebaliknya yaitu pembentukan opini massal seakan-akan Nurdin M Top dan kawan-kawan adalah ancaman serius bagi rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim.

Tentang Kepolisian RI perlu ada penjelasan bahwa kegelisahan dan kegerahan aparat di lapangan terhadap awak jurnalis seperti yang dicontohkan Robert L Rabe wakil kepala Kepolisian Washington dalam pembajakan sebuah gedung oleh Hanafi Muslim pada Maret 1977, tidak pernah terjadi di Indonesia. Pihak Kepolisian RI tidak terkesan takut kepada wartawan dan tidak merasa tertekan untuk mengisahkan penyergapan dan penangkapan teroris berikut opini yang dibangun seakan-akan para teroris seperti Abu Dujana benar-benar durjana. Seorang Sidney Jones warga AS yang diduga agen CIA bahkan dengan nyaman bicara bebas di berbagai media televisi tanpa rasa sungkan sedikitpun.

Agen asing
Mantan KSAD, Jend Ryamizard Ryacudu, mengatakan bahwa ada lebih dari 60 ribu intel asing berkeliaran bebas di Indonesia. Jika kedaulatan kita merasa terganggu sehingga perlu interpelasi parlemen ihwal kebijakan luar negeri mendukung resolusi PBB terhadap Iran, mengapa tidak pernah ada interpelasi tentang kehadiran agen-agen asing tersebut. Sungguh aneh penangkapan Abu Dujana yang peristiwanya bahkan telah diketahui dan diumumkan lebih dulu oleh pihak Australia. Apapun sanggahan kepala Polri tentang ini sulit diterima karena penangkapan dan pembunuhan Azhari sungguh sangat terbuka dan tidak ditunda-tunda pengumumannya.

Yang terakhir, aparat hendaknya melakukan introspeksi bahwa jika ada empati sebagian masyarakat Muslim kepada 'teroris', hendaknya jangan dianggap sebagai sebuah pembenaran dari masyarakat Muslim itu terhadap aksi terorisme atau menuduh mereka memiliki kemampuan membayar media massa. Aparat kepolisian memiliki citra yang buruk, tidak saja dalam soal penangkapan 'teroris' melainkan juga nyaris dalam semua cara penanganan terhadap berbagai tindak keamanan dan ketertiban di masyarakat. (RioL)


Ikhtisar
- Tidak ada bukti sama sekali yang menjelaskan bahwa media massa di Indonesia terbeli oleh para pelaku aksi terorisme.

- Yang terjadi justru sebaliknya, dunia Barat dengan segala kekuatannya memanfaatkan media untuk melegitimasi aksi brutalnya terhadap Islam.

- Anggapan bahwa aparat terganggu oleh kehadiran media massa dalam menangani aksi terorisme juga faktanya tidak benar.

http://www.sasak.net/modules/news/article.php?storyid=651

FUI: Tangkap Densus 88 !!!

Forum Umat Islam (FUI) membentuk 'Tim Advokasi Korban Densus 88' akibat banyaknya penangkapan terhadap para aktivis Islam secara semena-mena

Menanggapi aksi semena-mena Densus 88, Forum Umat Islam (FUI) membentuk tim advokasi untuk para tersangka teroris, yaitu Tim Advokasi Korban Densus 88. Menurut Ketua Tim Advokasi FUI, Munarman S.H, pembentukan tim ini dilatarbelakangi banyaknya penangkapan terhadap aktivis Islam oleh Densus 88 secara semena-mena.

“Karena memang seharusnya Densus 88 lah yang ditangkap. Karena mereka yang jelas melakukan teror kepada Umat Islam,” kata Munarman S.H., Ketua Tim Advokasi FUI dalam konferensi pers di Kantor Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jakarta (26/6), pukul 11 pagi kemarin.

Untuk itu, hari ini Rabu (27/06), FUI akan mengajukan class action ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka akan menggugat dan meminta pemerintah segera membubarkan Densus 88.

Dalam temuannya FUI, Densus 88 terbukti telah melakukan pelanggaran HAM berat dalam penangangan terorisme di Indonesia. Aksi Densus 88 kerap memakan korban jiwa dari pihak sipil. Perlakuan terhadap para tersangka kasus terorisme juga sering dilakukan secara tidak manusiawi.

Untuk itu, FUI atas nama Ustad Abubakar Ba’asyir menggugat Pemerintah dan Kapolri dengan pasal 28 A, D, G, dan I UUD 1945. Bahwa Densus 88 telah melakukan pelanggaran HAM berat. Indikasinya, aksi yang dilakukan sistematis dan terencana. Terbukti dengan adanya DPO dan target-target tertentu. Lalu aksi yang dilakukan Densus 88 meluas, dari Jakarta, Poso, dan berbagai tempat di Indonesia. Alasan lainnya, aksi penyerangan ditujukan kepada masyarakat sipil dalam situasi damai.

Selain itu, penanganan terorisme juga sangat diskriminatif, karena hanya dialamatkan pada umat Islam saja. “Ketika ada pembakaran Kantor Polda, dan Kejaksaan Negeri di Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh non-Muslim, menyusul eksekusi mati Tibo CS, polisi tidak mengatakan itu sebagai terorisme,” kata Munarman, yang juga mantan Ketua YLBHI.

Munarman juga mengatakan, FUI mempunyai bukti-bukti otentik (prime source), bahwa Densus 88 adalah alat Amerika Serikat dalam memerangi Islam di Indonesia dengan dalih terorisme. Di antaranya dokumen-dokumen asli Departemen Pertahanan AS tentang bantuan dana jutaan dolar untuk melengkapi dan melatih Densus 88.

Untuk tahun 2006, AS telah mengeluarkan dana sebesar 4,8 juta dolar AS (sekitar Rp 43,5 miliar). ”Untuk tahun 2007 dan 2008 jelas lebih besar lagi,” kata Munarman.

Ust. Abubakar Ba’asyir yang juga hadir dalam acara tersebut menghimbau kepada para polisi agar jangan masuk Densus 88. “Jangan masuk Densus 88. (Nanti) kamu bisa murtad. Jelas itu alat Amerika dan Yahudi untuk memerangi Islam di Indonesia. ”
Ustad Abu mengatakan, peristiwa ini adalah konsekuensi menegakkan syariat Islam. Adalah sunnatullah, kata Ustad Abu, bila orang kafir memusuhi umat Islam yang ingin menegakkan syariat. “Tidak ada orang kafir yang menginginkan syariat. (Kalau ada) itu namanya kafir kelainan jiwa,” terangnya disambut gelak peserta konferensi.

http://www.sasak.net/modules/news/article.php?storyid=650

Ustad Abu Bakar Baasyir: Densus 88 Itu Alat Yahudi AS

Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Ustad Abu Bakar Baasyir mengingatkan, polisi yang beragama Islam untuk meninjau kembali keberadaan Densus 88 antiteror, sebab disinyalir Densus itu merupakan bentukan pihak-pihak yang akan memerangi Islam.

"Saya nasehatkan kepada polisi yang masih beragama Islam, baik komandannya maupun anggotanya, jangan masuk Densus 88, kamu bisa murtad, karena Densus itu jelas alat Yahudi-AS, " ujarnya dalam jumpa pers, di Gedung Menara Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jakarta, Selasa (26/6)

Menurutnya, semua ulama telah bersepakat, kalau orang Islam membela orang kafir yang memerangi Islam, apapun bentuk bantuan yang diberikannya, sesuai dengan hukum Islam orang tersebut termasuk golongan yang murtad.

"Saya ingatkan, kamu ini akan mati, hati-hati kalau tidak neraka ya surga, saya yakin Densus 88 itu kendaraan ke neraka, itu saya yakin, insyaAllah ucapan saya akan dipertanggung jawabakan dihadapan Allah. Karena itu tobatlah, itu alat orang kafir untuk memerangi Islam, " tukas Pimpinan Pondok Pesantaren Al-Mukmin, Ngruki, Solo.

Lebih lanjut Baasyir mengatakan, sudah menjadi sunatullah orang kafir senantiasa memerangi umat Islam yang berupaya menegakan syariat, dan sudah menjadi konsep Islam membagi kekuasaan dengan orang kafir yang memerangi Islam adalah haram hukumnnya. Karena itu, Ia menegaskan, syariat merupakan harga mati bagi umat Islam, yang tidak boleh dikorbankan.

Mengenai para pelaku tindak pidana terorisme yang masih ada di Indonesia, Baasyir mengaku, langkah-langkah yang mereka lakukan tidak tepat, karena melakukan peledakan bom di wilayah yang bukan konflik senjata. Namun disisi lain tujuan dan keikhlasan mereka untuk membela Islam serta memerangi teroris yang sebenarnya yakni AS itu patut ditiru.

http://www.sasak.net/modules/news/article.php?storyid=649

Tuesday, June 26, 2007

Bocah Perempuan Usia 10 Tahun, Beragama HINDU Cita-Cita Jadi Hafizhah

INDIA: Subhanallah! Bocah Perempuan Usia 10 Tahun, Beragama HINDU Cita-Cita Jadi Hafizhah!!

Ada suatu pemandangan yang langka terjadi di India, seorang bocah wanita baru berusia 10 tahun beragama Hindu giat belajar al Qur´an dan bertekad menghafalnya hingga khatam 30 juz.

Itulah realitasnya.! Seorang bocah beragama Hindu bernama Himlata memutuskan untuk menghafal al Quran dengan bantuan kedua orangtuanya yang juga beragama Hindu di kawasan Behar, sebelah timur India. Bocah ini belajar di salah satu madrasah Tahfizhul Qur´an untuk meraih gelar `Hafizhah´. Gelar `Hafizh´ atau `Hafizhah´ diberikan kepada siapa saja yang berhasil menghafal al Qur´an 30 juz.

Guru sang bocah seperti yang dilansir situs Arabonline menjelaskan, "Sang bocah memulai dengan terlebih dulu belajar bahasa Urdu, kemudian belajar bahasa Arab. Ia sekarang tengah giat menghafal al Qur´an 30 juz. Ini tentu merupakan hal langka terjadi di kalangan non Muslim."

Dalam sejumlah wawancaranya dengan salah satu kantor berita India, sang bocah -yang mengenakan hijab di tengah bocah-bocah Muslimah lainnya di sekolah al Qur´an itu- menjelaskan, "Aku ingin menjadi salah seorang penghafal al Qur´an al Karim." Ia menambahkan, "Aku akan berusaha untuk itu."

Dengan bantuan kedua orang tuanya dan adik laki-lakinya yang juga berkeinginan mengikuti jejak kakaknya itu, sang bocah perempuan ini tidak menyadari bahwa dirinya harus menghadapi tantangan besar, yaitu menentang sejarah panjang terkait perbedaan mencolok antara agama Islam dan Hindu. !(ismo/AS)

http://www.sasak.net/modules/wordpress/?p=125

Wednesday, June 20, 2007

KEBANGSAAN (bag.3)

Pengertian lain dari hadis tersebut adalah Al-Quran
menggunakan kosa kata dari tujuh (baca: banyak) bahasa,
seperti bahasa Romawi, Persia, dan Ibrani, misalnya kata-kata:
zamharir, sijjil, qirthas, kafur, dan lain-lain.

Untuk menghargai perbedaan bahasa dan dialek, Nabi Saw. tidak
jarang menggunakan dialek mitra bicaranya. Semua itu
menunjukkan betapa Al-Quran dan Nabi Saw. sangat menghargai
keragaman bahasa dan dialek. Bukankah seperti yang dikemukakan
tadi, Allah menjadikan keragaman itu bukti keesaan dan
kemahakuasaan-Nya?

Nah, bagaimana kaitan bahasa dan kebangsaan? Tadi telah
dikemukakan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir
berkaitan dengan Salman, Bilal, dan Suhaib. Pada hakikatnya,
bahasa memang bukan digunakan sekadar untuk menyampaikan
tujuan pembicaraan dan yang diucapkan oleh lidah. Bukankah
sering seseorang berbicara dengan dirinya sendiri? Bukankah
ada pula yang berpikir dengan suara keras. Kalimat-kalimat
yang dipikirkan dan didendangkan itu merupakan upaya
menyatakan pikiran dan perasaan seseorang? Di sini bahasa
merupakan jembatan penyalur perasaan dan pikiran.

Karena itu pula kesatuan bahasa mendukung kesatuan pikiran.
Masyarakat yang memelihara bahasanya dapat memeliara
identitasnya, sekaligus menjadi bukti keberadaannya. Itulah
sebabnya mengapa para penjajah sering berusaha menghapus
bahasa anak negeri yang dijajahnya dengan bahasa sang
penjajah.

Al-Quran menuntut setiap pembicara agar hanya mengucapkan hal
yang diyakini, dirasakan, serta sesuai dengan kenyataan.
Karena itu, tidak jarang Kitab Suci ini menggunakan kata qala
atau yaqulu (dia berkata, dalam arti meyakini), seperti
misalnya dalam surat Al-Baqarah (2): 116:

Mereka berkata, "Allah mengambil anak". Mahasuci
Allah, dengan arti mereka meyakini bahwa Allah
mempunyai anak.

Salah satu sifat Ibadur Rahman (hamba-hamba Allah yang baik)
yang dijelaskan dalam surat Al-Furqan (25): 65 adalah:

Mereka yang berkata, "Jauhkanlah siksa jahanam dari
kami". Sesungguhnya azab-Nya adalah kebinasaan yang
kekal

Ucapan ini bukan sekadar dengan lidah atau permohonan,
melainkan peringatan sikap, keyakinan dan perasaan mereka,
karena kalau sekadar permohonan, apalah keistimewaannya?
Bukankah semua orang dapat bermohon seperti itu? Karena itu
tidak menyimpang jika dinyatakan bahwa bahasa pada hakikatnya
berfungsi menyatakan perasaan pikiran, keyakinan, dan sikap
pengucapnya.

Dalam konteks paham kebangsaan, bahasa pikiran, dan perasaan,
jauh lebih penting ketimbang bahasa lisan, sekalipun bukan
berarti mengabaikan bahasa lisan, karena sekali lagi
ditekankan bahwa bahasa lisan adalah jembatan perasaan.

Orang-orang Yahudi yang bahasanya satu, yaitu bahasa Ibrani,
dikecam oleh Al-Quran dalam surat Al-Hasyr ayat 14, dengan
menyatakan:

Engkau menduga mereka bersatu, padahal hati mereka
berkeping-keping.

Atas dasar semua itu, terlihat bahwa bahasa, saat dijadikan
sebagai perekat dan unsur kesatuan umat, dapat diakui oleh
Al-Quran, bahkan inklusif dalam ajarannya. Bahasa dan
keragamannya merupakan salah satu bukti keesaan dan kebesaran
Allah. Hanya saja harus diperhatikan bahwa dari bahasa harus
lahir kesatuan pikiran dan perasaan, bukan sekadar alat
menyampaikan informasi.

4. Adat Istiadat

Pikiran dan perasaan satu kelompok/umat tercermin antara lain
dalam adat istiadatnya.

Dalam konteks ini, kita dapat merujuk perintah Al-Quran antara
lain:

Hendaklah ada sekelompok di antara kamu yang mengajak
kepada kebaikan, memerintahkan yang ma'ruf dan
mencegah yang mungkar (QS Ali 'Imran [3]: 104)

Jadilah engkau pemaaf; titahkanlah yang 'urf (adat
kebiasaan yang baik), dan berpalinglah dari orang yang
jahil (QS Al-A'raf [7]: 199).

Kata 'urf dan ma'ruf pada ayat-ayat itu mengacu kepada
kebiasaan dan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan
al-khair, yakni prinsip-prinsip ajaran Islam.

Rincian dan penjabaran kebaikan dapat beragam sesuai dengan
kondisi dan situasi masyarakat. Sehingga, sangat mungkin suatu
masyarakat berbeda pandangan dengan masyarakat lain. Apabila
rincian maupun penjabaran itu tidak bertentangan dengan
prinsip ajaran agama, maka itulah yang dinamai 'urf/ma'ruf.

Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa suatu ketika Aisyah
mengawinkan seorang gadis yatim kerabatnya kepada seorang
pemuda dari kelompok Anshar (penduduk kota Madinah). Nabi yang
tidak mendengar nyanyian pada acara itu, berkata kepada
Aisyah, "Apakah tidak ada permainan/nyanyian? Karena
orang-orang Anshar senang mendengarkan nyanyian ..." Demikian,
Nabi Saw. menghargai adat-kebiasaan masyarakat Anshar.

Pakar-pakar hukum menetapkan bahwa adat kebiasaan dalam suatu
masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip ajaran
Islam, dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan hukum
(al-adat muhakkimah). Demikian ketentuan yang mereka tetapkan
setelah menghimpun sekian banyak rincian argumentasi
keagamaan.

5. Sejarah

Agaknya, persamaan sejarah muncul sebagai unsur kebangsaan
karena unsur ini merupakan salah satu yang terpenting demi
menyatukan perasaan, pikiran, dan langkah-langkah masyarakat.
Sejarah menjadi penting, karena umat, bangsa, dan kelompok
dapat melihat dampak positif atau negatif pengalaman masa
lalu, kemudian mengambil pelajaran dari sejarah, untuk
melangkah ke masa depan. Sejarah yang gemilang dari suatu
kelompok akan dibanggakan anggota kelompok serta keturunannya,
demikian pula sebaliknya.

Al-Quran sangat menonjol dalam menguraikan peristiwa sejarah.
Bahkan tujuan utama dari uraian sejarahnya adalah guna
mengambil i'tibar (pelajaran), guna menentukan langkah
berikutnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa unsur
kesejarahan sejalan dengan ajaran Al-Quran. Sehingga kalau
unsur ini dijadikan salah satu faktor lahirnya paham
kebangsaan, hal ini inklusif di dalam ajaran Al-Quran, selama
uraian kesejarahan itu diarahkan untuk mencapai kebaikan dan
kemaslahatan

6. Cinta Tanah Air

Rasa kebangsaan tidak dapat dinyatakan adanya, tanpa
dibuktikan oleh patriotisme dan cinta tanah air.

Cinta tanah air tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
agama, bahkan inklusif di dalam ajaran Al-Quran dan praktek
Nabi Muhammad Saw.

Hal ini bukan sekadar dibuktikan melalui ungkapan populer yang
dinilai oleh sebagian orang sebagai hadis Nabi Saw., Hubbul
wathan minal iman (Cinta tanah air adalah bagian dari iman),
melainkan justru dibuktikan dalam praktek Nabi Muhammad Saw.,
baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.

Ketika Rasulullah Saw. berhijrah ke Madinah, beliau shalat
menghadap ke Bait Al-Maqdis. Tetapi, setelah enam belas bulan,
rupanya beliau rindu kepada Makkah dan Ka'bah, karena
merupakan kiblat leluhurnya dan kebanggaan orang-orang Arab.
Begitu tulis Al-Qasimi dalam tafsirnya. Wajah beliau
berbolak-balik menengadah ke langit, bermohon agar kiblat
diarahkan ke Makkah, maka Allah merestui keinginan ini dengan
menurunkan firman-Nya:

Sungguh Kami (senang) melihat wajahmu menengadah ke
langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjid Al-Haram... (QS Al-Baqarah [2]: 144).

Cinta beliau kepada tanah tumpah darahnya tampak pula ketika
meninggalkan kota Makkah dan berhijrah ke Madinah. Sambil
menengok ke kota Makkah beliau berucap:

Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah bumi Allah yang
paling aku cintai, seandainya bukan yang bertempat
tinggal di sini mengusirku, niscaya aku tidak akan
meninggalkannya.

Sahabat-sahabat Nabi Saw. pun demikian, sampai-sampai Nabi
Saw. bermohon kepada Allah:

Wahai Allah, cintakanlah kota Madinah kepada kami,
sebagaimana engkau mencintakan kota Makkah kepada
kami, bahkan lebih (HR Bukhari, Malik dan Ahmad).

Memang, cinta kepada tanah tumpah darah merupakan naluri
manusia, dan karena itu pula Nabi Saw. menjadikan salah satu
tolok ukur kebahagiaan adalah "diperolehnya rezeki dari tanah
tumpah darah". Sungguh benar ungkapan, "hujan emas di negeri
orang, hujan batu di negeri sendiri, lebih senang di negeri
sendiri."

Bahkan Rasulullah Saw. mengatakan bahwa orang yang gugur
karena membela keluarga, mempertahankan harta, dan negeri
sendiri dinilai sebagai syahid sebagaimana yang gugur membela
ajaran agama. Bahkan Al-Quran menggandengkan pembelaan agama
dan pembelaan negara dalam firman-Nya:

Allah tidak melarang kamu berbuat baik, dan memberi
sebagian hartamu (berbuat adil) kepada orang yang
tidak memerangi kamu karena agama, dan tidak pula
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu karena agama, mengusir
kamu dari negerimu, dan membantu orang lain mengusirmu
(QS Al-Mumtahanah [60]: 8-9).

***

Dari uraian di atas terlihat bahwa paham kebangsaan sama
sekali tidak bertentangan dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah.

Bahkan semua unsur yang melahirkan paham tersebut, inklusif
dalam ajaran Al-Quran, sehingga seorang Muslim yang baik
pastilah seorang anggota suatu bangsa yang baik. Kalau anggota
suatu bangsa terdiri dari beragam agama, atau anggota
masyarakat terdiri dari berbagai bangsa, hendaknya mereka
dapat menghayati firman-Nya dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
ayat 148:

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblat (arah yang
ditujunya), dia menghadap ke arah itu. Maka
berlomba-lombalah kamu (melakukan) kebaikan. Di mana
saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu.[]

http://media.isnet.org/islam/Quraish/Wawasan/Kebangsaan3.html