Thursday, June 26, 2008

Apakah Menteri Kesehatan akan Dicopot (3)

TANGGAPAN IKHWANABD
ikhwanabd Berkata:

5 Mei, 2008 pukul 8:23 pm

salam pak robert,
bapak pernah dengar tentang isu pemusnahan etnis di papua?
disana kerap ditemui orang yang meninggal tiba2 karena AIDS.padahal lingkungannya baik-baik. Sang suami tidak pernah “jajan sembarangan”,tidak memakai narkoba.tetapi tiba-tiba sang istri meninggal dan dideteksi mengidap AIDS. Isu ini diangkat karena hal serupa pernah terjadi di zimbabwe. ditenggarai ini adalah konspirasi neokolonialisme dan neoimperialisme untuk memberangus etnis asal sehingga SDA setempat dapat dikuasai. Dan hal ini terjadi di kawasan dimana banyak terdapat industri pertambangan asing.

pak jose rizal juga pernah mengatakan bahwa pola penyebaran virus H5N1 pun cukup aneh. didukung pernah terekamnya peluru yang ditembakkan ke awan. menurut beliau ini adalah “chemtrial” untuk melepaskan virus ke suatu wilayah.wallahua’lam

mungkin juga dengan berdirinya NAMRU di papua tanpa izin dan disertai kekebalan diplomatik, sudah tentu ini mengindikasikan prasangka yang mengarah pada suatu hipotesis publik.

sudah saatnya memang kita seimbang,prasangka baik dan buruk. kenapa harus ada prasangka buruk juga?karena api dalam sekam tetap menyala. dan prasangka buruk membuat kita mampu lebih waspada dengan panasnya api tersebut yang mampu menggerogoti bangsa ini dari dalam.

itu saja pak komentar dari mahasiswamu.salam

-pengaju topik kacang hijau-

Apakah Menteri Kesehatan Bakal Dicopot (2)

TANGGAPAN ROBERT MANURUNG
Robert Manurung Berkata:

1 Mei, 2008 pukul 4:52 pm

Mengenai NAMRU 2 singkatnya begini :

1. The US Naval Medical Research Unit Two, disingkat NAMRU 2. Institusi riset ini ada di bawah Angkatan Laut Amerika Serikat (AS)

2. Hadir tahun 1968 atas permintaan Indonesia, karena adanya wabah penyakit pes (sampar) di Jawa Tengah.

3.Tahun 1970 dibuat perjanjian kerja sama, sehingga Namru 2 sah beroperasi di wilayah Indonesia.

Memorandum of Understanding (MOU) ini mengandung banyak kelemahan. Antara lain, para penelitinya mendapat fasilitas kekebalan diplomatik, sehingga bebas keluar masuk Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi.

Umumnya di seluruh dunia, lembaga riset asing harus itu minta izin khusus setiap mau meneliti; dan harus diawasi,

4. Secara resmi yang dikerjakan Namru 2 adalah penelitian penyakit tropis yang menular, seperti malaria. Lembaga ini bebas mendapatkan sampel (contoh) virus dari sejumlah rumah sakit di Indonesia.

5. Namru 2 berkantor di kompleks Lembaga Penelitian Departemen Kesehatan RI. Tapi pihak AS mengklaim Namru 2 bagian dari US Embassy, jadi termasuk wilayah hukum AS. Petugas Indonesia tidak bebas masuk.

6. Tahun 1990-an Indonesia ingin mengubah MOU untuk membatasi ruang gerak Namru 2; tapi pihak AS malah membangun laboratorium di Irian Jaya (Papua); tanpa izin Indonesia.

Tahun 90-an itu juga, Namtu 2 dijadikan Pusat Penelitian WHO untuk wilayan Asia Tenggara.

7. Tahun 2000-2005 Namru 2 tetap beroperasi, padahal MOU sudah habis.

8. Akhir 2007 Indonesia menyerahkan draft MOU ke pihak AS. Isinya antara lain menghapuskan fasilitas kekebalan diplomatik, harus bersedia bekerjasama dengan peneliti dari lembaga militer Indonesia; dan harus membuat laporan ke Departemen Kesehatan Indonesia.

9. Sampai sekarang AS belum memberikan jawaban, tapi malah melakukan kampanye lewat media : Indonesia mempersulit lembaga yang melakukan penelitian demi kemanusiaan.

Menkes Siti Fadilah adalah ahli bedah, jadi dia mengerti masalah penelitian medis. Dia sempat menyatakan kecurigaan : Namru 2 membuat senjata biologis.

Mudah-mudahan penjesan ini cukup. Salam buat kawan-kawan blogger di Malayasia. Terima kasih.

Apakah Menteri Kesehatan Bakal Dicopot, Mundur atau Kompromi ?

Apakah Menteri Kesehatan Bakal Dicopot, Mundur atau Kompromi ?
Mustahil AS mundur begitu saja, kemudian memboyong pulang semua peneliti dan peralatan riset Namru 2. Itu bukan watak negara super power. Dan tidak mungkin pula SBY-JK mengorban kepentingan ekonomi dan keamanan Indonesia–yang tergantung pada AS dan sekutu-sekutunya; hanya untuk membela Siti Fadilah Supari.


Oleh : Robert Manurung

TIDAK banyak masyarakat Indonesia yang menyadari, dalam dua pekan ini, sebenarnya atmosfir di puncak kekuasaan negara kita amat teramat panas. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diduga sedang didera kebimbangan, karena harus mengambil keputusan atas dua masalah besar sekaligus–yang sama-sama dilematis, yaitu Namru 2 dan Ahmadiyah.

Mungkin dalam pandangan masyarakat umum masalah Ahmadiyahlah yang lebih mendesak ketimbang Namru 2. Tapi di lingkaran dalam elit kekuasaan, mereka tahu betul, Namru 2 lebih krusial, mendesak dan beresiko tinggi.

Semua proses tersebut berlangsung di ruang-ruang tertutup dan luput dari pantauan media massa kita. Sebenarnya kalangan media sudah mendapat gambaran sepotong-sepotong, mengenai ketegangan yang sedang berlangsung. Tinggal menggabungkan saja potongan-potongan gambar itu, maka media massa akan melihat big picture api dalam sekam itu.

Cobalah jejerkan berita koran-koran terkemuka mengenai Namru 2 dan Ahmadiyah, dalam dua sepekan ini. Pasti, Anda akan menemukan benang merah, antara dua kasus yang tampakya tidak berkaitan sama sekali. Dan mungkin Anda akan terusik oleh satu pertanyaan besar yang sangat menggoda : apakah masalah Namru 2 dan Ahmadiyah, entah bagaimana caranya, akhirnya jadi “satu paket” dalam proses tawar-menawar politik tingkat tinggi ?

Kalau benar begitu, ada kemungkinan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari akan segera dicopot, demi memuluskan keluarnya izin Namru 2–tanpa menimbulkan kesan AS mendikte Indonesia. Dan di sisi lain, Ahmadiyah akan dicarikan jalan kompromi, alias tidak jadi dibubarkan melalui SKB. Ini hanya “prediksi gelap”, karena sejujurnya aku tidak bisa menjelaskan bagaimana kemungkinan itu bakal terjadi.

Masalah Ahmadiyah

Setelah terbitnya rekomendasi Bakor Pakem, agar semua kegiatan Ahmadiyah dihentikan dan kalau perlu dibubarkan; bola panas bergeser ke tangan Presiden SBY. Menurut informasi kalangan dekat Istana Negara, SBY sangat tidak menyukai keadaan ini. Membuatnya terjepit dalam posisi dilematis. Kalau melihat kuatnya tekanan kalangan muslim agar Ahmadiyah dibubarkan, pilihan populer adalah meluluskan tuntutan itu.


Konon, SBY lebih condong pada jalan kompromi yang mengokmodasi tuntutan kalangan muslim, namun. tanpa harus membubarkan Ahmadiyah. Belum jelas seperti apa bentuk kompromi itu; dan semakin menimbulkan pertanyaan kenapa belum ada keputusan Presiden ?

Masalah Namru 2

Dalam dua pekan ini, masalah Namru 2 bisa dikatakan sangat bergolak. Tapi, anehnya, semuanya itu tidak diekspos media-media besar seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Metro TV dan lain.-lain. Media-media itu hanya memberitakan statemen-statemen, tanpa ada indikasi untuk menggali informasi . Apakah kalangan media sudah tahu skenario kasus yang tampak adem ayem namun sebenarnya eksplosif ini ?

Manuver-manuver pihak AS :

22 Maret 2008 – Dubes AS Cameron R Hume menegaskan dalam jumpa pers, kehadiran Namru 2 sangat penting buat Indonesia. Laboratorium riset di bawah Angkatan Laut AS itu mengabdi demi kemanusiaan, dan bukan kedok intelijen militer.

Dalam kesempaatan itu AS juga menegaskan bahwa Laboratorium Namru 2 adalah bagian dari Kedubes AS; dengan demikian termasuk dalam wilayah kedaulatan AS.

23 Maret 2008 – Seorang pria bule dari staf Namru 2 disertai seorang pria negro dan dua perempuan Indonesia; nyelonong ke acara jumpa pers Medical Energy Rescue Committee (Mer-C). Tanpa seizing tuan rumah, orang-orang itu membagikan press release mengenai Namru 2 kepada para wartawan yang hadir. Munarman, mantan Ketua YLBHI yang juga Ketua Annashar Institute mengusir mereka sambil memaki-maki,”Kalian bangsat dan penghianat.”

25 Maret 2008 – Pengelola Namru 2 (pimpinanya seorang militer berpangkat kapten) mengundang para wartawan Indonesia “inspeksi” ke Laboratorium Namru 2 di Jl.Percetakan Negara, Jakarta Pusat. Pengelola mengkonter tunduhan-tunduhan bahwa laboratorium itu tertutup dan merupakan kedok kegiatan intelijen militer. Ini tandanya AS mulai tak sabar dan mulai menekan Indonesia.

27 April 2008 : Setelah mengunjungi Indonesia dua pekan lalu, Menteri Kesehatan AS Michael Okerlund Leavitt mengeluarkan pernyataan di Washington bahwa ribut-ribut soal Namru 2 adalah karena Menkes Siti Fasdilah mata duitan. Dia menuding Indonesia bersikap komersil terhadap lembaga riset yang didedikasikan bagi kemanusiaan; dan tidak mendukung program WHO.

Manuver-manuver pihak Indonesia

Setelah insiden tanggal 16 April, di mana Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari harus menunggui 10 menit sebelum diizinkan masuk laboratorium Namru 2; sikap Menkes mengeras dan bahkan terkesan menantang.

23 Maret 2008 siang hari – Menkes memberikan konfirmasi kepada pers, dia memang telah mengeluarkan instruksi melarang rumah sakit di seluruh Indonesia memberikan sample virus kepada Namru 2 dan WHO.

Menkes menegaskan, dia tidak anti-AS atau WHO, melainkan anti penindasan dan kazaliman.

23 Maret 2008 siang hari di tempat terpisah – Munarman memaki-maki staf Namru 2 karena bertindak “songong”. Dalam kesempatan itu Munarman juga menuduh juru bicara Deplu Dino Pati Jalal mata-ata AS.

23 Maret 2008 malam- Menkes secara mendadak menemui Mensesneg Hatta Rajasa di Sekneg. Salah satu yang dibicarakan adalah isu yang beredar bahwa Menkes menuduh Dino Pati Jalal mata-mata AS.

23 Maret 2008 malam setelah pulang dari Sekneg – Menkes bicara kepada

beberapa wartawan di rumahnya. Dia ingatkan, Indonesia adalah negara berdaulat. Kemudian dia mengecam keras negara-negara maju dan WHO.

“Kita bangsa yang bermartabat, tidak seperti itu, kita bangsa yang berdaulat. Nggak bisa seperti itu. Tidak segampang itu,” tegas ahli jantung yang baru saja meluncurkan buku ‘Saatnya Dunia Berubah’, yang isinya menggugat ketidakadilan mengenai sharing hasil riset virus.

23 April 2008 : Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan, Namru 2 boleh saja berlanjut asalkan jangan minta kekebalan diplomatik. Pada hari yang sama Menlu Hasan Wirajuda menegaskan, proposal MOU dari Indonesia untuk perpanjangan kerjasama itu sudah diserahkan akhir tahun lalu, tapi belum ada tanggapan dari pihak AS. Dia tegaskan, pihak AS tetap harus bekerjasama dengan Depkes.

25 April 2008 , seusai salat Jum,at : Wapres Jusuf Kalla menegaskan bahwa Namru 2 masih mungkin diperpanjang, asalkan professional dan saling menguntungkan. Pernyataan ini bermaksud meredakan ketegangan, tapi sekaligus mengindikasikan bahwa bargaining power Indonesia memang lemah dalam masalah Namru 2 ini.

28 April 2008 : sejumlah anggota DPR, antara lain Ketua Komisi Kesehatan DPR Ripka Ciptaning, mendesak pemerintah menutup Namru 2, alias tidak memberika izin dan dinyuruh lembaga riset di bawah Angkatan Laut AS itu meninggalkan Indonesia.

Konklusi sementara

Dari pernyataan Wapres tersirat jelas bahwa Indonesia tidak punya nyali untuk menegakkan kedaulatannya; jika harus melawan AS. Izin untuk Namru 2 pasti akan dikeluarkan, dan dalam prosesnya Indonesia akan sangat akomodatif terhadap kepentingan AS.

Lalu bagaimana dengan Menkes yang sudah kadung tegas dan menunjukkan harga diri sebagai anak bangsa ? Dia tingal pilih : menjilat ludah sendiri., mengundurkan diri, atau dicopot. Mustahil AS mundur begitu saja lalu memboyong ulang semua peneliti dan peralatan riset Namru 2. Dan tidak mungkin pula SBY-JK mengorbankan kepentingan ekonomi Indonesia yang tergantung pada AS dan sekutu-sekutunya, hanya untuk membela Siti Fadilah Supari.


www.ayomerdeka.wordpress.com


http://ayomerdeka.wordpress.com/2008/04/30/apakah-menteri-kesehatan-bakal-dicopot-mundur-kompromi/#comment-1760

Indonesia SUDAH DIJAJAH !

Jose Rizal (Relawan Medis)
Tentang Namru-2
Sebelum kejadian Monas 1 Juni, Jose Rizal sempat berbincang dengan Munarman, komandan laskar Islam. Ditengarai ada skenarioasing yang ingin menguasai bangsa ini. Namru-2 adalah laboraturium militer AS sejak 1968. Keberadaannya yang sudah 40 tahun di Indonesia belum juga dikenal orang banyak. Kalau sebuah riset medis, kenapa yang melakukan militer, dan bukan peneliti dari kalangan medis? Mereka bekerja diam-diam, rahasia, dan memperkejarkan orang-orang Indonesia yang dibayar (Namru-2 adalah The US Naval Medical Research Unit Two)
Konon, riset yang mereka lakukan adalah tentang penyakit-penyakit seperti malaria, flu burung, kaki gajah, demam berdarah, dan lain-lain. Anehnya, penyakit-penyakit tersebut bukannya menurun, tetapi justru makin bertambah parah dan mewabah, tanpa diketahui polanya. Contoh pada flu burung, penyebaran penyakit tersebut di Indonesia terbilang aneh. Bukan lagi antarhewan, tetapi bisa antarmanusia. Bayangkan, ketika penyakit itu mewabah, Jakarta harus tertutup untuk semua unggas. Berapa kerugian yang harus diderita oleh para peternak unggas? Bukankah itu salah satu cara untuk menghancurkan rakyat Indonesia ? Belum lagi misalnya penyakit diare yang makin bervariasi penyebaran dan penyebabnya.
Namru-2 juga meneliti sistem cuaca Indonesia . Mereka mempelajari gerakan angin, hujan, musim, dan sebagainya. Pernahkah Anda melihat awan tegak lurus di Indonesia ? Ditengarai, saat awan seperti itu sedang ada penyebaran bibit-bibit atau virus penyakit lewat udara. Bayangkan, mereka (Namru-2) seperti sedang menyebarkan senjata biologis lewat penyebaran penyakit!
Namru-2 milik AS yang notabene adalah salah satu negara Barat. Mereka melarang Islam melakukan kekerasan. Padahal, mereka diam-diam membangun kekerasan lewat penyebaran penyakit (senjata biologis), nuklir, namru-2 (khusus artikel Namru-2 telah dimuat di majalah Sabili edisi 22/th XV, 25 Mei 2008). Dengan kata lain, mereka melarang kita untuk berjihad (pengertian mereka terhadap jihad juga sempit sekali), tetapi mereka sesuka hati berbuat kekerasan dalam bentuk lain. Kenapa pula ijin yang semestinya sudah berakhir tahun 2005 lalu tetapi sampai kini masih bercokol di Indonesia ?


Sechan Shahab
“Jenderal AH Nasution pernah mengatakan, di Indonesia ada dua kekuatan, yakni TNI dan Islam. Sekarang ini TNI ibaratnya sedang berada di barak karena tak ada perang. Dan Islam sedang dipecahbelah oleh beberapa kepentingan. Kalau begitu, siapa sekarang ini yang memiliki kekuatan di Indonesia ? Pemerintah? Cobalah tengok jika pemerintah punya kekuatan. Pemerintah mengatasi masalah kedelai saja tak bisa. Pemerintah juga tak bisa apa-apa dalam masalah minyak goreng. Pemerintah juga tak tegas terhadap Ahmadiyah (jika memiliki kekuatan, harusnya bisa tegas) Sepertinya ada invisible hand yang memiliki kekuatan di negeri kita dan mengendalikan semuanya, yakni pihak asing."
Di Abad 20 ini ada penjajahan yang tidak terasa secara langsung, yaitu penjajahan Barat. Mereka menjajah lewat budaya, hiburan, dan kebiasan-kebiasan mereka yang tidak Islami, yang menyerang bangsa-bangsa yang lemah. Makanan pun mereka ekspor ke sini dalam bentuk fast food yang tidak sehat untuk kesehatan tubuh. Pedulikah Anda dampak penyakit-penyakit akibat menu Barat yang tak seimbang? Kanker, kolesterol, jantung koroner, dan lain sebagainya. Bila penyakit-penyakit tersebut menyerang, obat-obatnya didatangkan dari Barat (pihak asing). Jadi setelah mereka ‘mengirim’ makanan yang tak sehat, obat-obatnya pun harus beli dari mereka. Ironis.
Namun dari semua kekuatan yang ada, hanya ada satu kekuatan yang mutlak : La illa ha illallah, yang Rahman dan Rahiim. Kekuasaan dan kekuatan Allah memang mutlak seperti diktator, tetapi Dia Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

http://www.kocakholieks.com/vDetailArticle.php?key=111

Di Penjara, Munarman Dibungkam

Di Penjara, Munarman Dibungkam

Suara Islam Wednesday, 25 June 2008

Suara-Islam Online--Kuasa Hukum Munarman Syamsul Bahri Radjam dan 7 pengacara lainnya mengadukan kliennya kepada Komnas HAM, Selasa (24/6) kemarin. Pengaduan ini terkait dengan perlakuan pihak kepolisian yang tidak memberikan kesempatan kepada Munarman berbicara kepada publik. Munarman dilarang untuk menjelaskan yang terjadi sebenarnya mengenai kasus yang menimpa dirinya kepada wartawan.

Syamsul menambahkan ada indikasi pelanggaran hak untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat. Ada pihak-pihak tertentu yang ingin Munarman dibungkam. Seperti diketahui, selama ini Munarman termasuk vokal mengkritik beberapa kebijakan pemerintah seperti kenaikan BBM, keberadaan lab NAMRU-2, kasus BLBI dan lainnya.
Ada pula tidakan berlebihan yang dilakukan polisi dalam upaya pencarian Munarman beberapa waktu yang lalu. Misalnya, pada saat penggeledahan di rumahnya, Munarman dikenakan pasal 6 dan 17 UU Terorisme. Sehingga polisi bebas menggeledah isi rumah dan mengambil beberapa barang pribadi milik Munarman.

Syamsul sangat menyayangkan sikap polisi tersebut. ”Munarman bukan teroris, juga bukan koruptor. Dia hanya membela akidah kok,” ujarnya.

Syamsul juga berpendapat pengusutan insiden Monas sangat diskriminatif. Kepada kliennya, polisi menetapkan status DPO (daftar pencarian orang) tanpa didahului dengan pemanggilan sebagaimana prosedur proses pidana dalam KUHAP. Polisi pun mengerahkan tim polisi yang sangat banyak dan mengaktifkan seluruh jajaran Polda dalam pencarian Munarman. Hal ini mengesankan seolah-olah Munarman adalah penjahat dan musuh nomer satu di negara ini.

Sementara itu, pada pihak AKKBB, polisi tidak bertindak seperti yang dilakukan kepada Munarman. Padahal semestinya polisi menghormati prinsip equality before the law dalam mengusut insiden Monas tersebut. Apalagi Kapolri sudah menyatakan bahwa insiden Monas tidak lepas dari kesalahan AKKBB dan AKKBB sendiri yang mencari masalah.[im/www.suara-islam.com]

Menkes Jadi ‘Singa Galak’ untuk NAMRU

Menkes Jadi ‘Singa Galak’ untuk NAMRU
Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari sudah tidak akan kompromi lagi terhadap keberadaan laboratorium medis milik Angkatan Laut Amerika Serikat (Naval Medical Research Unit-2/NAMRU-2), laboratorium yang berada di jantung Ibukota itu selama puluhan tahundisinyalir menjalankan kegiatan intelijen dengan kedok penelitian medis.

“Saya sudah merasa jadi singa dan galak mengenai Namru 2. Dengan terungkapnya kasus sejak tahun 1979, saya rasa sudah cukup tugas saya sebagai singa ada keterbatasannya, karena itu masyarakat diminta dukungannya. Apakah kita mau terus membiarkan orang lain berada di dalam rumah kita? Kalau dia pembantu kita jelas kita tahu, tapi ini sudah gak jelas, ” ujarnya dalam diskusi bertajuk “NAMRU-2 Lab Tentara AS Di Jantung Jakarta”, di Gedung YTKI, Jakarta, Senin (23/6).

Ia menilai, keberadaan laboratorium itu tidak ada gunanya, karena Indonesia sudah mempunyai lab yang lebih canggih dan lebih bagus seperti di Surabaya dan di Jakarta.

Siti Fadillah mengaku, khawatir dengan riset-riset Namru yang dinilai membahayakan, karena NAMRU-2 adalah lab yang meneliti virus-virus infeksi yang ganas yang bukan hanya untuk Indonesia saja, tapi untuk wilayah Asia.

“Ini membahayakan, banyak virus dari Vietnam, Filipina, yang kira-kira berbahaya dibawa ke Lab Namru 2 di Indonesia itu. Saya ngeri kalau nanti virus-virus bisa bocor di jalan-jalan protokol seperti di Sudirman, Thamrin dan jalan-jalan lainnya. Sebagai Menkes, saya mengkhawatirkan hal-hal itu, ” papar Menkes.

Mengenai adanya sinyal dari kalangan DPR yang menginginkan kerjasama NAMRU dilanjutkan, Menkes menyatakan, pemerintah sejauh ini tetap mempertimbangkan manfaat yang dari keberadaannya laboratorium ini bagi kepentingan masyarakat, dan sejauh ini masyarakat atau peneliti Indonesia tidak diuntungkan oleh NAMRU, lebih baik tidak dilanjutkan.

“Mudah-mudahan Allah membukakan hati nurani DPR, desicion maker, karena kalau tidak kita akan terus terjajah. Kalau memang tidak ada gunanya ya hentikan saja, suruh mereka pulang, ” pungkasnya.

Pendapat tegas Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari ini juga akan dibawanya dalam rapat gabungan antara Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri pada Rabu (25/6) mendatang.(novel)

Sumber : www.eramuslim.com

“Kita dikadalin!”

dr Jose Rizal Jurnalis: “Kita dikadalin!”
EDISI 43, Tanggal 2 - 15 Mei 2008 M/25 Rabiul Akhir - 9 Jumadil Awal 1429 H
Wednesday, 25 June 2008


Tiga puluh tahun lebih NAMRU bekerja di Indonesia. Sepanjang waktu itu tak ada yang mempersoalkannya. Padahal telah banyak 'kekayaan' Indonesia yang disedot lembaga penelitian militer Amerika Serikat itu. Tentu banyak pula rahasia Indonesia yang terbongkar melalui kajian dan penelitiannya.

Sayangnya tidak banyak orang yang tahu bahwa NAMRU sangat berbahaya bagi keamanan Indonesia. Selama ini orang-orang Amerika dengan cover diplomatik yang disandangnya bisa dengan leluasa membawa keluar masuk berbagai spesimen virus, bakteri, protozoa dan sejenisnya dari dan ke Indonesia. Mereka mengambil banyak manfaat. Sementara Indonesia, hanya jadi ajang keculasan mereka.

Sejauh mana bahaya aktivitas NAMRU bagi Indonesia, wartawan Suara Islam, Mujiyanto, mewawancarai Joserizal Jurnalis, seorang dokter sekaligus aktivis yang aktif bergerak di medan pertempuran. Berikut petikannya.
Apa sih itu NAMRU?
NAMRU itu kepanjangan Naval Medical Research Unit. Itu adalah sebuah lembaga riset di bawah Departemen Pertahanan, Amerika Serikat. Pengelolanya adalah Angkatan Laut AS. Mereka melakukan penelitian tentang penyakit-penyakit menular. Jadi agak aneh fokusnya. Angkatan laut, militer, tapi interest terhadap penyakit-penyakit menular. Kalau kita lihat sepertinya mereka itu membajak WHO. Mereka juga meminta spesimen-spesimen yang ada di WHO. Lucunya lagi, mereka minta kekebalan diplomatik. Nah, apa urusannya dengan peneliti? Berarti kan ini suatu fasilitas yang mereka inginkan untuk membawa masuk dan keluar segala sesuatu ke negara ini. Yang namanya bag (tas dan bagasi. red.) diplomatik kan tidak boleh diutak-atik.

Apa kepentingan Indonesia sehingga NAMRU ada di sini?
Jadi memang tidak dipungkiri, mereka membantu itu ada. Tidak mungkin suatu lembaga tidak memberikan suatu kontribusi positif. Tapi persoalannya, apakah kontribusi positif ini hanya sebagai cover dari kegiatan yang sebenarnya. Ini yang jadi masalah. Kalau saya baca Dino Pati Djalal di koran bilang NAMRU bermanfaat bagi rakyat Indonesia, manfaat pasti ada. Tentu masalahnya, kita harus bertanya. Lembaga riset militer di bawah Dephan, lalu bisa mengakses WHO, lalu minta kekebalan diplomatik, ini apa-apaan? Jadi ada sesuatu yang mereka kerjakan, yang orang lain tidak boleh tahu. Maka semuanya harus di-cover dalam bag-bag diplomatic. Jadi mereka menghalangi orang untuk mengakses kepada diri mereka. Dino sebagai seorang diplomat tentu mengerti dengan persoalan ini. Tidak mungkin ini lembaga riset murni.
Dan yang menarik lagi, field (bidang) yang mereka kerjakan selalu penyakit-penyakit menular. Kenapa tidak penyakit degeneratif misalnya, jantung, kanker, dan sebagainya? Karena untuk senjata biologi, yang menarik itu penyakit menular. Bukan penyakit degeneratif.

Sepengetahuan Anda, apa yang didapat Indo-nesia selama 30 tahun keberadaan NAMRU?
Katanya banyak membantu program pemberantasan penyakit malaria, kemudian pemberantasan penyakit TBC. Jadi mereka itu bekerja di Direktorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), Depkes. P2M ini, waktu saya di Puskesmas, fokusnya adalah TBC, Jadi memang ada manfaatnya. Cuma persoalannya, kuman-kuman (bakteri, virus, dan protozoa) itu diteliti oleh mereka, apakah dibawa keluar dan disimpan oleh mereka kemudian diapakan? Kita tidak tahu. Dan persoalan yang paling penting, tidak semua orang punya akses.

Apa kerugian Indonesia?
Kerugiannya jelas, kita dikadalin. Ini ilmu kadal namanya. Kita diberi sedikit bantuan, yang bantuan program itu tidak esensial sifatnya. Lipstick aid, sifatnya kosmetik. Tapi dia mendapat untung luar biasa belajar mengenai penyakit menular ini. Lalu pertanyaannya begini, penyakit menular ini kan tidak ada di negara mereka? Lalu buat apa mereka pelajari? Kalau kita mau bicara soal geololitik, banyak riset dilakukan di negara-negara yang memiliki deposit kekayaan alam yang luar biasa, dan pasar yang besar seperti Cina. Buat apa mereka pelajari? Kalau gampang-gampangnya, pasti mereka bikin vaksin lalu dijual. Itu dari segi ekonomi. Covernya seperti itu. Itu saja sudah tidak etis. Mereka tidak kena penyakit ini, tapi mereka ambil bahan orang. Mereka bikin vaksin, kemudian jual sama orang. Tidak etis, bahkan tidak manusiawi, jual vaksin dari penderitaan orang banyak.

Apakah unit seperti NAMRU ini ada di negara lain?
Ada kan. Pernah di Taiwan, Mesir, Filipina. Tapi sudah ditutup. Indonesia saja yang sudah kelamaan 30 tahun. Eh mau diperpanjang lagi.

Dari sisi militer, sejauh mana pentingnya penelitian/riset tersebut?
Dari segi militer. Contoh malaria. Kalau mereka bisa merekayasa, plasmodium makin lama makin ganas. Tentu ini tidak bisa di-handling dengan obat biasa. Dan mereka bisa bikin vaksin anti malaria. Nah, kalau mereka menghadapi perang gerilya dengan negara yang tidak suka dengan dominasinya, mereka nggak perlu turun ke hutan. Cukup sebarkan saja nyamuk dengan plasmodium falcivarum yang lebih ganas. Lalu gerilyawan mati karena kena malaria tropikana.

Banyak yang menganggap laboratorium NAMRU sederhana sehingga tidak mungkin melakukan riset militer yang canggih. Padahal sebenarnya masalahnya pada keluar masuknya spesimen?
That's right. Yang paling penting itu keluar masuknya spesimen. Karena bagi mereka yang penting mengambil spesimen, kemudian memeliharanya sebentar, kemudian mentransfernya ke laboratorium definitif mereka.

Itu ada di Indonesia?
Itu pasti tidak di Indonesia. Itu yang paling krusial di sana, bagaimana mereka itu memperoleh sesuatu. Makanya mereka minta kekebalan diplomatik supaya barang-barang yang dikirim oleh mereka itu tidak dicek (di bandara).

Artinya secara militer vaksin itu penting?
Penting, untuk strategi perang. Karena kalau mereka bisa meng-create senjata biologi yang negara lain tidak bisa meng-handling, maka tentaranya bisa dikasih kekebalan dengan vaksin yang mereka punya. Dan mereka bisa masuk ke daerah yang sudah mereka tebarkan virus atau bakteri tersebut.

Apa kecurigaan Anda terhadap keberadaan NAMRU di Indonesia?
Sudah jelas, mereka memiliki kepentingan untuk mempelajari penyakit-penyakit menular yang ganas. Mempelajari itu bagaimana? Mengambil spesimen. Lalu mereka proses, biakkan, seed (dibenihkan), multiply (perbanyakan) dan sebagainya untuk dibuat vaksin-vaksin. Mungkin laboratorium di sini itu tidak ada teknologi yang canggih. Mungkin hanya teknologi penyimpanan saja. Nah teknologi yang canggih untuk membuat senjata biologi bukan di sini (Indonesia) tempatnya, tapi di suatu tempat. Lalu mereka memfokuskan lagi untuk teknologi pengiriman bahan, spesimen. Makanya mereka minta kekebalan diplomatik. Kalau militer yang melakukan ini pasti itu untuk kepentingan militer.

NAMRU bisa bertahan sedemikian lama. Tentu ada pihak-pihak yang diuntungkan di Indonesia. Menurut Anda?
Sebenarnya kalau orang itu merasa dia orang Indonesia, tentu dia akan memahami ini sebagai suatu yang berbahaya, buat dia sendiri maupun buat keluarganya yang ada di Indonesia. Tapi karena mentalnya mental antek, dia mendukung ini. Dia tidak tahu betapa berbahayanya senjata biologi atau laboratorium biologi yang berbahaya. Ini lebih berbahaya dari nuklir. Kalau misalnya jelas kerja sama pembuatan senjata biologi antar militer, jelas harus diproteksi. Tidak ada di tengah-tengah permukiman penduduk. Dan itu harus diawasi PBB.

Pihak-pihak yang ambil untung itu kaki tangan mereka di Indonesia?
Antek.

Apakah senjata biologi ini pernah diterapkan dalam sebuah peperangan?
Kalau saya membaca sejarah, pernah diterapkan Belanda di Aceh. Belanda pernah memasukkan kuman kolera ke air minum masyarakat Aceh. Akhirnya jadi wabah, mencret, apalagi saat itu belum ada tetracycline. Kalau sekarang amanlah.

Departemen pertahanan kita tidak tahu?
Di situlah persoalannya, dia itu bukan tidak tahu. Dia tahu, ini ada persoalan. Tapi biasalah orang Indonesia, dia belum melihat ada sesuatu yang membahayakan kalau belum ada kejadian. Kan aman-aman saja. Karier gue juga naik. Nanti kalau laboratorium itu bocor, atau seperti sekarang ada flu burung yang penyebarannya juga aneh, dan kemudian keluarga presiden kena, baru mikir. Oh iya, betul.

Apakah dalam kasus flu burung, model seperti ini bisa berlaku?
Oh bisa. Ada yang dipertanyakan Menkes kita, kenapa spesimen virus H5N1 kita, dikirim ke WHO di Hongkong, lalu nasibnya tidak jelas. Lalu tiba-tiba ada perusahaan yang mempunyai vaksinnya. Juga bisa dipastikan spesimen ada di laboratorium militer Los Alamos Amerika. Setelah Los Alamos tutup lalu dipindah lagi ke laboratorium di Washington DC. Contoh lagi, kenapa variola yang berkembang tahun 1972, lalu WHO meminta tahun 1974 semua negara memusnahkan semua virus variola. Eh tahun 2005 ada negara yang mempunyai vaksin variola. Berarti dia kan membuat vaksin dari virus. Berarti dia memelihara virus. Ini melanggar ketentuan internasional. Ini yang disebut dominasi ketidakadilan dunia, paradoks dunia. Di satu sisi, mereka berjuang untuk nilai-nilai peradaban yang baik, di sisi lain mereka membuat sesuatu yang membayakan peradaban itu sendiri.

Persoalan NAMRU berarti sangat krusial?
Sangat penting dan krusial bagi negara ini. Banyak orang yang tidak menyadari. Kalangan ilmuwan pun tidak menyadari. Kadang-kadang di antara mereka merasa happy dimasukkan dalam society mereka sebagai peneliti tingkat internasional. Inilah repotnya bangsa kita. Lalu orang-orang yang punya otoritas untuk menghentikan ini lihat-lihat kiri kanan. Kalau yang lain semangat, baru mereka ikutan semangat. Dia tahu bahayanya. Tapi untuk maju ke depan sebagai pelopor dia gak punya keberanian.

Ada yang menuding ada intelijen dalam NAMRU. Pendapat Anda?
Intelijen itu artinya mematai-matai, tujuannya mempelajari penyakit menular itu, lalu mereka ambil sample dan kemudian mereka kirim ke laboratorium mereka. Tindakan mereka penelitian juga bisa sambil mengamati daerah-daerah yang cocok untuk perang kuman. Kan untuk ini harus dipelajari virusnya, geografinya, anginnya, cuacanya karena bersangkut paut dengan penyebaran dan cara menghentikan penyebaran.

Mereka berdalih sebagian pekerja NAMRU adalah orang Indonesia?
Ah itu teknis banget. Mereka ngumpulin virus, terus disimpan. Itu kan pekerjaan teknis banget. Bukan pekerjaan teknologi tingkat tinggi. Pekerjaan tingkat tingginya dilakukan di laboratoritum mereka yang mungkin tidak ada di Indonesia.

Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah Indonesia?
Untuk jangka pendek, tutup dulu. Ke depannya, kalau tatanan dunia itu tidak bisa berubah ke arah yang lebih baik, kita juga harus belajar mengenai senjata biologi. Ini sebagai bentuk persiapan. Kan dalam Islam ada i'da'. Kalau tidak bisa dikendalikan, negara besar culas, Indonesia harus bersiap-siap karena ini menyangkut dominasi suatu negara terhadap negara lain. Ini berimplikasi kepada masalah ekonomi, politik, budaya. Intinya power.

Bisa gak sih kita seperti mereka?
Bisa. Bisa.

Nyatanya kita sekarang kok tidak bisa, kendalanya?
Kemauan. Kemauan politik dari seorang leader. Ahli-ahli Indonesia itu cakap kok. Kita butuh seorang leader yang mempunyai visi yang jelas dalam memanage negara ini. Kalau leadernya hanya sekadar mengejar 5 tahun berikutnya, mengejar 5 tahun berikutnya, ya susah.

Bagaimana senjata biologi dalam konstelasi perang ke depan?
Yang jelas, negara-negara besar itu mempunyai laboratorium senjata-senjata biologi. Satu lagi yang tidak boleh dilupakan adalah senjata kimia, ada nuklir. Itu semuanya mereka punya. Kenapa? Karena mereka ingin bargaining kekuatan. Implikasinya mereka melakukan dominasi terhadap dunia baik di bidang politik, ekonomi, keamanan, kebudayaan dan sebagainya. Menekan suatu negara untuk dieksplorasi. k. Celakanya negara dunia ketiga tidak boleh melakukan empowering (penguatan) itu kan. Supaya tetap terjajah. Meskipun secara de jure merdeka.

Pandangan Anda terhadap sikap pemerintah kita?
Lemah.

Apa alasannya?
Mereka nggak punya nyali jika berhadapan dengan kekuatan besar.

Tidak punya nyali atau sudah dikuasai?
Jadi begini, elit-elit ini eksis secara society maupun secara kekuasaan, dan kekayaan. Untuk bisa eksis dalam tiga hal ini mereka butuh jaringan. Mereka tidak percaya dengan bangsa sendiri maupun dengan negara-negara yang tidak superpower. Mereka mau membangun jaringan dengan negara superpower dan mau menjadi goyim-nya (dombanya). Itu intinya.

Apakah aparat keamanan kita juga begitu lemahnya sehingga tak mampu menolak?
Doktrin pertahanan kita persoalannya. Yang diajarkan di Lemhanas itu dari dulu hingga sekarang yaitu musuh kita adalah ekstrim kiri dan ekstrim kanan. Dan itu diperkuat oleh mentor-mentor mereka yang notabene dari luar negeri. Intelijen dan tentara kita dicekoki terus dengan doktrin ini. Jadi tentara kita belum ada visi bahwa virus ini bakal mengancam, spekulan ekonomi bisa mengancam dan meruntuhkan negara.

Jadi sulit dong menghadapi hegemoni yang demikian besar?
Karena kendalanya ada di bangsa kita. Bukan rakyat tapi elit. Rakyat kita ini punya daya tahan yang luar biasa. Tahun 1999, negara kita ini sudah dianggap tidak ada secara ekonomi, tapi rakyat kita itu bertahan. Yang ngeri hidup susah itu elit.

Bagaimana caranya meningkatkan nyali?
Kita harus yakin akan pertolongan Allah SWT. Kalau tidak yakin itu, nggak mungkin nyali itu muncul. Sudah jelas (negara adidaya) itu senjatanya lebih maju, teknologinya lebih maju. Dalam sejarah Rasulullah, yang dihadapi itu juga begitu, Kerajaan Persia dan Romawi yang secara militer jauh lebih maju. Tapi Rasulullah dan para sahabat yakin dengan kemenangan karena ada pertolongan Allah. Tanpa itu frustasi kita. Senjata sudah kepret-kepret. Alutsista sudah tua. Para komandan sudah hidup senang, nggak mau lagi diajak masuk hutan untuk survival. Jadi ini persoalan mentalitas, yaitu bagaimana kita itu pede. Nah pede sorang muslim itu akan timbul kalau kita yakin akan pertolongan Allah.

Artinya kita harus bangkit dan menjadi pengimbang negara adidaya itu?
Jelas. Allah akan membantu kita. Bagaimana Allah membantu kita? Dengan keridlaan-Nya. Bagaimana supaya Dia ridla? Ya kita harus menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan oleh Allah. Kalau ada yang bilang, nggak ada tuh Islam mengatur soal politik. Wah itu sudah kacau. Nggak ada itu Islam mengatur soal hukum. Itu sudah kacau.

Jangan-jangan cara berpikir seperti ini merupakan hasil penjajahan negara adidaya itu?
Betul sekali. Karena dia (negara adidaya) tahu Islam itu suatu ajaran yang komprehensif. Kalau dipraktekkan secara komprehensif, mereka tak berdaya melawan. Karena mereka tahu itu, mereka rusak pemikiran umat ini terlebih dahulu.

Kalau kita yakin dengan janji Allah, sebenarnya kita bisa mengalahkan mereka?
Bisa. Bisa banget. Saya alhamdulillah punya pengalaman berkali-kali terkepung dalam jumlah sedikit oleh musuh yang jumlahnya lebih banyak, tapi kemenangan ada di pihak yang lebih sedikit. Kenapa? Karena pertolongan Allah SWT. Bukan karena kehebatan kita dalam berperang. Itu saya alami di Maluku, Afganistan, hingga Lebanon. Kalau Allah ridla, nggak sulit bagi Allah memberikan kemenangan. Masalahnya, bagaimana agar Allah ridla? Ini perosalannya.

Jadi harus ada upaya menerapkan Islam secara kaffah?
Jelas. Islam yang komprehensif. []
sumber www.suara-islam.com

Survey Roy Morgan Research : 52 Persen Rakyat Indonesia Menuntut Penerapan Syariah Islam

Survey Roy Morgan Research : 52 Persen Rakyat Indonesia Menuntut Penerapan Syariah Islam
“Uneasy support seen for sharia“. Demikian headline The Jakarta Post 24 Juni 2008. Judul yang provokatif ini lebih kurang maknanya : Dukungan terhadap syariah yang mengkawatirkan. Pasalnya, sebuah survey menunjukkan bahwa mayoritas kaum Muslim Indonesia mendukung diterapkannya syariah untuk negara ini, walaupun ada kekhawatiran mengenai akibat penerapannya itu. Survey yang dilakukan oleh Roy Morgan Research itu, melibatkan 8,000 responden dari seluruh negeri, dan menemukan bahwa 52 persen orang Indonesia mengatakan bahwa Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka

Belakangan memang posisi gerakan Islam yang ingin mengembalikan syariah dan Khilafah kembali disorot. Gerakan Islam seperti ini dituding akan menghancurkan Indonesia, memecah belah dan menimbulkan penderitaan pada rakyat. Tudingan ini tentu saja salah alamat. Seharusnya, diarahkan kepada sistem Kapitalisme-Sekuler yang diterapkan di Indonesia sekarang. Mengingat sistem kapitalisme inilah yang menjadi penyebab berbagai persoalan bangsa yang tak kunjung selesai seperti kemiskinan, kebodohan, kejahatan, korupsi, dan problem lainnya.

Sistem kapitalisme pun telah menjadi jalan bagi negara-negara imperialis untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia atas nama investasi asing, pasar bebas, dan privatisasi. Hutang luar negeri yang di’paksa’kan untuk Indonesia telah menjerat negara ini menjadi negara lemah.

Indonesia pun mengalami apa yang disebut curse of resource (kutukan sumber daya alam). Indonesia kaya tapi penduduknya miskin. Mengalami Curse of oil (kutukan minyak), Indonesia kaya minyak tapi rakyat tidak memperoleh keuntungan dari minyak yang luar biasa. Alih-alih mendapat berkah, BBM untuk rakyat malah dinaikkan.

Sistem Kapitalisme yang menuhankan HAM dan demokrasi, justru menjadi alat penjajahan Barat di Indonesia yang mengancam kesatuan Indonesia. Atas nama HAM, Timor Timur lepas dari Indonesia. Hal yang sama mengancam Aceh, Papua, dan Maluku. Demokrasi juga tak pelak di beberapa tempat telah menjadi pemicu konflik horizontal antar rakyat.

Jadi seharusnya, sistem Kapitalisme inilah yang harus menjadi musuh bersama umat Islam dan bangsa ini, bukan syariah Islam. Adapun tawaran syariah Islam justru akan membebaskan Indonesia dari penderitaan. Syariah Islam menjamin kesejahteraan rakyat, melindungi kekayaan alam dari penjajahan, menjaga kesatuan Indonesia.

Karena itu, saat ini tidak ada lagi alasan bagi kita untuk menolak syariah dan Khilafah ini. Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam akan memberikan kebaikan bagi Indonesia.

Pertama, Penerapan syariah Islam adalah tuntutan aqidah.

Kaum Muslim wajib menerapkan semua aturan Allah Swt. sebagai konsekuensi keislaman mereka. Syariah Islam yang bersumber dari Allah SWT dengan sifatnya Ar Rahman ar Rohim pastilah akan memberikan kebaikan bagi manusia. Sebaliknya berpalingnya manusia dari aturan Allah SWT akan menghancurkan manusia. Masalah kewajiban ini dijelaskan Imam an Nawawi dalam Syarh Shohih Muslim : “Mereka (para Imam Madzhab) sepakat wajib mengangkat Kholifah”.

Kedua, Syariah akan mensejahterakan rakyat.

Sistem kapitalistik yang menaungi masyarakat saat ini hanya mensejahterakan sebagian kecil orang, sementara mayoritas umat hidup dalam kemiskinan, padahal negeri-negeri Islam rata-rata memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Sebaliknya, kebijakan ekonomi berdasarkan syariah adalah menjamin kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) setiap individu rakyat. Pendidikan, kesehatan, keamanan, dan transportasi yang merupakan kebutuhan vital rakyat pun diperoleh dengan biaya murah, bahkan bisa gratis. Sebab, kekayaan alam seperti emas, minyak, gas, hutan adalah milik umum (al milkiyah al ‘amah) yang hasilnya diberikan kepada rakyat.

Ketiga,Syariah akan melindungi kekayaan alam Indonesia.

Berdasarka syariah Islam kekayaan alam seperti emas, minyak, gas, batubara, adalah milik rakyat (milkiyah ‘amah). Kekayaan itu itu tidak boleh diberikan kepada asing dengan alasan apapun. Negara dalam hal ini harus mengelolanya secara baik dan transparan. Individu apalagi swasta asing, tidak dibolehkan sama sekali memiliki kekayaan alam ini. Hasil kekayaan alam ini nantinya diberikan untuk rakyat.

Keempat, Syariah menjamin keamanan rakyat dan negara.

Sistem sanksi yang sangat tegas dalam Islam akan menjamin keaman rakyat. Bagi yang membunuh dihukum mati, yang mencuri di potong tangannya, kecuali dia mencuri karena lapar. Negara juga akan membangun fasilitas umum yang menjamin keamanan rakyat seperti jalan yang baik. Umar bin al-Khaththab sangat khawatir kalau di perjalanan ada unta yang terperosok karena jalan yang rusak.

Kelima, Syariah Islam menjaga pertahanan serta keutuhan dan persatuan negeri-negeri Islam.

Berdasarkan syariah Islam upaya memisahkan diri (bughot) seperti disintegrasi diharamkan. Syariah Islam juga mencegah segala hal yang bisa menyebabkan kekuatan asing mencengkram Indonesia. Seperti kerjasama militer atau keberadaan Namru-2. Syariat Islam melarang keberadaan LSM-LSM asing yang menjadi kaki tangan negara asing menghancurkan negara.

Disamping itu, ketiadaan Khilafah yang menerapkan syariah Islam membuat kaum Muslim bagaikan kehilangan penjaga rumah mereka. Akibatnya, orang-orang jahat dengan gampang masuk dan membuat kerusakan di negeri-negeri Islam. Ironisnya, orang-orang jahat ini diundang oleh para penguasa Muslim sendiri atas nama demokrasi, rekontruksi, pembangunan, investasi, dan lain-lain. Padahal penjajah tersebut mempunyai satu tujuan: mengeksploitasi negeri-negeri Islam.

Negeri-negeri Islam yang tadinya satu di bawah naungan Khilafah pun dipecah-pecah atas nama demokrasi dan penyelesaian konflik. Khalifahlah yang akan kembali menyatukan umat Islam. Itu pernah terbukti, bukan omong kosong. Khilafah Islam berhasil menyatukan umat manusia dari berbagai ras, suku, bangsa, warna kulit, dan latar belakang agama yang sebelumnya berbeda. Semuanya dilebur dengan prinsip ukhuwah islamiyah.

Keenam, Syariah Islam memuliakan dan menjaga kehormatan wanita.

Kapitalisme telah merendahkan wanita dengan serendah-rendahnya. Mereka menganggap wanita tidak lebih dari komoditi ekonomi yang bisa diperjualbelikan. Para kapitalis yang rakus juga memperkerjakan wanita di pabrik-pabrik dengan upah yang sangat murah. Sangat berbeda dengan Islam, yang demikian memuliakan wanita. Islam menjaga kehormatan wanita dengan kewajiban menutup aurat dan mengatur pergaulan wanita. Wanita diposisikan oleh Islam pada tempat yang sangat mulia di keluarga sebagai ummu wa rabbatul bait (pengatur rumah tangga). Tidak hanya itu, wanita pun diberikan peran politik yang agung dalam masyarakat. Dengan demikan, para ibu menjadi ujung tombak terciptanya generasi Islam yang berkualitas dan bertakwa.

Ketujuh , Syariah Islam melindungi orang-orang yang lemah dan warga non-Muslim.

Kapitalisme telah mendiskriminasi manusia berdasarkan kekuatan modalnya. Anda dapat makan layak, pelayanan kesehatan prima, pendidikan unggul, dan rumah yang asri dan nyaman kalau Anda bermodal besar. Berbeda dengan Islam, yang akan menjamin orang-orang lemah dan miskin; termasuk juga melindungi warga non-Muslim ahlul dzimmah. Kebutuhan pokok mereka dijamin sebagai bagian dari hak mereka menjadi warga negara Daulah Islam.

Kedelapan, Penerapan syariah Islam akan menyebarluaskan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Penyebaran nilai-nilai Kapitalisme seperti sekularisme, demokrasi, HAM, pluralisme, dan pasar bebas telah menjadi bencana besar bagi umat manusia. Siapa yang bisa menyelamatkan ini semua? Tidak lain kecuali Islam. Nilai-nilai Islam yang bersumber dari Allah Swt. akan memberikan rahmat bagi seluruh dunia saat syariat Islam ditegakkan. Inilah yang pernah terjadi sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam. Bagaimana peradaban Islam telah memberikan sumbangan yang luar biasa bagi dunia, baik dari segi nilai-nilai ideologis yang mengatur hidup manusia maupun kemajuan material seperti sains dan teknologi.

Hal ini secara jujur diakui sejarawan Will Duran dalam Will Durant – The Story of Civilization:” Para Kholifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Kholifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapapun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setalah masa mereka ”

Gerakan Islam yang ingin menegakkan syariah Islam merupakan bagian dari respon untuk Islam terhadap Kapitalisme Global. Kapitalisme global yang sifatnya mendunia harus dilawan dengan gerakan yang sifatnya mendunia juga. Disinilah relevansi perjuangan penerapan syariah dan Khilafah untuk menghentikan penjajahan kapitalisme global dunia. Walhasil, umat Islam seharusnya mendukung perjuangan ini bukan sebaliknya. Kapitalisme global harus menjadi musuh bersama umat Islam. Kapitalisme global hanya bisa dihentikan dengan penerapan syariah Islam oleh Khilafah Islam. Allahu Akbar.

http://hizbut-tahrir.or.id/2008/06/26/survey-roy-morgan-research-52-persen-rakyat-indonesia-menuntut-penerapan-syariah-islam/

AS Rekayasa Kenaikan Minyak Dunia

Pengantar

Harga minyak mentah dunia pernah menembus angka kritis, yakni US$100. Anehnya, harga minyak mentah dunia seolah-olah tanpa kendali sedikitpun. Padahal secara ilmu ekonomi, antara supply dan demand tidaklah mengalami perubahan yang signifikan. Lantas mengapa harga minyak mentah dunia begitu fluktuatif dan cenderung naik terus? Adakah rekayasa? Siapakah pemain sebenarnya? Benarkah AS merekayasa penentuan harga minyak dunia? Lalu apa motif di balik itu semua? Untuk menjawab pertanyaan di atas, Gus Uwik dari Redaksi al-Wa’ie secara khusus mewawancarai Bapak Ichsanuddin Noorsy dari Tim Indonesia Bangkit. Berikut petikan wawancaranya.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan fluktuasi harga minyak dunia?

Jika dilihat secara mendalam, berfluktuasinya harga minyak dunia dan bahkan cenderung naik tanpa kontrol sama sekali sebenarnya tidak lepas dari keberadaan AS. Harga minyak dunia memang tidak bisa dilepaskan dari campur tangan AS. Dengan kata lain, gonjang-ganjing harga minyak mentah dunia sebenarnya tidak lebih dari ‘permainan’ AS dalam upayanya untuk ‘mengeruk’ keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingannya. Mengapa? Karena AS menguasai minyak dari hulu sampai hilir; bukan hanya perdagangannya saja, namun juga teknologi eksplorasi, produk derivatifnya, bahkan modal. Walhasil, kenaikan harga minyak dunia tanpa kontrol ini memang semuanya by design. Jawabannya bisa disederhanakan seperti ini.

Apa motif AS di balik ini semua?

Menurut saya, motif AS melakukan ini semua adalah agar: Pertama, memukul pesaing ekonomi dan politiknya. Sebagaimana yang dirilis oleh NewsWeek bulan Desember 2007: (1) Situasi politik ekonomi AS sejak 2001-2007 hanya memberi keuntungan kepada UE, Jepang, RRC dan justru menjadi pemicu bagi bangkitnya perlawanan dari negara-negara musuh potensial AS seperti Venezuela, Brazil, Bolivia, Argentina, Rusia dan Iran. Negara tersebut bukan saja secara politik senantiasa ‘berseberangan’ dengan AS, tetapi juga merupakan produsen minyak besar di dunia. Jika negara-negara tersebut tumbuh ekonominya maka mereka menjadi permasalahan tersendiri bagi AS. Belum lagi Cina yang saat ini dalam pemakaian konsumsi BBM menempati nomor ke-2 terbesar. Jelas, Cina saat ini terus berkembang menjadi ‘negara adikuasa’. Kondisi ini tentu sangat tidak diinginkan oleh AS. Karena itu, dalam upayanya untuk ‘menghadang Cina’ AS merkasyasa kenaikan harga minyak dunia. (2) Adanya upaya Rusia menggeser Unipolar, yakni dunia yang senantiasa berporos pada AS semata menjadi multipolar, yakni tidak semata-mata ikut pada kepentingan AS saja. Hal ini bisa dilihat dari berbagai macam kasus atau rekayasa yang dilakukan oleh Rusia, di antaranya dalam kasus penempatan rudal di Polandia, pertemuan Kawasan Kaspia dan lainnya. Jelas ini mengancam eksistensi AS sebagai negara adikuasa satu-satunya setelah ‘tumbangnya’ Uni Soviet. AS tidak mau kehilangan ‘pengaruhnya’ di mata negara-negara kecil di dunia. (3) Biaya Perang Irak yang begitu besar yang harus ditanggung oleh APBN AS. Hingga saat ini Perang Irak bukannya menunjukkan tanda-tanda selesainya ‘misi’, namun justru muncul ‘frustasi’ akibat semakin berlarut-larutnya permasalahan yang ada. Jelas ini membutuhkan back up dana yang cukup besar. Belum lagi adanya bencana alam yang menerjang dalam negeri AS, seperti Badai Katrina. Tanggungan biaya akibat bencana alam mini hanya tersedia US$ 116 miliar dari total kebutuhan US$ 150 miliar. Kondisi ini juga diperparah dengan adanya defisit perdagangan dengan RRC hingga mencapai (US$ 298 miliar).

Kedua, upaya perbaikan kampanye politik perang Bush. Sebagaimana yang dilansir oleh The Economist, 30 June 2007, hingga tahun 2007 belanja AS untuk kebutuhan militer tetap menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan sektor lainnya, bahkan kecenderungannya semakin naik; yakni 45,7% dari total belanja pertahanan, setelah pengelolaan minyak dan industri IT (knowledge base economy). Anggaran belanja militer yang membengkak ini merupakan akibat kampanye Bush ‘perang melawan terorisme’. Ini menyebabkan anggaran belanja negara mengalami kondisi yang timpang dan tidak sehat. Anggaran tersedot habis untuk membiayai ‘proyek perang’ Bush. Dari sinilah diperlukan fresh money yang bisa digunakan untuk memperkuat pondasi ekonomi. Tegasnya, harus ada upaya perbaikan (baca: timbal balik keuntungan) akibat ‘kampanye politik’ ini.

Ketiga, upaya perbaikan kondisi dalam negeri AS terutama dalam pelayanan publik. Adanya pernyataan Alan Green Span pada tanggal 21 Juli 2001 yang mengungkapkan masalah internal ekonomi AS, dimana sejatinya ekonomi AS berada dalam kondisi yang begitu ‘kepayahan’. Beberapa sektor pelayanan publik mengalami tingkat kelesuan yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Di antaranya dibidang asuransi sosial (social insurance), perumahan rakyat (public housing), gaji dan upah yang menurun (minimum wage and salary), asuransi kesehatan (health insurance) dan pemotongan pajak (tax cuts).

Belum lagi kegalauan dari para pengamat dan pejabat publik terhadap perekonomian AS yang akhir-akhir ini berada dalam fase yang ‘mengkhawatirkan’. Sebut saja pernyataan Joseph E Stiglitz (6 Oktober 2004) yang menyatakan bahwa dalam empat tahun pemerintahan AS, Bush telah gagal mengatasi masalah ekonomi yang senantiasa ‘merundung’ AS. Fakta menunjukkan bahwa angka pengangguran mencapai 5%, inflasi 1%, pertumbuhan di bawah 2,5% dan diperparah lagi dengan adanya perdagangan dengan RRC yang kian lama kian mengalami defisit.

Walhasil, ekonomi AS terancam resesi. Kondisi ini kian lama kian berkembang. Akibatnya, Januari 2006, ekonomi dunia melemah mengalami kelesuan. Inilah yang kemudian sering disebut sebagai tonggak dekade keserakahan.

Nah…inilah kondisi sebenarnya yang terjadi di AS. Jadi, AS sebenarnya berada dalam kondisi krisis. Selain pondasi ekonominya mengalami keguncangan, AS juga mendapat ‘ancaman’ dari negara-negara penghasil minyak besar dunia. Jika dibiarkan maka kehancuran AS adalah sebuah keniscayaan. Ini tentu tidak boleh terjadi berlarut-larut. Karena itu, AS berupaya mengatasinya. Salah satunya dengan ‘mempermainkan’ harga minyak dunia.

Lalu bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia?

Dalam dunia kapitalis, atau dalam ekonomi global dalam bahasa netralnya, Indonesia ini sebagai ‘ekor’. Ketika kepalanya terlibas maka ekornya pun akan ‘terlibas’. Bahkan lebih panjang lagi dampaknya. Kita bisa melihat, sekarang hampir semua sektor industri Indonesia terpuruk, kan? Sekarang sektor perumahan sudah terkena, kedelai sudah kena imbasnya, harga mie instan sudah naik 30% di pasar, belum yang lain. Ya…habis-habisan. Jadi, tidak bisa dikatakan apakah kena dampak atau tidak? Semuanya sudah kena dampaknya.

Tegasnya semua sektor terimbas?

Pasti. Jadi, imbas yang paling buruk adalah imported inflation itu, yakni sarana Amerika meningkatkan biaya produksi minyak di satu sisi, tetapi di sisi lain memukul harga jualnya. Dengan kata lain, AS berusaha memperbaiki posisi harga jualnya. Dalam konteks Indonesia, AS dan sekutunya mendesakkan agar Indonesia memberlakukan secara bebas ‘pasar bebas’ migas. Artinya, produk migas asing dengan berbagai macam derivative-nya bisa keluar-masuk dengan bebas ke pasar Indonesia; bukan hanya bidang tataniaga perdagangan migas saja namun juga termasuk eksplorasi, eksplotasi hingga pemasarannya. Kita bisa mengerti jika kemudian asing berusaha mendesakkan (dan berhasil) mengajukan penghapusan subsidi terhadap migas sebagaimana tertuang dalam Perpres 7/05 RPJMN. Dengan kondisi ini, tidak aneh jika akhirnya terjadi liberalisasi seluruh sektor migas.



Berapa sebetulnya jumlah produksi real minyak Indonesia?

Sebenarnya tingkat kebutuhan minyak Indonesia adalah 1.450 barel perhari. Namun, kondisi lifting (tren produksi) baru mencapai 910 barel perhari. Jelas ada kekurangan antara 500–540 barel perhari. Ini di dapat dari mana? Ya dari impor. Inilah yang menyebabkan Indonesia menjadi negara net imported migas.

Apa sebenarnya yang terjadi di Indonesia? Tatkala harga minyak dunia naik, kok kita tidak mendapatkan keuntungan? Yang digembar-gemborkan justru kerugian?

Inilah kondisi ironisnya. Hampir sebagian besar perusahaan yang mengeksplorasi minyak Indonesia pemainnya adalah asing. Akibatnya, seluruh keuntungan lari keluar negeri. Ditambah lagi Pemerintah Indonesia mempunyai posisi tawar yang sangat rendah dalam negosiasi bagi hasil kontrak karya. Walau kelihatan tidak dirugikan, yakni dengan nisbah bagi hasil 55:45 atau 60:40, Pemerintah Indonesia sejatinya sangat dirugikan. Kita bisa melihat, dalam setiap kontrak karya, Pemerintah Indonesia harus menanggung cost recovery. Intinya, segala macam biaya yang tercakup dalam produksi minyak menjadi tanggungan Pemerintah Indonesia. Inilah celah yang bisa dimainkan oleh asing. Seluruh biaya produksi yang seharusnya menjadi tanggung jawab operator akhirnya terbebankan kepada Pemerintah Indonesia. Walhasil, hasil akhir bagi hasil keuntungan sangatlah kecil daripada apa yang diharapkan.

Belum lagi dalam pengukuran dan penjualan CO sering terjadi kecurangan dalam alat ukur yang dilakukan oleh para operator asing. Ditambah dengan perilaku mereka yang memang rakus, bernafsu untuk mengeksploitasi sebanyak-banyaknya tanpa memandang dampak lingkungan, dan lain sebagainya. Penyimpangan dalam eksplorasi dan pendistribusian hasil produk juga menjadi permasalahan tersendiri. Kondisi ini juga turut andil dalam mengurangi ‘margin keuntungan’ yang seharusnya didapat oleh Pemerintah Indonesia.

Inilah ‘bodohnya’ Pemerintah. Kok mau dicengkeram seperti itu…

Solusinya?

Menurut saya, solusi bagi Indonesia agar bisa ‘menangguk keuntungan’ atas permainan AS ini tidak lain dan tidak bukan harus dilakukan secara sistemik. Menurut saya, hal-hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah adalah: (1) merenegosiasi kontrak. Jika memang diputus, ya diputus saja kemudian diserahkan pada BUMN kita sendiri. Namun, jika tidak bisa maka direnegosiasi lagi dalam bagi hasil serta tanggung jawab cost recovery-nya; didudukkan pada beban tanggung jawab dan bagi hasil keuntungan secara proporsional. Seharusnya Pemerintah Indonesia harus lebih untung dari operator asing. (2) Sekuritas kontrak. (3) Insentif produksi. (4) Revitalisasi kilang. (5) Investasi baru pada penemuan sumur-sumur, kilang-kilang pengolah minyak mentah serta gudang penyimpanan. (6) Konversi energi dari powerplant dan transportasi publik. (7) Mencegah dan menghentikan secara total eMining (pencurian migas). (8) batasi kepemilikan mobil. (9) Relokasi dan redistribusi APBN. (10) Sebarkan pembangunan hingga kepelosok negeri, (11) Berhenti berutang dan jadwal ulang kembali utang-utang luar negeri yang sudah terlanjur terjadi. (12) Ubah haluan ekonomi dari mekanisme pasar ke ekonomi konstitusi.

Namru, Trojan Imperialisme

Rabu, 07 Mei 2008
Fahmi AP Pane
Staf Ahli Fraksi PPP DPR RI

Kontroversi Namru-2 (United States' Naval Medical Research Unit 2) tampaknya tidak terselesaikan dalam bingkai kepentingan terbaik bangsa Indonesia. Perkembangan mutakhir menunjukkan adanya pergeseran fokus persoalan secara sistematis dan upaya mengembangkan konflik antarpejabat Indonesia, bahkan terkesan menyudutkan Menkes Siti Fadilah Supari.

Analisis konteks strategis menunjukkan fokus persoalan digeser walaupun ini bukan kekeliruan sepenuhnya AS dan para pembelanya. Sejak awal kontroversi Namru berada dalam framing (area pembahasan, konteks, dan struktur) yang sekalipun mengandung kebenaran, tidak sepenuhnya tepat.

Wacana yang diangkat adalah Namru tidak membawa manfaat apa-apa bagi tujuan pembangunan kesehatan Indonesia, terutama pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Namru juga dituding menjalankan operasi intelijen. Apalagi, kegiatannya cenderung tertutup, termasuk bagi pejabat Dephan dan Depkes RI.

Namru juga dipersoalkan karena tenaga penelitinya memiliki kekebalan diplomatik sehingga bisa memasuki areal mana pun di Indonesia tanpa hambatan. Namru pun tidak menerima draf MoU baru dari Indonesia, dan tetap beroperasi meski sejak era reformasi direkomendasikan Pemerintah RI untuk dihentikan.

Belakangan muncul ide membentuk pansus Namru. Namun, sebagian latar belakang pengusul adalah tudingan kemungkinan persaingan bisnis antara Depkes dan Namru. Menkes pun dituduh mengalihkan persoalan rendahnya kinerja pembangunan sektor kesehatan dengan mengangkat isu Namru.

Terlepas dari motifnya, ini dapat dimanfaatkan untuk memecah belah antarpejabat RI. Dari semua framing tersebut, tudingan Namru menjalankan operasi intelijen yang paling ramai disorot. Barangkali, karena sinyalemen itu disampaikan oleh aktivis Muslim yang memiliki rekam jejak dalam advokasi hukum dan umat Islam serta tidak dibantah oleh Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar.

Pembingkaian Namru sebagai intelijen bahkan memunculkan polemik bahwa seorang pejabat di sekitar presiden adalah agen intelijen AS. Namun, sekalipun substansinya mungkin benar, bagaimana pun menggugat Namru karena menjalankan operasi intelijen adalah suatu kekeliruan.

AS menjadi terlalu mudah membantahnya. AS menolaknya dengan menyatakan riset mereka diketahui Pemerintah RI dan disampaikan kepada WHO. Bahkan, AS merespons permintaan Menhan RI agar dokter TNI AL ikut dalam Namru.

Pertanyaannya, jika Namru beroperasi terbuka dan mengikutsertakan personel TNI AL, apakah itu berarti Namru boleh berada di sini? Begitu pula jika Namru membagi hasil risetnya kepada Depkes RI.

Menyorot Namru karena penelitinya yang berpaspor diplomatik bisa melakukan apa pun di luar misi diplomatik bukanlah strategi terbaik. Tudingan tersebut dan upaya mengaitkannya dengan agen-agen AS memang bisa membangun kesadaran politik dan ketahanan sebagai bangsa.

Namun, itu juga menggeser kita dan perhatian publik dari penyebab utama. Namru harus dideterminasi berikut segala perakadan dengannya. Di atas semuanya, Namru is permanent military base. Namru adalah aset Angkatan Laut AS yang terletak di tengah kota sipil.

Persoalan Namru melampaui problematika kapal induk AS yang sering hilir mudik di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), insiden F-18 Hornets beberapa tahun lalu, atau persoalan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (DCA) dengan Singapura serta Australia yang bisa mengundang pihak ketiga, seperti AS dan Israel. Sebagaimana bisa ditelusuri pada situs resmi mereka, Namru berada di bawah lembaga Naval Medical Research Center (NAMRC) dan Global Emerging Infections Surveillance and Response System (GEIS).

Semuanya di bawah kendali Departemen Pertahanan AS. Namun, Namru tetap berkoordinasi dengan Depkes AS. Tujuan, visi, dan misinya juga jelas. AS tidak pernah menutup-nutupinya.

AS hanya tidak mengatakan semuanya tentang Namru ketika Dubes Cameron Hume dan komandan Namru Trevor Jones mengadakan konferensi pers 24 April silam. Namru 2 untuk memperkuat persiapan, surveillance, dan sistem tanggap terhadap penyakit menular bagi personel militer AS dan keluarganya di kawasan tropis Asia Pasifik.

Namru juga untuk meningkatkan kesiapan medis mereka, sekaligus menurunkan risiko bagi ketahanan nasional AS. Namru berguna mencegah penyakit menular bagi tentara AS yang berada di kawasan tropis Asia Pasifik.

Bahkan, dalam situs Dephan AS (DoD GEIS) ditegaskan pula bahwa Namru-2 also participates in a number of US military exercises such as Cobra Gold, Tandem Thrust and CARAT Cruise (Namru 2 juga berpartisipasi dalam sejumlah latihan militer AS, seperti Cobra Gold, Tandem Thrust dan CARAT Cruise). Ironisnya, dalam beberapa latihan tersebut, personel TNI tidak dilibatkan.

Maka, tidak perlu operasi kontraintelijen atau memasang personel TNI untuk memahami Namru. Sejak awal berdiri dan hingga kini Namru 99,9 persen untuk kepentingan kehadiran dan hegemoni militer AS di Asia Pasifik.

Signifikansi Namru adalah karena AS mengharuskan dirinya memasuki dan menguasai negeri dan tanah air bangsa-bangsa lain. AS menjalankan imperialisme dan kolonialisme yang ditopang oleh kekuatan politik, ekonomi, militer, dan semua aspek kehidupan lainnya. Ini untuk menjaga sistem dan pilar-pilar kapitalismenya, termasuk pengurasan sumber daya alam di kawasan Asia Pasifik.

Dalam konteks ini, Namru laksana trojan. Namru adalah kuda troya untuk menembus benteng. Namun, itu juga berarti seperti virus komputer yang bila berada dalam sistem komputer, walaupun tidak bekerja, kehadirannya adalah sinyal masalah besar.

Oleh karena itu, selama AS merasa tentaranya harus menguasai kawasan Asia Pasifik, selama itu pula laboratorium militer seperti Namru akan dipertahankan. Pada satu sisi, itu penting untuk memperkuat sistem pertahanan personelnya dari beragam penyakit menular dan pada sisi lain itu bisa menjadi strategi deterrence (menakut-nakuti lawan) karena potensi penyebaran serangan biologis dan kimiawi ke tengah-tengah penduduk Jakarta dan sekitarnya dalam waktu singkat.

Menyimak konteks strategis tersebut, jelas persoalan Namru perlu diselesaikan dengan strategi khusus yang melibatkan kesatuan sikap pemerintah dan seluruh komponen bangsa. Semua pihak perlu meyakinkan AS bahwa imperialisme mereka harus diakhiri untuk mencegah AS hancur secara politik, ekonomi, dan fisik. Paling tidak, ada empat persoalan besar imperialisme militer AS.

Pertama, kegagalan misi militer AS dan sekutunya di Irak, Afghanistan, Somalia dan lain-lain. Kedua, defisit ganda dari APBN dan neraca transaksi berjalan AS yang meremukkan kemampuan mereka mencegah resesi ekonomi.

Ketiga, AS gagal memenangkan peperangan di hati dan pikiran umat Islam, seperti disebut dalam laporan Defense Science Board (Reuters, 25 November 2004). Lembaga itu adalah kelompok staf ahli Dephan AS.

Keempat, ancaman runtuhnya kepercayaan publik AS terhadap para perwira militer yang terjun ke dalam aktivitas politik (American Forces Press Service, 28 April 2008 dalam situs Dephan AS). Namun, jika AS bersikeras maka strategi membuka aliansi strategis dengan kekuatan lain patut dipertimbangkan.

Apalagi, negara seperti RRC telah sangat dirugikan karena seakan-akan menjadi pusat penyebaran wabah semacam SARS (severe acute respiratory syndrome) dan flu burung. Lebih dari itu, inilah ujian sesungguhnya bagi pemerintah dan bangsa Indonesia bahwa kita memang telah bangkit sebagai bangsa yang sederajat dengan bangsa-bangsa lain dan hanya takut kepada Allah SWT.

Ikhtisar:
- Namru bisa menjadi seperti virus yang sangat mematikan karena mampu membunuh sistem.
- Perlu strategi jitu untuk menyelesaikan masalah tersebut.

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=332986&kat_id=16&kat_id1=&kat_id2=

NAMRU: Kuda Troya Imperialisme

Siapapun konspirator Insiden Monas, harus diakui bahwa skenario ini memang cerdas. Bukan hanya soal kenaikan BBM dan aliran sesat Ahmadiyah yang terkubur, permasalahan NAMRU-2 pun turut terkubur. Permasalahan menjadi berbelok pada (kalau meminjam istilah mereka) anarkisme ‘Islam Radikal’. Dan rakyat kemudian di ‘nina bobok’kan dengan Piala Eropa.

Sementara itu, sepak terjang lembaga intelijen berkedok laboratorium milik Angkatan Laut Amerika Serikat, NAMRU-2, dengan aman tanpa terusik, terus berlangsung.

Menurut Juru Bicara Departemen Luar Negeri Kristianto Legowo, Deplu telah menerima draf Memorandum of Understanding (MoU) NAMRU-2 dari Pemerintah AS satu atau dua minggu lalu. Saat ini pemerintah sedang membahas draf itu secara mendalam. ”Kami akan lihat dan membahas draf yang diajukan untuk memastikan tidak atau adanya hal yang merugikan kepentingan nasional,” ujarnya. Tapi menurut dia, vokal poinnya ada di Departemen Kesehatan.

Anehnya, usai kunjungan dari Jenewa, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari malah mengaku tidak tahu soal perkembangan terakhir ini. ”Sekarang bola ditangan Amerika, mereka belum membahas darft MoU yang kita kirim,” ujarnya. Menurut dia, Depkes tetap akan menghentikan kegiatan operasional laboratorium milik Angkatan Laut AS itu di Indonesia.

Tentu saja hal ini sangat mengherankan. Sebab, jika benar Depkes adalah vokal poin pembebasan draf baru, seharusnya Menteri Kesehatn-lah yang perlu segera diajak bicara oleh Deplu untuk membahas draf MoU AS. Diduga, sikap keras Menteri Kesehatan menyebabkan pembahasan MoU tentang kelanjutan operasi NAMRU-2 ini juga dilakukan.

Alotnya pembahasan NAMRU-2 dimaklumi Menteri Kesehatan. Sebab MoU NAMRU-2 adalah satu dari tiga deal utama yang menandai pengaruh AS di Indonesia. MoU pertama adalah masuknya Indonesia ke International Monetary Fund (IMF) dan World Bank yang intinya AS jadi tim asisten ekonomi, deal ke dua adalah penyerahan pengelolaan tambang ke sejumlah perusahaan AS. ”Makanya Amerika ngotot mempertahankan NAMRU-2,” kata Siti Fadilah.

NAMRU-2 beroperasi di Indonesia sejak tahun 1968 ketika Menteri Kesehatan GA Siwabessy, meminta bantuan dokter Angkatan Laut AS menanggulangi wabah pes di Boyolali, Jawa Tengah. Bantuan ditingkatkan menjadi kerjasama permanen berdasarkan MoU yang diteken Duta Besar AS untuk Indonesia, Francis Joseph Galbraith dan Siwabessy pada 16 Januari 1970.

Semula NAMRU-2 berstatus Detachment dipimpin seorang Kapten. Sejak 1991 Indonesia menjadi pangkalan utama NAMRU-2, ketika Command NAMRU-2 dipindah ke Jakarta dan dikepalai seorang Kolonel. ”NAMRU-2 beroperasi karena Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat menarik untuk diteliti,” kata Direktur NAMRU Trevor Jones.

Tahun 1986 NAMRU-2 mendirikan laboratorium di Jayapura bersama Depkes, dan RSU Jayapura. Anehnya dalam penelitian malaria itu mereka tak hanya mengambil sampel darah warga. Mereka juga memetakan situasi, topografi, dan penyebaran penyakit dengan cara tak lazim. ”Mereka mengumpulkan data pos militer, jarak lokasi penyebaran penyakit dengan kantor pemerintahan, dan memetakan lokasi dengan detail,” kata seorang peneliti Balitbangkes.

Tahun 1997 NAMRU-2 ditetapkan sebagai WHO Collaborating Center untuk Emerging Infectious Diseases Asia Tenggara. Dengan dalih meneliti malaria, demam berdarah, HIV/AIDS dan flu burung mereka mengirim surat ke seluruh rumah sakit umum, daerah mapun swasta dan puskesmas untuk mengirimkan sampel darah pasien ke NAMRU-2. Tapi, ketika pemerintah sibuk menghadapi bencana nasional demam berdarah dan flu burung, mereka diam saja.

Masalah NAMRU-2 marak ketika beredar surat penghentian sementara operasi NAMRU-2 di Indonesia. Surat untuk Direktur NAMRU-2 itu ditandatangani Kepala Balitbangkes Depkes, Dr.Triono Soendoro, 31 Maret 2008 lalu, atas perintah Menteri Kesehatan. Laboratorium yang telah bercokol empat dasa warsa itu diminta menghentikan operasi sampai MoU baru diteken.

Triono juga merilis Surat Edaran untuk para DIrektur Rumah Sakit Umum, Daerah dan Swasta; para Rektor, Dekan Fakultas Kedokteran, Farmasi, Kesehatan Masyarakat dan FMIPA di seluruh Universitas Negeri maupun Swasta di Indonesia; serta para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten se-Indonesia. Surat ini menghimbau semua lembaga yang masih mengirimkan spesimen biologis ke NMARU-2 untuk menghentikan kegiatan.

Begitu surat dirilis, Presiden Yudhoyono langsung memanggil Siti Fadilah. “Rasanya tidak perlu…. Toh, NAMRU sudah banyak berjasa kepada kita….” Kata seorang sumber di Depkes mengutip pembicaraan SBY kepada Siti Fadilah. Kata sumber tadi, masukan ke SBY berasal dari dari Juru bIcara Presiden Dino Patti Djalal yang dekat dengan Amerika Serikat.

Siti Fadilah lalu menegaskan, meski NAMRU-2 di lingkungan Balitbangkes, Depkes tak pernah mendapat laporan hasil penelitian mereka. Selama ini yang dilaporkan hanya kegiatan saja. ”Saya juga nggak tahu, opo to isine (apa sih isinya) NAMRU itu,” kata Siti Fadilah. Karena itu pula ia menginspeksi laboratorium itu secara mendadak.

NAMRU-2 pun tak pernah menyertakan dokumen Material Transfer Agreement. Padahal dokumen ini penting untuk pelacakan spesimen biologis, menyangkut dampak kesehatan maupun nilai ekonomisnya. Selain itu, meski mengaku meneliti dan mengambil sampel malaria, demam berdarah, TBC dan hepatitis, hingga kini penyakit-penyakit itu asih berjangkit.

Langkah Menkes didukung Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda dan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar. Menurut mereka, banyak hal perlu dibenahi dalam MoU, terutama soal jumlah peneliti NAMRU-2 yang memiliki paspor diplomatik, ketertutupan NAMRU-2 dan dugaan kegiatan intelijen para peneliti NAMRU.

Menlu, Menhan dan Menkes sepakat hanya akan memberikan paspor diplomatik untuk Direktur dan Wakil Direktur NAMRU-2. Syamsir malah menyatakan cukup seorang, selain menegaskan bahwa tak semua daerah boleh dikunjungi. Sementara, ”harus ada dokter TNI-AL yang diikutsertakan di setiap program,” kata Juwono.

Karena surat penghentian operasi itu, Panglima United States Pacific Command (US-PACOM) Laksamana Timothy J.Keating datang ke Indonesia pada kami (10/4). Ia bertemu Presiden dan Menhan di Istana. Dalam jumpa pers, Keating menegaskan bahwa NAMRU-2 akan tetap beroperasi di Indonesia. ”NAMRU-2 akan melanjutkan aktivitasnya di Indonesia,” ujarnya.

Karena pendekatan militer mentok, Presiden GW Bush mengutus Menkes Michael O Leavitt untuk bertemu SBY. Di Istana Negara, SBY mempertemukan Leavitt dengan Siti Fadilah dan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Saat itu Siti Fadilah mendudukkan masalah. ”Saya terangkan tentang pentingnya aturan pengalihtanganan spesimen biologis,” ujarnya.

Saat itu, Leavitt seolah menyetujui usul Menkes agar kerjasama NAMRU-@ digelar antar Depkes. ”Dia mengaku heran dengan kerjasama selama ini dan dia setuju usul saya,” kata Siti Fadilah. Tapi belakangan, penjelasannya kepada Leavitt dianggap menjadi pangkal kemacetan MoU NAMRU-2. ”Semua gara-gara Menteri Kesehatan,” kata Leavitt kepada The Straits Times.

Jika tiga Menteri dan Kepala BIN menolak NAMRU-2, Istana malah melempem. Tak hanya memerintah para menteri agar tetap membuka hubungan, juru bicara presiden Dino Patti Djalal yang memback up NAMRU-2 hingga disinyalir antek AS malah dibela habis. ”Saya tegaskan, saudara Dino bukan agen Amerika,” kata Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa.

Sementara pemerintah AS pun mulai kasak-kusuk. Dua pekan lalu, Duta Besar AS untuk Indonesia Cameron M Hume datang ke DPR/MPR bersama Direktur NAMRU-2, Captain Trevor R.Jones menemui Ketua DPR Agung Laksono. ”Mereka berencana mengundang DPR untuk meninjau NAMRU-2,” kata Agung seusai pertemuan itu.

Saat itu, Hume dan Jones minta dukungan DPR agar anggota tim NAMRU-2 yang diberi fasilitas kekebalan diplomatik ditambah. Jadi tak hanya dua orang seperti draft Indonesia. Padahal, kata anggota Komisi I Yusron Ihza Mahendra, perpanjangan NAMRU-2 tak layak lagi. Seharusnya kerjasama berakhir tahun 2000, tapi hingga kini tetap beroperasi. ”Saya tidak tahu mengapa perpanjangannya dengan nota diplomatik. Mungkin ada tekanan Amerika,” ujarnya.

Jika sekedar meninjau dan membiarkan anggota DPR mengkritisi, tentu tak jadi masalah. Tapi tampaknya AS menyiapkan jurus khusus merayu DPR agar mendukung NAMRU-2. Sebab, keberlangsungan laboratorium itu sudah harga mati agar Indonesia tetap mereka kangkangi. Namun Yusron memastikan, DPR tak akan memenuhi undangan itu. ”Selama ini mereka sangat tertutup. Pasti mereka sudah menyembunyikan hal-hal yang berbahaya,” ujarnya.

Bahkan anggota Komisi I DPR, Mutammimul Ula, meminta agar kerjasama Naval Medical Reasearch Unit 2 (NAMRU-2) antara Indonesia-Amerika tidak dilanjutkan. Sebab, menurutnya, tidak adanya keuntungan yang bisa diraih Indonesia dari kerjasama tersebut.

”Di bidang medis juga tidak ada terobosan yang signifikan dari laboratorium AS ini dalam membantu mengurangi penyakit-penyakit tropis di Indonesia,” ujar Mutammimul Ula dalam rilisnya kepada pers tertanggal 4 juni 2008.

Meski kerjasama antara Indonesia-AS ini telah berlangsung sejak 30 tahun silam, namun dalam konteks capacity bouilding pun tak menguntungkan bagi perguruan tinggi Indonesia yang ikut melakukan penelitian bersama NAMRU.

”Dengan UI misalnya hanya dihasilkan satu disertasi S3, 12 tesis S2 dan hanya lima publikasi. Hasil laporannya pun dinilai Menkes masih sangat minim,” jelas Tamim.

Ditambah lagi, lanjut Mutammimul, adanya permintaan tambahan kekebalan diplomatik bagi staf NAMRU sangat berpotensi mengancam keamanan Nasional. Sebab, sifat mobilitas mereka yang tinggi dan adanya kemudahan kerjasama dengan instansi-instansi di daerah sangat mengkhawatirkan keamanan nasional.

”Belum lagi motif ekonomi di balik sepak terjang NAMRU selama ini,”lanjutnya.

Oleh karenanya, jika pemerintah bersikeras meneruskan kerjasama ini, maka pemerintah menurut Mutammimul harus memastikan bahwa kerjasama yang digalangnya tidak keluar dari enam klausul yang disampaikan oleh Menkes, diantaranya transparansi, tidak adanya kekebalan diplomati, larangan bagi pembuatan senjata biologis, larangan bagi komersialisasi dan menyesuaikan dengan program Departemen Kesehatan.

”Klausul tersebut harus disepakati lebih dahulu sebelum menentukan boleh tidaknya NAMRU di Indonesia,” tandasnya.

Mungkinkah Amerika bersedia menerima klausul tersebut ?

Menurut Fahmi AP Pane, Staf Ahli Fraksi PPP DPR RI (Namru, Trojan Imperialisme, Republika, 07 Mei 2008), kontroversi NAMRU-2 tampaknya tidak terselesaikan dalam binkai kepentingan terbaik bangsa Indonesia. Perkembangan mutakhir menunjukkan adanya pergeseran fokus persoalan secara sistematis dan upaya mengembangkan konflik antarpejabat Indonesia, bahkan terkesan menyudutkan Menkes Siti Fadilah Supari.

Pane berpendapat, NAMRU-2 harus dideterminasi berikut segala perakadan dengannya. Diatas semuanya, NAMRU-2 is permanent military base. NAMRU-2 adalah aset Angkatan Laut AS yang terletak di tengah kota sipil Ibukota NKRI Jakarta.

Persoalan NAMRU-2 melampaui problematika kapal induk AS yang sering hilir mudik di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), insiden F-18 Hornets beberapa tahun lalu, atau persoalan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (DCA) dengan Singapura serta Australia yang bisa mengundang pihak ketiga, seperti AS dan Israel. Sebagaimana bisa ditelusuri pada situs resmi mereka, NAMRU berada dibawah lembaga Naval Medical Reserach Center (NAMRC) dan Global Emerging Infections Surveillance and Response System (GEIS).

Semuanya dibawah kendali Departemen Pertahanan AS. Namun, NAMRU tetap berkoordinasi dengan Depkes AS. Tujuan, visi, misinya juga jelas. AS tidak pernah menutup-nutupinya.

AS hanya tidak mengatakan semuanya tentang NAMRU ketika Dubes Cameron Hume dan komandan NAMRU Trevor Jones mengadakan konferensi pers 24 April silam. NAMRU-2 untuk memperkuat persiapan, surveillance, dan sitem tanggap terhadap penyakit menular bagi personel militer AS dan keluarganya dikawasan tropis Asia Pasifik.

NAMRU juga untuk meningkatkan kesiapan medis mereka, sekaligus menurunkan resiko bagi ketahanan nasional AS. NAMRU berguna mencegah penyakit menular bagi tentara AS yang berada di kawasan tropis Asia – Pasifik.

Bahkan, dalam situs Dephan AS (DoD GEIS) ditegaskan pula NAMRU-2 also participates in a number of US military exercises such a Cobra Gold, Tandem Thrust and CARAT Cruise (NAMRU-2 juga berpartisipasi dalam sejumlah latiham militer AS, seperti Cobra Gold, Tandem Thrust dan CARAT Cruise). Ironisnya, dalam beberapa latihan tersebut, personel TNI tidak dilibatkan.

Maka, tidak perlu operasi kontraintelijen atau memasang personel TNI untuk memahami NAMRU. Sejak awal berdiri dan hingga kini NAMRU 99,9% untuk kepentingan kehadiran dan hegemoni militer AS di Asia Pasifik.

Signifikansi NAMRU adalah karena AS mengharuskan dirinya memasuki dan menguasai negeri dan tanah air bangsa-bangsa lain. AS menjalankan imperialisme dan kolonialisme yang ditopang oleh kekuatan politik, ekonomi, militer dan semua aspek kehidupan lainnya. Ini untuk menjaga sistem dan pilar-pilar kapitalismenya, termasuk pengurasan sumber daya alam di kawasan Asia Pasifik.

Dalam konteks ini, NAMRU laksana trojan. NAMRU adalah kuda troya untuk menembus benteng. Namun, itu juga berarti seperti virus komputer yang bila berada dalam sistem komputer, walaupun tidak bekerja, kehadirannya adalah sinyal masalah besar.

Oleh karena itu, selama AS merasa tentaranya harus menguasai kawasan Asia Pasifik, selama itu pula laboratorium militer seperti NAMRU akan dipertahankan dengan memaksakan seluruh daya. Pada satu sisi, itu penting untuk memperkuat sistem pertahanan personelnya dari beragam penyakit menular dan pada sisi lain itu bisa menjadi strategi deterrence (menakut-nakuti lawan) karena potensi penyebaran serangan biologis dan kimiawi ke tengah-tengah penduduk Jakarta dan sekitarnya dalam waktu singkat.

Menyimak konteks strategis tersebut, jelas persoalan NAMRU perlu diselesaikan dengan strategi khusus yang melibatkan kesatuan sikap pemerintah dan seluruh komponen bangsa. Semua pihak perlu meyakinkan AS bahwa imperialisme mereka harus diakhiri untuk mencegah AS hancur secara politik, ekonomi dan fisik. Paling tidak, ada empat persoalan besar imperialisme militer AS.

Pertama, kegagalan misi militer AS dan sekutunya di Iraq, Afghanistan, Somalia dan lain-lain. Kedua, defisit ganda dai APBN dan neraca transaksi berjalan AS yang meremukkan kemampuan mereka mencegah resesi ekonomi.

Ketiga, AS gagal memenangkan peperangan di hati dan pikiran umat Islam, seperti disebut dalam laporan Defense Science Board (Reuters, 25 November 2004). Lembaga itu adalah kelompok staf ahli Dephan AS.

Keempat, ancaman runtuhnya kepercayaan publik AS terhadap para perwira militer yang terjun ke dalam aktivitas politik (American Forces Press Service, 28 April 2008 dalam situs Dephan AS). Namun, jika AS bersikeras maka strategi membuka aliansi strategis dengan kekuatan lain patut dipertimbangkan.

Apalagi, negara seperti RRC telah sangat dirugikan karena seakan-akan menjadi pusat penyebaran wabah semacam SARS (severe acute respiratory syndrome) dan flu burung.

Lebih dari itu, Fahmi Pane mengingatkan, inilah ujian sesungguhnya bagi pemerintah dan bangsa Indonesia bahwa kita memang telah bangkit sebagai bangsa yang sederajat dengan bangsa-bangsa lain dan hanya takut kepada ALLAH SWT.

Karena itu, MER-C, An-Nashr Institute dan FUI, mengajak segenap komponen bangsa terutama TNI, untuk melumat NAMRU-2.

(Sally Sety)
Dikutip dari:
Buku Putih NAMRU-2: Pabrik Senjata Biologi AS Berkedok Laboratorium Medis. Diterbitkan oleh : Forum Penyelamat Indonesia.

AS Menjajah Indonesia Lewat NAMRU 2

Kok bisa sih lembaga riset di bawah otoritas militer negara lain beroperasi di wilayah Indonesia ? NAMRU hadir di sini sejak 1968. Memang, awalnya Indonesia yang mengundang mereka, tapi kemudian ngotot bertahan di sini. Selama periode tahun 2.000-2005, lembaga ini tetap beroperasi, kendati izinnya sudah habis.

Apakah NAMRU menjalankan misi terselubung di Indonesia; misal melakukan riset dan percobaan senjata biologi ?


Oleh : Robert Manurung

PERNAHKAH Anda mendengar sesuatu mengenai NAMRU ? “Mahluk” aneh ini sangat mirip Kuda Troya dalam legenda Yunani. Ciri-cirinya : rambut pirang, tampang arogan, selalu membawa senjata api ke mana-mana, bebas berkeliaran di wilayah kedaulatan Indonesia; dan suka-sukanya saja kalau mau keluar masuk negeri yang kita cintai ini.

Diam-diam, dan benar-benar luput dari perhatian masyarakat Indonesia, ternyata NAMRU sudah 40 tahun bercokol di wilayah NKRI. Cobalah ingat-ingat, terutama bagi pembaca yang sudah berusia sekitar 40 tahun, pernahkah seumur hidup Anda mendengar sesuatu mengenai NAMRU ? Mungkin sekitar 99,9 % penduduk Indonesia tidak pernah tahu atau menyadari kehadiran lembaga yang misterius ini. Nama lengkapnya adalah Namru 2.

Kenapa NAMRU bisa bercokol begitu lama di Indonesia ? Apa yang mereka cari di negara kepulauan ini, dan apa manfaat kehadiran mereka bagi Indonesia ? Dan, kenapa lembaga dari Amerika Serikat ini terkesan begitu misterius ? Banyak sekali pertanyaan yang tak terjawab mengenai lembaga riset ini. Dan aku berani memastikan, tak satu pun wartawan di Indonesia memiliki akses ke lembaga ini; malahan mungkin mereka pun tak pernah tahu keberadaan NAMRU.

Nama NAMRU tercetak di surat kabar dan mulai dibicarakan di kalangan yang sangat terbatas, baru dalam beberapa bulan ini. Beritanya pun sangat tidak menarik, lebih tepat disebut membosankan; karena yang ditonjolkan adalah tuntutan pemerintah Idonesia agar para peneliti di lembaga itu mentaati peraturan yang berlaku di Indonesia; termasuk ihwal pencabutan kekebalan diplomatik mereka. Sebuah tuntutan yang aneh dan menyedihkan, oleh sebuah negara yang berdaulat. Kenapa bukan Indonesia sendiri yang menegakkan aturan dan menjatuhkan sanksi tegas jika dilanggar ?

Berita tentang NAMRU baru memiliki magnitude besar ketika Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mencak-mencak, baru-baru ini. Pasalnya, dia sempat diharuskan menunggu sekitar 10 menit sebelum diizinkan masuk; ketika mengunjungi laboratorium milik lembaga itu secara mendadak Rabu lalu (16/4).

“Saya disuruh menunggu 10 menit karena tidak melaporkan akan datang,”ujar Siti Fadilah kepada wartawan. Padahal, katanya dengan nada gemas,”Laboratorium mereka kan berada di tanah milik Departemen Kesehatan.”

Laboratorium NAMRU berada di komplek Balitbang Departemen Kesehatan di Jalan Percetakan Negara, Rawasari, Jakarta Pusat.

Laboratorium kuman, sejak tahun 1968

NAMRU 2 adalah singkatan dari The US Naval Medical Reseach Unit Two. Dari namanya saja sudah tercium aroma militer. Memang benar, lembaga riset ini berada di bawah otoritas Angkatan Laut Amerika Serikat. Wajar sekali kalau Anda bertanya : kok bisa sih lembaga riset di bawah otoritas militer negara lain beroperasi di wilayah Indonesia ?

Lembaga riset ini beroperasi di Indonesia sejak tahun 1968. Awalnya, Indonesia yang meminta mereka datang untuk meneliti wabah sampar di Jawa Tengah. Ternyata manjur. Berkat rekomendasi NAMRU, wabah sampar yang merajalela berhasil dijinakkan.

Dua tahun kemudian, terjadi wabah malaria di Papua. NAMRU kembali diminta bantuannya. Bahkan kali ini kehadiran mereka diikat dalam sebuah MOU, ditanda tangani oleh Menteri Kesehatan GA Siwabessy dan Duta Besar AS, Francis Galbraith.

MOU itulah yang menjadi landasan hukum laboratorium di bawah kendali Angkatan Laut AS itu terus bercokol di Indonesia, biar pun selama puluhan tahun tidak ada lagi wabah penyakit menular; dan biar pun tuan rumah tidak lagi membutuhkan bantuannya..

Dalam MOU itu dijelaskan, tujuan kerjasama adalah untuk pencegahan, pengawasan dan diagnosis berbagai penyakit menular di Indenesia. NAMRU diberikan banyak sekali kelonggaran, terutama fasilitas kekebalan diplomatik buat semua stafnya; dan izin untuk memasuki seluruh wilayah Indonesia.

Memang ada klausul dalam MOU itu, setiap 10 tahun kerjasama tersebut dapat ditinjau kembali. Belakangan, Indonesia memang merasa tertipu oleh perjanjian yang “amburadul” itu. Namun semua usaha yang dilakukan untuk mengontrol Namru 2 tidak satu pun yang berhasil. Buktinya, selama periode tahun 2.000-2005, lembaga riset ini tetap beroperasi, kendati izinnya sudah habis.

Kuda Troya di beranda rumah kita

Selama 40 tahun laboratorium kuman ini beroperasi di Indonesia, kehadirannya persis seperti siluman, dan pihak tuan rumah selalu merasa tak berdaya menghadapinya. Kalau semula NAMRU datang karena diundang untuk menolong, belakangan lembaga ini sendirilah yang ingin bertahan di sini, dan mulai bertindak semaunya.

Antara tahun 1980 dan 1985 pemerintah berusaha merevisi perjanjian dengan NAMRU. Namun selagi para pejabat kita memutar otak untuk membuat regulasi yang membatasi ruang gerak lembaga ini di Indonesia, NAMRU malah mendirikan laboratorium di Jayapura. Alasannya, untuk meneliti malaria di sana; padahal pada masa itu malaria bukan lagi masalah siginifikan di Irian Jaya.

Kemudian pada tahun 1991, AS menaikkan status NAMRU yang tadinya setingkat detasemen menjadi tingkat komando. Pada saat bersamaan status NAMRU di Filipina diturunkan, dan bahkan akhirnya ditutup pada 1994. NAMRU di Jakarta kemudian diberikan kedok sebagai lembaga riset kemanusiaan, dengan meminjam tangan WHO yang menetapkan NAMRU sebagai pusat kolaborasi untuk berbagai penyakit di Asia Tenggara.

Pada tahun 1998, Menteri Pertahanan/Panglima TNI, Wiranto mendesak pemerintah, agar kerjasama dengan NAMRU dihentikan. Wiranto menjelaskan di dalam rapat kabinet, kehadiran 23 peneliti lembaga AS itu—yang nota bene mendapat fasilitas kekebalan diplomatik, sangat tidak menguntungkan bagi kepentingan pertahanan dan keamanan Inonesia.

Kemudian pada 1999, Menteri Luar Negeri Ali Alatas menyurati Presiden BJ Habibie. Dijelaskannya, keberadaan NAMRU sangat berkaitan erat dengan Protokol Verifikasi Konvensi Senjata Biologi. Protokol itu akan membebani Indonesia, khususnya dalam hal deklarasi dan investigasi karena area investigasi yang ditetapkan harus seluas 500 kilometer persegi; sedangkan NAMRU ada di tengah kota Jakarta.

Selama ini, semua upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengontrol NAMRU tidak pernah dipublikasikan, sehingga rakyat Indonesia tidak tahu apa-apa. Penduduk Jakarta pun pasti tidak pernah bermimpi bahwa sebuah laboratorium kuman terbesar di Asia Tenggara ada di kota mereka. Lokasi laboratorium ini di Rawasari, Jakarta, adalah kawasan padat penduduk dan dekat dengan pasar tradisional. Bayangkan kalau ada kuman berbahaya terlepas, penduduk akan mati konyol tanpa pernah mengerti apa yang terjadi.

Sejarah berulang, dari Tjut Njak Dien ke Siti Fadilah

Barulah setelah Menkes menggebrak, keberadaan NAMRU terungkap ke masyarakat luas. Selain melakukan kunjungan mendadak ke laboratorium itu, Menkes juga mengeluarkan kebijakan melarang semua rumah sakit di Indonesia mengirimkan sampel ke NAMRU.

Kegagahan Siti Fadilah seperti sejarah yang berulang. Ketika bangsa ini merasa tak berdaya terhadap kekuatan asing, akhirnya kaum perempuanlah yang merepet, menggebrak dan melawan. Dulu dipimpin Tjut Njak Dien di masa lalu, sekarang dipelopori Siti Fadilah.

Gebrakan yang dilakukan Menkes ternyata segera menular. Senin pagi kemarin (21/4), Forum Pembela Tanah Air menggelar unjuk rasa di DPR, kantor Menkes dan Departemen Luar Negeri. Mereka mendesak agar NAMRU lebih transparan agar tidak muncul dugaan-dugaan yang tidak benar. Inilah pertama kalinya selama 40 tahun masyarakat Indonesia bereaksi terhadap kehadiran NAMRU..

“Selama ini saya tidak tahu apa-apa yang dilakukan NAMRU, hanya tahu sebagian kecil aktivitas mereka,”tutur Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari kepada Kompas. “Selama ini NAMRU jalan sendiri, mereka punya program sendiri. Ke depan mudah-mudahan lebih transparan. Kalau mau kerjasama, MOU harus saling menguntungkan, jelas untuk rakyat.”

Menkes mengakui, dalam pencegahan wabah flu burung pada tahun 2005 NAMRU yang mempekerjakan 60 peneliti dan staf, cukup berperan. Namun dari seluruh pernyataannya, tersirat betapa gemasnya Menkes karena kekuasaannya sebagai menteri ternyata tidak mempan untuk mengontrol lembaga riset itu. Betapa kedaulatan Indonesia diinjak-injak oleh lembaga milik negara adidaya AS itu.

NAMRU memang tak tersentuh.

(www.ayomerdeka.wordpress.com)

Anggota Polres Tanggerang ngacung pistol di Monas

Anggota Polres Tanggerang ngacung pistol di Monas
Oleh : Ricky Irandhy

25-Jun-2008, 00:13:20 WIB - [www.kabarindonesia.com]
Pada hari Minggu tepatnya 1 Juni 2008 kurang lebih jam 12.50 Wib,telah terjadi bentrokan antara massa peserta kegiatan ormas FPI,LUI,dan LPI dengan massa AKKBB di Monas,sementara pada tanggal 2 Juni 2008 yang berdasarkan pemberitaan di media elektronik dan cetak.

Pada kerumunan massa yang bentrok terlihat sseorang mengacungakan benda yang diduga senjata api.yang selanjutnya berdasarkan tayangan dan foto dari media cetak maka jajaran Polda Metro Jaya mulai melakukan dan penyelidikan untuk mengetahui indentitas orang yang mengacungkan senjata api tersebut,serta tanggal 9 Juni 2008,Polda Metro Jaya melakukan dan menyebarkan DPO berdasarkan keterangan saksi yang terbatas.

Dengan dengan dilengkapi Foto orang tersebut ,seluruh jajaran Polda Metro Jaya terus melanjutkan pencarian dan yang kemudian pada hari senin tanggal 23 Juni 2008,sekitar jam 16.00 Wib orang tersebut di ketahui anggota Polres Tanggerang "Bripka Iskandar yang berhasil di temukan dan di tangkap oleh unit P3D Polres Metro tanggerang.

Berdasarkan penyidikan dan interogasi oleh bidang propam Polda Metro Jaya Bripka Iskandar mengatakan untuk mendampingi dan ungdangan dari Ahmadiyah kota tanggerang ungkap kadiv Humas Polda Metro Jaya Irjen Abubakar Nataprawira dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (24/6/2008).

Bripka Iskandar datang menghadiri aksi damai pada 1 Juni atas inisiatif sendiri dan tidak ada penugasan kepolisian ungkap Abubakar kepada wartawan

Terkait senjata yang dibawanya, Bripka Iskandar mengaku pada tim pemeriksa Polda Metro Jaya senjata tersebut merupakan senjata mainan.

Setelah memeriksa dari 132 personel Polantas Polres Metro Tangerang, 74 orang yang membawa senjata, tidak termasuk Bripka Iskandar.

Saat ini Polda Metro Jaya masih melakukan penyelidikan apakah yang dibawa Iskandar senjata mainan atau illegal. "Dalam arti bukan senjata yang diberikan kepolisian," ungkapnya.

Sementara pengamat telematika Roy Suryo mengatakan saksi kunci yang dapat menjelaskan insiden Monas 1 Juni lalu adalah seorang pria berkulit gelap yang mengenakan kacamata hitam, memakai tali id card merah, dan ransel hijau.

"Pria inilah yang memotret dari awal sampai akhir. Dia memfoto kedua kelompok, baik FPI maupun AKKBB," kata Roy dalam jumpa persnya di Polda Metro Jaya, bersama Kadiv humas Polda Metro Jaya Roy mengatakan lelaki tersebut merupakan orang yang menyebarkan gambar foto ke pihak Munarman maupun AKKBB.

"Pria inilah yang menyebarkan foto-foto, baik ke Munarman maupun AKKBB dengan terlebih dahulu mencetak foto dengan menggunakan printer, kemudian menscan ulang, lalu mencetak kembali. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan meta data," jelas Roy.

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/

SOK TAHU SI-ROY SURYO !

Wartawan Bodrek vs Citizen Journalist

Oleh : Muhibuddin

05-Mar-2008, 22:09:59 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Begitu mudahnya sekarang menjadi wartawan. Asal ada kemauan, saat itu juga bisa menyandang profesi wartawan. Apalagi, jika punya kesanggupan berburu berita yang bisa memasok ‘gizi' ke media yang menaunginya. Tak usah menunggu waktu, orang awam pun segera dibikinkan kartu pers untuk modal peliputan berita. Simpel sekali prosedurnya, bukan?

Tapi, tunggu dulu. Tak sembarang media pers segampang itu merekrut wartawan. Media-media besar dan mapan, umumnya sudah menerapkan standar profesional dalam rekruitmen wartawan. Bahkan dalam komunitas media pers kategori ini, untuk menjadi wartawan profesional prosedurnya justru tak kalah ketat dengan seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), misalnya.

Dari gambaran di atas, bisa dimaklumi kalau kemudian dalam dunia pers muncul perbedaan wartawan ke dalam tipologi ‘wartawan beneran' dan ‘wartawan bodrek'. Yang disebut terakhir, tak lain adalah orang-orang yang masuk ke habitat pers tapi sepak terjang jurnalistiknya justru banyak mencemari dunia pers itu sendiri.

Jurnalisme Kartu Pers

Keberadaan wartawan bodrek memang tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, faktanya, mereka juga berkalung kartu pers sebagai bukti fisik identitas diri seorang wartawan. Soal, apakah mereka produktif dalam menghasilkan karya jurnalistik atau tidak, itu menjadi urusan lain. Karena itulah, dari perspektif ini, rasanya sulit mencari alasan untuk tidak mengkategorikan mereka ke dalam komunitas wartawan.

Bondan Winarno pernah mengatakan, dari segi penampilan, tidak ada perbedaan nyata antara wartawan bodrek dengan wartawan beneran. Sebagai wartawan, wawasan mereka memang dangkal, karena tujuan utamanya memang semata bukan untuk kepentingan jurnalistik. Tetapi, tidak jarang dari mereka punya daya intuisi dan investigasi yang tajam (Republika, Minggu 22/5/2005).

Dalam menjalankan misi jurnalistiknya, wartawan bodrek biasanya berlindung di balik kartu pers resmi dari medianya maupun dari beragam organisasi profesi kewartawanan. Karenanya, mereka akhirnya lebih mengedepankan ideologi ‘jurnalisme kartu pers' ketimbang mengaktualisaikan jargon-jargon ideal jurnalism yang menjadi ruh dari media pers.

Di panggung pers nasional, ironi wartawan bodrek sebenarnya bukan cerita baru. Bukankah dari dulu sudah muncul sindiran adanya wartawan tanpa surat kabar (WTS) yang ulahnya seringkali mencemari intitusi pers? Hanya saja, kalau kini keberadaan wartawan bodrek kian menuai sorotan, itu barangkali karena jumlah ‘pasukan' mereka memang kian menjamur.

Diakui atau tidak, wartawan bodrek semakin bertambah subur seiring bergulirnya liberalisasi pers pasca reformasi 1998. Sejak itu, kontrol birokrasi terhadap keberadaan media pers begitu longgar. Dengan demikian, sebuah media pers bisa meluncur begitu saja tanpa harus lewat prosedur yang rumit. Berbarengan dengan itu, siapa pun seolah juga bisa masuk dalam komunitas pers. Siapa pun juga bisa membikin media sekalipun tanpa ditopang sumber dana dan sumberdaya manusia yang punya concern terhadap idealisme pers.

Konsekuensinya, bermunculanlah ‘wartawan karbitan' yang kinerja jurnalistiknya kadang jauh dari cita-cita ideal pers itu sendiri. Jangan heran kalau kemudian muncul media pers yang merekrut jajaran redaksi hingga wartawan secara serampangan. Kartu pers yang seharusnya diterbitkan secara ketat dan selektif, akhirnya ‘diobral' untuk membekali ‘pasukan' yang melakukan tugas jurnalistik di lapangan.

Jadilah, kartu pers menjadi segala-galanya. Status profesi wartawan, akhirnya cukup dilihat dan diukur dari parameter kepemilikan kartu pers. Dalam konteks ini, produktifitas karya jurnalistik menjadi tak begitu urgen. Salah-salah, wartawan yang produktif membuat karya jurnalistik justru dicap sebagai ‘wartawan liar' hanya karena mereka tak berkalung kartu pers.

Padahal, banyak di antara wartawan bodrek berkalung kartu pers yang sesungguhnya produktifitas karya jurnalistiknya masih layak dipertanyakan. Sebaliknya, mereka justru lebih memilih memanfaatkan kartu pers yang dikantonginya untuk kepentingan di luar tugas jurnalistik. Misalnya, kartu pers difungsikan sebagai kartu truf untuk melakukan tindak pemerasan dengan dalih memuat atau tidak memuat sebuah berita. Praktek kotor ala wartawan bodrek agaknya masih menjadi fenomena kelam dalam dunia pers nasional. Itulah sebabnya, kini media-media cetak maupun elektronik terang-terangan mengkomunikasikan ke khalayak bahwa wartawannya ‘diharamkan' menerima sesuatu pemberian dari nara sumber.

Tentu, persoalannya, terlalu naif jika nantinya institusi pers harus kehilangan kepercayaan publik hanya gara-gara merebaknya praktek-praktek kotor sebagaimana yang lazim dimainkan wartawan bodrek.

Citizen Journalist

Kini, jurnalisme era baru tiba. Berita di koran, majalah, radio, maupun televisi, tak lagi milik dan monopoli wartawan. Melalui citizen journalism (jurnalisme warga) yang menjadi genre baru dunia pers, siapapun bisa menjadi wartawan. Sekalipun tak berkalung kartu pers, pewarta warga ini mampu melakukan reportase, investigasi, menulis berita dan menerbitkannya melalui media-media berbasis citizen journalism.

Di dunia maya, citizen journalism sudah jauh berkembang sedemikian pesat. Banyak portal yang kini mengandalkan sajian tulisan, news dan foto-foto dari hasil reportase pewarta warga (citizen journalist).

Selain sebagai pensuplai tulisan, sekaligus, para pewarta warga ini juga berperan menjadi pembaca setia media-media berbasis citizen journalism itu.

Media berbasis warga yang dikelola secara profesional, kenyatannya juga tak kalah gengsi dengan ‘media konvensional' . Sebut saja, situs berbasis citizen journalism yang bermarkas di Seoul Korea Selatan, OhmyNews.com.

Dengan mengandalkan pewarta warga, situs ini telah berkembang pesat dengan 60.000 reporter warga yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Situs berita dan informasi ini dibaca tak kurang sekitar 750.000 pengguna setiap harinya (Pikiran Rakyat, 9/2/2007).

Di Indonesia, citizen journalism juga sudah bermunculan. Sebut saja, situs KabarIndonesia.com yang bermarkas di Netherland, Belanda. Dalam kurun waktu sekitar 15 bulan terakhir, situs yang popular dengan sebutan Harian Online KabarIndonesia (HOKI) itu telah mempunyai sekitar 3.000 reporter warga. Mereka itulah yang selama ini menjadi pensuplai tulisan sekaligus juga jadi pembacanya.

Yang menarik lagi, dalam penerbitan edisi cetak, koran-koran terkemuka nasional kini juga mulai merintis rubrik yang diperuntukkan bagi para citizen journalist. Itu artinya, keberadaan pewarta warga ke depan bisa bertambah menggurita. Nah, jika praktek citizen journalism sudah melembaga, jangan heran seandainya kelak banyak orang tak berkalung kartu pers, tapi mereka bisa menghasilkan karya-karya jurnalistik.

Ini akan berbanding terbalik dengan fenomena ‘wartawan bodrek' yang berkalung kartu pers, tapi mereka miskin karya jurnalistik.

Dalam catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007).

Tak salah memang. Sebab, media pers yang sering disebut-sebut sebagai pilar keempat demokrasi (fourth estate) setelah eksekutif, yudikatif dan legislatif, realitasnya kadang menampakkan wajah yang jauh dari publik yang jadi penopangnya. Ketika pers sudah melembaga di bawah naungan para pemilik modal, bukan tidak mungkin pers kehilangan ‘daya jotos' dalam menyuarakan aspirasi yang berpihak pada kepentingan publik.

Karena itulah, munculnya citizen journalism menjadi urgen untuk membangkitkan kembali ghiroh pers sebagai penyambung lidah publik yang kadang kerap menjadi korban hegemoni kekuasaan. Sebab, betapapun, merebaknya komunitas citizen journalism adalah sebuah fenomena yang tak bisa dipandang sebelah mata.


http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com